KABARBURSA.COM - PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) resmi menjadi bagian dari Holding BUMN PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID sejak Juli lalu. Dengan bergabungnya Vale Indonesia ke dalam MIND ID, perusahaan ini memperkenalkan strategi diferensiasi dan rencana bisnisnya, sejalan dengan strategi yang diterapkan oleh anggota holding lainnya seperti PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), PT Timah Tbk. (TINS), dan PT Bukit Asam Tbk. (PTBA).
Presiden Direktur INCO, Febriany Eddy, menekankan pentingnya mempertahankan reputasi Vale Indonesia dalam industri nikel yang berkelanjutan.
"Kami telah berhasil menjalin kemitraan dengan perusahaan kelas dunia seperti Ford, yang menunjukkan komitmen kami terhadap keberlanjutan dan kualitas," ujar Febriany saat Public Expose Live BEI 2024 secara virtual pada Senin, 26 Agustus 2024.
Febriany juga mengungkapkan fokus perusahaan pada program hilirisasi, yang dianggap sebagai langkah krusial untuk mencapai visi pemerintah dan meningkatkan kontribusi Vale Indonesia. "
Hilirisasi adalah kunci, dan kami berkomitmen untuk menyelesaikan semua proyek pengembangan dengan tepat sasaran, waktu, dan keamanan," tambahnya.
Dengan masuknya Vale Indonesia ke dalam MIND ID, perusahaan ini melihat potensi besar terkait konsesi lahan yang luas.
"Kami akan fokus pada penyediaan dan penjualan bijih untuk smelter domestik, di samping pabrik-pabrik Vale sendiri," jelas Febriany.
Hal ini diharapkan akan memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan perusahaan.
Febriany juga menyoroti agresivitas Vale Indonesia dalam pengembangan pertambangan, mengingat luasnya wilayah konsesi yang dimiliki.
"Kami akan memastikan bahwa semua kegiatan dilakukan sesuai dengan peraturan dan arahan pemegang saham," tegasnya.
Namun, kinerja Vale Indonesia mengalami penurunan signifikan. Pada semester I-2024, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk tercatat sebesar USD37,28 juta, turun drastis sebesar 82 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai USD207,8 juta. Penurunan ini sejalan dengan penurunan pendapatan perusahaan sebesar 27,3 persen menjadi USD478,75 juta dari sebelumnya USD658,96 juta.
Kendati menghadapi tantangan, Vale Indonesia tetap berkomitmen untuk berkontribusi pada pengembangan industri nikel nasional dan mendukung pertumbuhan sektor pertambangan di Indonesia.
Pada penutupan perdagangan hari ini, harga saham INCO naik sebesar 0,26 persen menjadi Rp3.810 dari sebelumnya Rp3.800.
Cari Mitra Asing
PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) sedang mencari mitra internasional baru untuk bergabung dalam proyek Sorowako High Pressure Acid Leach (HPAL) di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Proyek ini, yang melibatkan investasi sekitar Rp30 triliun, mencakup pembangunan pabrik HPAL dan tambang nikel. Saat ini, proyek ini dikerjasamakan dengan mitra China, Huayou, di mana INCO memegang saham minoritas sebesar 30 persen.
Febriany Eddy, Presiden Direktur INCO, menyatakan bahwa proyek Sorowako HPAL akan melibatkan tiga perusahaan dalam usaha patungan di sektor midstream.
"Saat ini baru ada dua pihak yang terlibat, Huayou dan Vale. Huayou akan menarik mitra ketiga," ujarnya saat Public Expose Live BEI 2024, Senin, 26 Agustus 2024.
Menurut data dari Kementerian Investasi, mitra yang mungkin akan diundang untuk bergabung termasuk pabrikan non-China seperti POSCO, LG Chem, Ford, dan VW. Smelter HPAL yang dirancang oleh Vale Indonesia ini akan memiliki kapasitas produksi sebesar 60.000 ton nikel per tahun dalam bentuk mixed hydroxide precipitate (MHP). Febriany menambahkan bahwa meskipun banyak pabrikan mobil telah menunjukkan minat, belum ada keputusan final mengenai mitra yang akan bergabung.
Pada paruh pertama 2024, INCO telah mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar USD118,4 juta atau sekitar Rp1,88 triliun. Perusahaan berencana untuk menghabiskan sekitar USD380 juta atau sekitar Rp6,04 triliun pada akhir tahun ini untuk pengembangan tambang dan kelanjutan proyek smelter.
Update Proyek Tambang dan Smelter
PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) telah mengumumkan perkembangan terbaru terkait proyek tambang dan smelter senilai total USD10 miliar atau sekitar Rp154 triliun yang sedang dikerjakan. Proyek ini tersebar di tiga lokasi besar di Pulau Sulawesi: Bahodopi, Pomalaa, dan Sorowako.
- Proyek Bahodopi:
- Kemitraan: INCO bekerja sama dengan Tisco dan Xinhai melalui perusahaan patungan PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia (BNSI).
- Nilai Investasi: USD2,6 miliar (sekitar Rp40 triliun).
- Kapasitas Produksi: Diperkirakan dapat memproduksi 73.000 ton nikel per tahun.
- Target Penyelesaian: 2026.
- Tujuan: Meningkatkan kemampuan produksi nikel berkualitas tinggi untuk mendukung ekosistem baterai kendaraan listrik (EV).
- Proyek Pomalaa:
- Kemitraan: INCO bekerja sama dengan Zhejiang Huayou Cobalt dan Ford.
- Nilai Investasi: Rp70 triliun.
- Kapasitas Produksi: Mampu memproduksi mixed hydroxide precipitate (MHP) sebesar 120.000 ton per tahun.
- Target Penyelesaian: Kuartal I-2026.
- Status Proyek: Progres sangat baik dengan target penyelesaian yang sesuai jadwal.
- AMDAL: INCO dan mitra saat ini sedang mengupayakan izin analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang diharapkan diperoleh pada Agustus-September 2024. Setelah AMDAL, konstruksi pabrik HPAL diperkirakan memakan waktu 16 bulan.
- Proyek Sorowako:
- Nilai Investasi: USD2 miliar (sekitar Rp31 triliun).
- Deskripsi Proyek: Proyek HPAL di Sorowako ini merupakan bagian dari portofolio INCO dan mencakup pengembangan tambang dan pabrik untuk memproduksi nikel.
Febriany Eddy, Presiden Direktur INCO, menyatakan bahwa proyek Bahodopi diperkirakan dapat selesai lebih cepat dari target, yaitu pada kuartal III-2025. Sementara itu, proyek Pomalaa dipastikan on track untuk selesai pada kuartal I-2026. Proyek Sorowako juga merupakan bagian penting dari strategi INCO dalam pengembangan sektor pertambangan dan smelter di Indonesia.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.