KABARBURSA.COM - PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) mencanangkan beberapa strategi menyambut prediksi gemilangnya prospek industri kelapa sawit di Indonesia.
Seperti diketahui, industri kelapa sawit memiliki peran strategis dalam perekonomian Indonesia, berkontribusi pada ketahanan pangan, energi, dan ekonomi. Namun, Manajemen CSRA mengungkap, saat ini industri kelapa sawit Indonesia menghadapi berbagai tantangan dan peluang yang mempengaruhi kinerjanya.
"Secara keseluruhan, industri kelapa sawit Indonesia pada tahun 2025 menunjukkan prospek yang cerah dengan peluang pertumbuhan yang signifikan," tulis manajemen CSRA dalam keterangannya, Senin, 24 Maret 2025.
Namun disebutkan, tantangan seperti kebijakan energi domestik, ketatnya persaingan global, dan kebutuhan akan inovasi teknologi harus dihadapi untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Manajemen CSRA memperkirakan sektor perkebunan sawit Indonesia akan mengalami pertumbuhan pesat pada tahun 2025, didorong oleh kenaikan harga CPO diatas 7,2 persen menjadi MYR 4.500 per ton dan terus tumbuh.
Selain itu, produksi CPO diproyeksikan tumbuh sebesar 3,9 persen, terutama setelah berakhirnya fenomena El Nino pada Mei 2024 lalu.
Peluang itu pun bakal dimanfaatkan oleh CSRA untuk mempercepat ekspansi perusahaan, ekspansi anorganik, dan investasi strategis.
Direktur Keuangan & Pengembangan Strategis CSRA Seman Sendjaja mengatakan, perusahaan telah mengalokasikan anggaran untuk belanja modal (Capex) sebesar Rp100 miliar, di antaranya ialah 50 persen digunakan untuk menuntaskan pembangunan pabrik kelapa sawit ketiga di kabupaten Banyuasin yang di rencanakan mulai beroperasi pada Juli 2025.
"Dan 50 persen sisanya untuk pembayaran ganti rugi tanam tumbuh (GRTT) dan penanaman areal baru di wilayah operasional region Sumatera Selatan," ujar dia dalam keterangan tertulisnya dikutip, Senin, 24 Maret 2025.
Seman melanjutkan, pihaknya juga telah menerapkan strategi untuk meninjau peluang dalam mengakuisisi lahan baru, dengan prioritas dekat dengan area perkebunan Perseroan yang sudah ada agar mudah mengintegrasikan operasional CSRA.
Dia melihat, kini perusahaan memiliki pertumbuhan yang kuat, dengan fokus pada memulihkan margin bruto Perusahaan. Untuk mendukung pencapaian tujuan pendapatan jangka panjang, katanya, CSRA akan meningkatkan investasi di pabrik dan mekanisasi.
"Perusahaan juga memprioritaskan penciptaan arus kas yang kuat seiring dengan langkah-langkah pengembangan strategis yang sedang dijalankan oleh Perusahaan," tuturnya.
Menurut dia, pengembangan tersebut mencakup ekspansi operasional, peningkatan kapasitas produksi, serta adopsi teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan.
CSRA Cetak Rekor Penjualan
Di sisi lain, CSRA sukses mencatatkan penjualan tertinggi sepanjang sejarahnya pada 2024. Di tahun lu, perusahaan meraih pendapatan sebesar Rp1,07 triliun, meningkat 21,8 persen dibandingkan dengan FY23 sebesar Rp875,51 miliar.
Catatan tersebut disebabkan terutama karena meningkatnya kuantitas penjualan CPO yang memiliki nilai tambah serta naiknya harga jual rata-rata yang diterima perusahaan.
Sementara itu, laba kotor CSRA mencapai Rp483,86 miliar, naik 21,1 persen dibandingkan Rp399,58 miliar pada tahun lalu. Hal ini terjadi akibat kemampuan menjaga beban pokok pendapatan.
Laba bersih diperoleh sebesar Rp213,36 miliar atau meroket 46,0 persen dibandingkan tahun lalu yaitu Rp152,06 miliar. Catatan ini membuat peningkatan marjin bersih menjadi 20,1 persen dibandingkan 16,7 persen pada tahun lalu.
Posisi aset CSRA berada di Rp2,25 triliun, 22,2 persen lebih tinggi dari posisi 31 Desember 2023 di Rp1,84 triliun. Sementara itu, total liabilitas perusahaan di FY24 sebesar Rp952,72 miliar, naik dibandingkan dengan Rp727,69 miliar pada akhir 2023 dan ekuitas sebesar Rp1,29 triliun dibandingkan Rp1,12 triliun pada akhir tahun lalu.
Rasio utang bersih terhadap ekuitas pada 12M24 berada pada level 0,73x, sedikit lebih tinggi dibandingkan level tahun 2023 sebesar 0,65x. Hal ini terjadi karena strategi alokasi modal yang baik dengan neraca yang sehat dalam berbagai investasi sarana dan prasarana produksi.
Di sisi lain, total aset Perusahaan mencapai Rp2,25 triliun pada 31 Desember 2024, meningkat sebesar 22,2 persen dari Rp1,84 triliun pada FY23.
Adapun, aset tidak lancar mengalami peningkatan sebesar 17,7 persen menjadi Rp1,79 triliun dibandingkan dengan Rp1,52 triliun pada akhir 2023, dengan peningkatan terbesar terlihat pada aset tetap dan piutang plasma.
Aset lancar pada FY24 juga naik sebesar 43,1 persen dibandingkan dengan FY23 menjadi sebesar Rp463,27 miliar. Naiknya aset lancar terutama disebabkan oleh naiknya kas dan setara kas sejalan dengan meningkatnya pendapatan Perusahaan.
Pergerakan Dinamis Saham CSRA
Saham PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) menunjukkan pergerakan yang cukup dinamis dalam perdagangan terbaru. Dengan harga penutupan di level 680, saham ini mencatat kenaikan sebesar 15 poin atau sekitar 2,26 persen dibandingkan dengan harga sebelumnya di 665.
Pergerakan ini mencerminkan optimisme pasar terhadap prospek perusahaan, yang masih didukung oleh fundamental bisnisnya di sektor perkebunan kelapa sawit.
Dalam sesi perdagangan, harga saham CSRA dibuka di 685, sedikit lebih tinggi dari penutupan sebelumnya, sebelum sempat menyentuh titik tertinggi hariannya di 685. Sementara itu, level terendah tercatat di 655, menunjukkan adanya volatilitas dalam transaksi harian.
Nilai transaksi yang cukup besar, mencapai Rp211,2 miliar, menandakan adanya minat beli yang kuat dari investor terhadap saham ini.
Rata-rata harga perdagangan CSRA berada di 676, memberikan gambaran bahwa pergerakan harga cenderung stabil meskipun terjadi fluktuasi intraday. Dengan adanya batas atas (ARA) di level 830 dan batas bawah (ARB) di 500, ruang pergerakan harga masih cukup luas dalam beberapa sesi mendatang.
Hal ini mengindikasikan bahwa investor masih melihat potensi pertumbuhan di saham ini, seiring dengan perkembangan harga komoditas kelapa sawit yang menjadi faktor utama dalam kinerja keuangan CSRA.
Sebagai perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan, CSRA turut terdampak oleh dinamika harga crude palm oil (CPO) di pasar global. Jika tren harga CPO terus menguat, maka ada peluang bagi saham CSRA untuk melanjutkan kenaikan dalam jangka menengah.
Sebaliknya, tekanan dari faktor eksternal seperti regulasi atau perubahan permintaan pasar bisa menjadi tantangan bagi pergerakan saham ke depan.
Dengan melihat kinerja saham saat ini serta tren yang sedang berlangsung, investor perlu mencermati pergerakan harga dalam beberapa hari ke depan untuk mengidentifikasi potensi tren bullish atau koreksi yang mungkin terjadi.
Dukungan dari fundamental bisnis yang kuat dan kondisi pasar yang kondusif akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah pergerakan saham CSRA selanjutnya.(*)