Logo
>

Indonesia sedang Godok UU Digital Antimonopoli Google

Ditulis oleh KabarBursa.com
Indonesia sedang Godok UU Digital Antimonopoli Google

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan peraturan yang mirip dengan Digital Marketing Act (DMA) dan Digital Services Act (DSE) yang diterapkan di Eropa dan Inggris, dengan target implementasi pada 2025. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat peraturan antimonopoli di platform digital, khususnya terhadap mesin pencari seperti Google.

    Pada awal 2024, Google menguasai 95,16 persen pangsa pasar penelusuran daring di Indonesia.

    Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan penyusunan peraturan ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat.

    “Kami tengah mempelajari DMA dan DSA yang ada di Eropa. Nanti kami juga akan memiliki Peraturan Pemerintah (PP)-nya, mungkin selesai di kuartal ketiga atau keempat tahun ini,” ujar Semeul mengutip Antara, Jumat, 26 Juni 2024.

    Kemenkominfo, kata Semuel lagi, juga akan merancang aturan antimonopoli yang tidak hanya berlaku untuk praktik bisnis, tetapi juga penerapan teknologinya.

    "Jadi, nanti memastikan tidak ada monopoli, tidak ada yang menggunakan teknologinya untuk mengunci, seperti yang sudah ada di Eropa,” jelasnya.

    Pada September 2022, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan penyelidikan terhadap Google, khususnya mengenai praktik penarikan komisi dari Google Play Billing.

    KPPU menduga Google menyalahgunakan posisi dominannya di pasar dengan melakukan penjualan bersyarat dan diskriminasi dalam penyelenggaraan aplikasi distribusi digital di Indonesia.

    Investigasi awal menemukan bahwa para pengembang aplikasi di Indonesia diwajibkan menggunakan sistem pembayaran Google dan membayar biaya sebesar 15 persen hingga 30 persen dari total nilai aplikasi sejak 1 Juni 2024.

    Pasar Google Pay Billing membebankan biaya jauh lebih tinggi dibandingkan layanan lain dengan biaya di bawah 5 persen sebelum ketentuan tersebut berlaku.

    Selama proses penyelidikan, Google berusaha agar penyelidikan di Indonesia ditutup dengan mengajukan surat permohonan perbaikan perilaku baru pada 2023. Namun, Google gagal memenuhi dua komitmen yang ditetapkan KPPU sehingga penyelidikan tetap berlanjut.

    Pada Februari 2024, kasus itu telah memasuki tahap pemberkasan dan akan segera ditingkatkan menjadi investigasi resmi.

    Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kemenkominfo Teguh Arifiyadi mengatakan, upaya mengatur praktik monopoli digital sedang mendapatkan momentum di seluruh dunia.

    Baru-baru ini, pihak berwenang Kazakhstan berhasil memaksa Google menghadirkan pilihan dua faktor untuk penggunaan mesin pencari pada perangkat Android di peramban Chrome. Langkah tersebut dilakukan setelah Badan Perlindungan dan Pengembangan Persaingan Usaha Kazakhstan (AZRK) menemukan adanya potensi penyalahgunaan posisi dominan di pasar yang dilakukan Google.

    Langkah otoritas Kazakhstan tersebut menjadi yurisdiksi keempat setelah Rusia, India, dan Uni Eropa yang berhasil memaksa Google menyediakan pilihan mesin pencari bagi pengguna, di tengah kasus antimonopoli lainnya di seluruh dunia.

    “Kasus di Kazakhstan membuktikan bahwa langkah-langkah antimonopoli yang efektif dapat dilakukan di luar Eropa,” ujar Teguh.

    Teguh menyebutkan bahwa langkah Indonesia untuk memperkenalkan undang-undang (UU) yang berkaitan dengan masalah tersebut sangat penting dalam memastikan ekonomi digital yang sehat.

    “UU ini juga untuk melindungi data pribadi pengguna sekaligus mendukung bisnis dan mendorong inovasi,” terangnya.

    Selain Indonesia, investigasi dan proses hukum terhadap praktik monopoli Google sedang berlangsung di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS), Jepang, Korea, dan Kenya.

    Terbaru, Turki melawan praktik Google dalam membatasi ketersediaan aplikasi pesaing yang sudah terinstal pada perangkat. Meski begitu, implementasi prinsip antimonopoli, seperti menyediakan layar pilihan mesin pencari pada perangkat, masih jauh dari terwujud.

    Di AS, Google menghadapi berbagai tuntutan hukum antimonopoly, yang signifikan dari Department of Justice (DOJ) dan jaksa agung negara bagian. Argumen terakhir DOJ disampaikan di pengadilan pada Mei 2024 dan hakim diharapkan bisa memberikan keputusan pada akhir 2024.

    Selain itu, Google juga menghadapi gugatan hukum di AS terkait dominasi di pasar teknologi iklan (adtech). Gugatan tersebut menyebutkan bahwa Google telah menggunakan cara-cara anti-persaingan yang bersifat eksklusif dan melanggar hukum. Google melakukan berbagai cara untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman signifikan terhadap dominasinya atas teknologi periklanan digital.

    Pihak berwenang Jepang juga tengah menyelidiki Google karena melanggar UU antimonopoli di negara tersebut. Salah satunya adalah pelanggaran dalam konteks praktik penyelenggaraan iklan pada mesin pencari (search advertising).

    Japan Fair Trade Commission (JFTC) telah memeriksa secara teliti praktik bisnis Google, termasuk perjanjiannya dengan Yahoo Jepang dan produsen ponsel pintar Android.

    Sementara itu, Korea Selatan menyelidiki dan menghukum Google atas dugaan pelanggaran antimonopoli. Salah satunya, Pengadilan Tinggi Seoul memutuskan untuk berpihak pada Korea Fair Trade Commission (KFTC) dan menjatuhkan denda sebesar 224,9 miliar won atau sekitar USD168,6 juta kepada Google pada Januari 2024. Hukuman tersebut dijatuhkan karena Google menghalangi produsen ponsel pintar untuk menggunakan sistem operasi selain Android.

    Tidak mau ketinggalan, otoritas di Kenya turut menangani masalah antimonopoli, terutama berkaitan dengan praktik yang dilakukan berbagai perusahaan teknologi besar (big tech).

    Otoritas Persaingan Usaha Kenya (CAK) telah mengusulkan amandemen terhadap UU Persaingan Usaha untuk memperkuat kekuatan regulasi. Amandemen itu juga bertujuan melindungi bisnis lokal dari perilaku antipersaingan usaha yang dilakukan perusahaan-perusahaan teknologi asing, seperti Google dan Amazon. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi