KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyoroti pentingnya proyek kerja sama antara Contemporary Brunp Lygend Co Ltd (CBL) dan Indonesia Battery Corporation (IBC) di Buli, Maluku Utara.
Proyek ini merupakan bentuk kolaborasi antara Indonesia dan China dalam sektor transisi energi dan industri baterai kendaraan listrik.
Dalam kunjungannya ke Beijing, China, Luhut mengharapkan dukungan dari National Development and Reform Commission (NDRC) China yang dipimpin oleh Zheng Shanjie, untuk mendukung proyek pengembangan bahan baku baterai dan daur ulang baterai di kawasan industri Buli. Seperti dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu 15 Juni 2024.
CBL, yang didirikan pada Oktober 2020, adalah kolaborasi antara Ningbo Brunp Contemporary Amperex Co., Ltd., Ningbo Lygend New Energy Co., Ltd., dan Ningbo Meishan Free Trade Port Ruiting Investment Co., Ltd. Proyek ini menginvestasikan sekitar 5,9 miliar dolar AS untuk pengembangan teknologi baterai, integrasi sumber daya tambang nikel, serta produksi dan daur ulang baterai. CATL, pemegang saham utama Ningbo Brunp, memiliki kapasitas produksi baterai sebesar 170,39 GWh pada akhir 2021.
Proyek CBL di kawasan industri Buli, yang mencakup area seluas 2.000 hektar, dirancang sebagai pusat produksi dan layanan sumber daya baterai kendaraan listrik. Proyek ini mencakup pemrosesan bijih nikel laterit, pengembangan produk turunan nikel, bahan baku baterai energi baru, serta daur ulang baterai.
Luhut menekankan bahwa dengan integrasi sumber daya dan teknologi serta dukungan dari kedua pemerintah, proyek ini akan memperkuat posisi Indonesia dalam industri baterai global dan memperkuat kerja sama ekonomi dan teknologi antara Indonesia dan China.
Pemerintah Dorong Kebijakan
Pemerintah terus menggelorakan pemakaian kendaraan (mobil) listrik di tanah air. Sejumlah kebijakan pun diluncurkan demi mempermulus asa tersebut. Sayangnya, realisasi di lapangan masih jauh dari harapan. Masih jauh panggang dari api. Target mengaspalkan mobil listrik di tanah air bagaikan menggantang asap.
Merujuk data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) tentang penjualan mobil listrik nasional whole sales (pabrik ke dealer) untuk empat bulan pertama 2024, mencapai 7.745 unit. Data Gaikindo juga menunjukkan bahwa tren penjualan mobil listrik tahun ini cenderung jalan di tempat. Paling tidak dalam kurun waktu empat bulan pertama.
Sebagai gambaran, penjualan pada Januari 2024 mencapai 2.334 unit. Bulan berikutnya, Februari 2024 turun hanya 1.444 unit. Lalu kembali meningkat ke angka 2.140 unit pada Maret 2024. Selanjutnya, pada April 2024 kembali terjun bebas ke angka 1.827 unit saja.
Meski demikian, angka itu menunjukkan sedikit perbaikan dibanding tahun penjualan dua tahun terdahulu. Selama periode Januari-Desember 2023, misalnya, penjualan whole sale mobil listrik BEV di Indonesia hanya 17.062 unit. Penjualan tersebut lebih tinggi 65,2 persen dibanding Januari-Desember 2022 yang kurang lebih 10.330 unit.
Angka penjualan mobil listrik dalam kurun waktu 2,5 tahun tersebut, bagaikan bumi dan langit dengan penjualan kendaraan konvensional berbahan bakar fosil. Hingga tahun lalu, kendaraan konvensional yang mengaspal di tanah air mencapai 157 juta unit. Dari total ini, 131 juta unit adalah sepeda motor motor. Sisanya, kurang lebih 26 juta kendaraan roda empat atau lebih.
Dari data itu, terdapat peningkatan signifikan dalam adopsi kendaraan listrik di tanah air dalam tiga tahun terakhir. Tidak salah jika pemerintah begitu optimistis dan menargetkan peningkatan jumlah kendaraan listrik di tahun 2030 mendatang. Yaitu, 2 juta unit roda empat, dan 13 juta unit untuk kendaraan roda dua.
Guna merealisasikan target menengah tersebut, pemerintah telah menunjukkan komitmen yang kuat melalui berbagai kebijakan dan insentif. Peraturan Presiden No 55 tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, menjadi salah satu landasan utama. Insentif pajak, pembebasan bea masuk komponen EV, serta subsidi untuk kendaraan listrik dan infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian listrik (SPLU), juga merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong adopsi EV.
Pembangunan infrastruktur pengisian daya yang semakin gencar dilakukan, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta, menjadi faktor penting dalam mendukung adopsi mobil listrik. PLN, misalnya, telah merencanakan pembangunan ribuan SPLU di berbagai kota besar. Kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk perusahaan asing, juga terus digalakkan untuk membangun fasilitas produksi baterai dan mobil listrik di dalam negeri.
Dukungan PLN dan Pemerintah
Hingga awal 2024, misalnya, PT PLN (Persero) telah menunjukkan kesiapan yang signifikan dalam mendukung ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Saat ini, PLN telah mengoperasikan lebih dari 1.370 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), 9.886 Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU), dan 2.182 Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU). Selain itu, PLN juga merencanakan pembangunan 2.000 SPKLU yang dipasang pada tiang listrik di seluruh Indonesia (VOI).
Untuk memastikan keberlanjutan pasokan listrik, PLN memiliki cadangan daya yang memadai dan terus mengembangkan infrastruktur serta inovasi layanan. Hingga tahun 2030, seperti dikutip dari ESDM.Go.Id, PLN menargetkan penyediaan sekitar 30.000 SPKLU dan 67.000 SPBKLU guna mendukung target 2 juta mobil listrik dan 13 juta motor listrik.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.