KABARBURSA.COM - Eko Listiyanto, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menyatakan bahwa usulan defisit anggaran dalam RAPBN 2025 sebesar 2,29 persen hingga 2,82 persen dari PDB dapat menjadi beban berat bagi pemerintahan baru Presiden terpilih, Prabowo Subianto. Menurutnya, angka tersebut merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
"Dalam pandangan saya, ini akan mengekang pemerintahan baru. Jika terjadi gejolak ekonomi yang luar biasa, ruang untuk manuver akan sangat terbatas dan semakin sulit bernegosiasi dengan DPR," ungkap Eko dikutip, Jakarta, Rabu 26 Juni 2024.
Eko menjelaskan, berdasarkan data dari pemerintahan sebelumnya, defisit anggaran dalam RAPBN masa transisi tahun 2005 tercatat sebesar 0,8 persen dari PDB, kemudian meningkat menjadi 1,6 persen pada 2010, naik lagi menjadi 2,32 persen pada 2016, dan berkisar antara 1,52 persen hingga 1,75 persen pada 2020. Ia berharap defisit anggaran tidak melebihi 2,5 persen agar memberikan ruang fiskal yang cukup untuk mengantisipasi dinamika ekonomi ke depan.
"Pemerintahan baru biasanya tidak langsung menaikkan defisit anggaran agar jika terjadi gejolak ekonomi masih ada ruang untuk relaksasi atau negosiasi dengan DPR. Saya harap nanti angkanya tetap di bawah 2,5 persen sehingga ada ruang untuk manuver politik," lanjut Eko.
Selain itu, Eko juga menyebut bahwa tingginya defisit anggaran dapat menimbulkan sentimen negatif dari pelaku usaha dan investor. Menurutnya, pelaku ekonomi melihat defisit anggaran sebagai indikator masa depan perekonomian Indonesia.
Eko menilai usulan defisit anggaran yang hampir mencapai tiga persen disambut negatif oleh pelaku ekonomi, yang pada akhirnya menurunkan kepercayaan industri terhadap kebijakan pemerintah.
"Sebenarnya, defisit yang melebar biasanya dianggap tanda pertumbuhan ekonomi yang baik, tetapi saat ini reaksi pasar justru sebaliknya, mereka merasa langkah ini tidak berkelanjutan," jelas Eko.
Tantangan ekonomi bagi pemerintahan Prabowo, menurut Eko, mencakup risiko kenaikan cukai, PPN sebesar 12 persen, inflasi pendidikan, harga BBM, LPG, hingga bahan pokok. Oleh karena itu, Eko mendorong pemerintah untuk fokus meningkatkan daya beli masyarakat sebagai salah satu pilar utama ekonomi Indonesia. Eko mengatakan pemerintah memiliki dua momentum penting untuk meningkatkan konsumsi, yakni libur akhir tahun dan pilkada.
"Tantangan pada masa transisi 100 hari pertama adalah fokus meningkatkan daya beli. Kami menyarankan pemerintah untuk memperbaiki daya beli karena itu kunci utama. Setelah itu, ekspektasi terhadap nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi akan membaik," tutup Eko.
Jaga Defisit Fiskal
Dana Moneter Internasional (IMF) menyarankan pemerintahan mendatang, yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, untuk menjaga defisit fiskal tetap di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Kepala Misi IMF untuk Indonesia, Maria Gonzalez, menyatakan bahwa defisit fiskal maksimal 3 persen dari PDB diperlukan untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
“Dalam jangka menengah, kredibilitas kebijakan Indonesia yang telah diperoleh dengan susah payah harus dipertahankan. Aturan fiskal Indonesia yang membatasi defisit pada 3 persen dari PDB tetap relevan untuk mendukung visi Indonesia Emas,” ujar Gonzalez, beberapa waktu lalu.
Pencapaian tersebut bisa tercapai terutama apabila didukung dengan penguatan pendapatan negara serta belanja pembangunan yang berkualitas. Selain itu, risiko fiskal yang berkaitan dengan contingent liability juga perlu dikendalikan.
“Peningkatan penargetan subsidi energi dan meningkatkan pendapatan akan menciptakan ruang bagi belanja yang lebih ramah pertumbuhan dalam jangka waktu dekat,” katanya.
Berkat konsistensi kebijakan dan konsolidasi fiskal pasca pandemi Covid-19, IMF menilai bahwa pemerintah Indonesia perlu menekan defisit anggaran dan mencetak surplus keseimbangan primer pada tahun lalu.
Turunnya defisit dan surplus keseimbangan primer akan mendukung pertumbuhan dan bauran kebijakan yang lebih seimbang sekaligus menjaga ruang kebijakan untuk merespons risiko-risiko negatif pada tahun 2024 dan 2025.
“Indonesia perlu menghadapi dunia yang lebih rentan terhadap guncangan. Respons kebijakan yang tepat perlu disesuaikan dengan sifat dan durasi guncangan, dan didukung oleh peningkatan komunikasi,” imbuh Gonzalez.
Generasi Muda Dirugikan
Anggaran negara yang kerap defisit kini menimbulkan kekhawatiran baru. Ketika pemerintah terus berupaya menutupi celah tersebut, generasi muda menjadi pihak yang harus siap menanggung beban tersebut di masa depan.
Tahun 2025, pembengkakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperkirakan akan mencapai 3 persen. Defisit anggaran APBN 2025 yang diprediksi mencapai Rp600 triliun atau hampir 2,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) ini sangat mengkhawatirkan. (yub/prm)