Logo
>

Ini Sebab SRBI Lebih Cuan Ketimbang SBN

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Ini Sebab SRBI Lebih Cuan Ketimbang SBN

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk menarik aliran modal, lebih diminati oleh investor dibandingkan dengan Surat Berharga Negara (SBN) milik pemerintah. Hal ini disebabkan oleh imbal hasil atau yield yang ditawarkan SRBI lebih tinggi, mencapai hingga 7 persen.

    Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto, tidak ingin menyebut kondisi ini sebagai persaingan imbal hasil yang menyebabkan efek crowding out. Ia menekankan bahwa pemerintah lebih cenderung mengendalikan imbal hasil SBN itu sendiri.

    "Yield SBN itu kan terbentuk di market, karena kan dia instrumen yang tradable, maka aktivitas di secondary market itulah yang akan membentuk yield SBN," kata dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa 9 Juli 2024.

    Ia juga tidak menyatakan bahwa pemerintah berencana segera menaikkan imbal hasil SBN untuk menarik lebih banyak investor. Menurutnya, yang lebih penting adalah mengendalikan yield SBN sesuai dengan kemampuan keuangan negara melalui pengelolaan penerbitannya. Pasalnya, yield SBN terbentuk berdasarkan mekanisme pasar.

    "Tentu pemerintah berkepentingan bahwa yield SBN itu rasional, sehingga di situ kan misalnya pemerintah tentu dalam penerbitan SBN memiliki strategi penerbitan. Misalnya untuk mengelola sisi supply, sehingga sisi supply risk nya dapat terjaga, sehingga yieldnya dapat terkendali," ungkapnya.

    Ketika ditanya tentang dampak yield SRBI yang tinggi terhadap arus masuk SBN, ia menjelaskan bahwa meskipun yield SBN cukup terkendali bahkan dalam dinamika global, pemerintah tetap menjaga kredibilitas dan kinerja perekonomian sehingga memberikan confidence kepada investor.

    Suminto menekankan bahwa imbal hasil SBN sejauh ini masih sesuai dengan ekspektasi pemerintah. Sebagai contoh, imbal hasil SBN tenor 10 tahun mencapai 7,04 persen, naik dari posisi Januari 2024 yang berada di kisaran 6 persen.

    "Kinerja perekonomian yang terjaga dengan baik memberikan kepercayaan kepada investor. Jadi, kita akan terus menjaga stabilitas pasar SBN dan yield yang terkendali," ujarnya.

    Suminto menegaskan bahwa tidak akan ada strategi khusus untuk merespons kekalahan saing SBN dari SRBI. Meski begitu, pemerintah sedang mengurangi penerbitan SBN untuk membiayai defisit APBN, dengan proyeksi penurunan sebesar Rp214,6 triliun dari pagu tahun ini.

    "Dengan outlook di Laporan Semester itu target penerbitan SBN justru akan lebih rendah dibandingkan dengan target awal tahun sesuai APBN asli. Karena kita memanfaatkan berbagai instrumen. Jadi kalau tadi pertanyaannya apakah SBN menarik, dengan issuance kita yang sejauh ini incoming bidsnya cukup kuat, level yield terjaga cukup terkendali, ini kan menggambarkan kinerja pasar SBN kita cukup baik," ujar Suminto.

    Diketahui, SRBI laris manis di pasar. Bahkan penghimpunan dana SRBI mengalahi SBN yang diterbitkan pemerintah. Hal ini disebabkan oleh imbal hasil yang ditawarkan SRBI lebih tinggi dari SBN, bahkan hingga 7 persen.

    Dalam laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2024, World Bank atau Bank Dunia melihat itu sebagai instrumen yang memberikan imbal hasil lebih tinggi, SRBI tampaknya membatasi pinjaman pemerintah.

    "Bank-bank komersial mengurangi kepemilikannya pada surat berharga pemerintah dan beralih ke surat berharga baru dari BI," ungkap Bank Dunia dalam laporannya

    Terbukti, antara September 2023 hingga Februari 2024, kepemilikan bank umum atas obligasi pemerintah menurun dari 30,4 persen menjadi 25,6 persen dari total saldo beredar.

    Sebagai akibatnya, BI melakukan intervensi di pasar sekunder dengan membeli surat berharga pemerintah, sehingga meningkatkan kepemilikannya dari 16,2 persen menjadi 20,7 persen.

    Untuk mencegah crowding out lebih lanjut, BI berupaya untuk sementara waktu mengurangi volume penerbitan SRBI, memotongnya hingga setengahnya dari Rp49,4 triliun menjadi Rp25,6 triliun antara Februari dan Maret 2024.

    "Risiko lainnya termasuk mengusir investor ekuitas asing yang menghadapi risiko kredit lebih tinggi namun relatif kurang menarik. Arus keluar ekuitas (equity outflow) dari bursa Indonesia memang terjadi akhir-akhir ini, pada April-Juni," tulis laporan Bank Dunia.

    Setelah kebijakan Fed yang lebih hawkish, arus modal keluar di portofolio semakin meluas pada April. Outflow terjadi pula di SRBI.

    Pada kuartal I 2024, investor non-residen atau asing memiliki sekitar 22 persen dari total SRBI yang beredar, sementara sisanya sebagian besar dimiliki oleh bank-bank komersial dalam negeri.

    "Namun, seiring dengan pengetatan kondisi moneter global, investor asing telah menjual kepemilikan SRBI mereka. Akibatnya, pangsa kepemilikan asing di SRBI turun menjadi 18 persen pada akhir April 2024," tulis Bank Dunia.

    Berdasarkan data transaksi 24-27 Juni 2024, BI mencatat jumlah beli neto asing mencapai Rp8,30 triliun di pasar SBN, sementara beli neto asing di SRBI mencapai Rp9,16 triliun.

    Selama tahun ini, berdasarkan data setelmen sampai dengan 27 Jun 2024, nonresiden tercatat jual neto Rp36,46 triliun di pasar SBN, jual neto Rp9,78 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp123,21 triliun di SRBI.(yub/*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.