Lollan menjelaskan bahwa usulan ini akan disampaikan pada Sidang International Maritime Organization (IMO)-Marine Environmental Protection Committee (MEPC) ke-82 yang akan diadakan pada 30 September hingga 4 Oktober 2024. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam menjaga lingkungan maritim sebagai anggota IMO dan anggota Dewan IMO periode 2024-2025.
Upaya pengusulan Selat Lombok sebagai PSSA telah dimulai sejak tahun 2016, dengan proposal yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia pada the Third Regional Meeting of IMO-NORAD Project on Prevention of pollution from ships through the adoption of PSSAs di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kemudian, proposal tersebut diperkuat dengan pengajuan Information Paper pada Sidang IMO-Marine Environmental Protection Committee (MEPC) ke-71 pada tahun 2017.
Lollan menegaskan bahwa penetapan Selat Lombok sebagai PSSA sangat penting karena kawasan ini adalah rumah bagi lebih dari 2000 spesies binatang laut, termasuk enam dari tujuh spesies penyu laut yang dilindungi di dunia. Ia optimis bahwa penetapan ini bisa menjadi pilot project untuk kawasan konservasi potensial lainnya di Indonesia.
Indonesia berharap dapat mendapatkan dukungan dari negara-negara anggota IMO dan negara tetangga yang memiliki kepentingan di Selat Lombok. Pada bulan Mei, Kemenhub telah menyelenggarakan FGD Nasional dan melanjutkan dengan FGD Internasional di Bali pada tanggal 4 Juni untuk mempersiapkan submisi dokumen PSSA Selat Lombok. FGD ini mengundang perwakilan dari negara-negara anggota IMO seperti Jepang, China, Australia, Filipina, Papua Nugini, serta Timor Timur, dan para ahli terkait PSSA untuk memberikan masukan teknis.
Lollan menyatakan bahwa dengan penetapan PSSA, Indonesia akan menunjukkan keseriusannya dalam melindungi lingkungan laut serta memenuhi berbagai konvensi dan instrumen IMO di tingkat nasional, regional, dan internasional. Menurutnya, mekanisme PSSA dapat digunakan untuk melindungi wilayah laut yang rentan terhadap dampak negatif aktivitas pelayaran internasional.
Penetapan PSSA di Selat Lombok diharapkan dapat mendukung upaya Indonesia dalam perlindungan lingkungan maritim dan memperkuat ketahanan lingkungan laut dari aktivitas yang dapat merusaknya. Ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia untuk memenuhi berbagai konvensi dan instrumen internasional yang berlaku.
Profesionalitas Pelaut
Kementerian Perhubungan terus berkomitmen meningkatkan profesionalitas pelaut Indonesia. Dalam upaya ini, mereka mengadakan Bimbingan Teknis Usaha Jasa Terkait Keagenan Awak Kapal Tahap Ke-2 Tahun Anggaran 2024. Acara ini diharapkan menjadi motor penggerak dalam meningkatkan kompetensi pelaut Indonesia, agar mampu bersaing di pasar kerja global.
“Harapannya, Bimtek ini bisa menjadi motor penggerak utama dalam memberikan kontribusi peningkatan profesionalitas kepada para pelaut Indonesia sehingga mampu berdaya saing dan mendapatkan kesempatan bekerja yang layak di atas kapal,” ujar Direktur Perkapalan dan Kepelautan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub, Hartanto, dalam keterangan di Jakarta, Jumat 17 Mei 2024.
Pentingnya pembangunan sumber daya manusia di sektor maritim tidak bisa diabaikan, terutama dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Sektor pelayaran memegang peran strategis dalam menggerakkan roda perekonomian, baik nasional maupun global.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, menurut Hartanto, terus memperbaiki layanan, meningkatkan digitalisasi, dan membangun sinergi dengan pemangku kepentingan. Aturan terkait perekrutan dan penempatan awak kapal diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 59 Tahun 2021.
Selain itu, dasar hukum lainnya adalah Konvensi Internasional tentang Ketenagakerjaan Maritim yang diratifikasi melalui Undang-Undang No. 15 Tahun 2016. Penyesuaian terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masa depan, khususnya bagi pelaut Indonesia.
“Kami berharap melalui Bimtek ini, seluruh peserta dapat memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif serta memberikan masukan konstruktif,” tambah Hartanto.
Dalam kegiatan ini, Direktorat Perkapalan dan Kepelautan juga mensosialisasikan putusan Mahkamah Agung No. 67 P/HUM/2022. Putusan ini menegaskan bahwa perekrutan dan penempatan awak kapal tidak dapat disamakan dengan pekerja migran, karena diatur oleh peraturan perundangan yang berbeda. Oleh karena itu, perizinan usaha perekrutan dan penempatan awak kapal dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan, sementara perizinan pekerja migran oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
Acara yang diikuti 140 peserta dari berbagai perusahaan dengan Surat Ijin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) ini berlangsung selama tiga hari, dari 15-17 Mei 2024. Berbagai narasumber turut hadir, termasuk Kasubdit Kepelautan Direktorat Perkapalan dan Kepelautan Ditjen Perhubungan Laut, perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia (IKPPNI), Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I), serta Persatuan Pekerja Pelaut Indonesia (P3I).