Logo
>

Investasi Danantara Bawa Transformasi Industri Kesehatan, ini Strateginya

Langkah Danantara dinilai sebagai sinyal transformasi sektor kesehatan nasional melalui investasi riset, produksi, dan sinergi BUMN farmasi.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Investasi Danantara Bawa Transformasi Industri Kesehatan, ini Strateginya
Rumah Sakit Kementerian Kesehatan Makassar atau RS Vertikal Makassar, Sulawesi Selatan. (Foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Rencana masuknya Badan Pengelola Investasi Daya Agata Nusantara atau Danantara, ke sektor kesehatan nasional dinilai berpotensi mengubah lanskap industri secara signifikan dalam jangka panjang. 

    Pengamat pasar modal dari Traderindo, Wahyu Laksono, menilai langkah strategis ini bisa menjadi momentum penting bagi penciptaan ekosistem investasi jangka panjang dan kemandirian industri kesehatan dalam negeri.

    "Masuknya Danantara adalah sinyal kuat revitalisasi sektor yang selama ini dianggap stagnan. Ini bisa menjadi game changer," ujar Wahyu kepada KabarBursa.com pada Rabu, 11 Juni 2025.

    Menurut Wahyu, strategi Danantara akan difokuskan pada enam pilar utama yakni peningkatan kapasitas produksi dan riset, penguatan sinergi antar BUMN farmasi dalam Biofarma Group (KAEF, INAF, PEHA), percepatan hilirisasi industri kesehatan, menarik investor swasta, pengembangan sumber daya manusia, serta digitalisasi layanan kesehatan. 

    Keseluruhan strategi ini dirancang untuk mendorong transisi dari ketergantungan pada impor menjadi negara yang mandiri secara kesehatan, terutama dalam produksi obat, alat kesehatan, dan teknologi layanan medis.

    Danantara, lanjut Wahyu, berpeluang menyuntikkan modal pada fasilitas produksi, modernisasi teknologi, serta memperluas kapasitas riset dalam negeri. Ini akan menjadi langkah penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku dan produk farmasi impor, terutama di tengah tantangan global rantai pasok. 

    "Fokus pada produksi dan riset dalam negeri adalah kunci kemandirian jangka panjang," jelasnya.

    Salah satu langkah awal yang dinilai strategis adalah memperkuat sinergi antar BUMN farmasi seperti Kimia Farma (KAEF), Indofarma (INAF), dan Phapros (PEHA). Wahyu menyebut potensi konsolidasi aset, optimalisasi rantai pasok, hingga pengembangan produk bersama bisa meningkatkan efisiensi dan daya saing regional. 

    “Tujuannya menciptakan pemain global dari Indonesia,” ujarnya.

    Tak hanya berhenti pada sektor farmasi, Wahyu menilai Danantara bisa memperluas portofolio investasinya ke sektor hilir seperti alat kesehatan, reagen diagnostik, serta pengembangan terapi berbasis bioteknologi. Dengan demikian, sektor kesehatan nasional tidak hanya tumbuh dalam ukuran, tetapi juga dalam nilai tambah.

    "Sebagai anchor investor, kehadiran Danantara memberi sinyal kuat bagi swasta bahwa sektor ini aman dan menjanjikan," kata Wahyu. 

    Ia memperkirakan skema co-investment, joint venture, maupun IPO perusahaan yang terlibat akan menarik minat investor lokal dan asing.

    Sementara itu, Wahyu juga menekankan pentingnya pengembangan SDM dan infrastruktur digital di sektor ini. Ia menyebut bahwa dukungan pada talenta di bidang riset, manufaktur, hingga layanan digital seperti telemedisin akan menjadi pilar penting dari keberhasilan transformasi ini.

    Dari sisi dampak, strategi ini berpotensi meningkatkan kemandirian industri secara signifikan. Dengan kapasitas produksi dan riset yang tumbuh, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan lebih siap menghadapi krisis kesehatan di masa depan. 

    Bagi Biofarma Group, masuknya Danantara berarti akses pada dana segar, teknologi baru, serta peluang restrukturisasi yang bisa meningkatkan efisiensi dan daya saing.

    Di sisi lain, Wahyu menilai langkah ini juga membuka peluang besar bagi investor swasta. “SWF seperti Danantara memberi kepastian dan mengurangi risiko investasi. Ini bisa menarik modal baru yang selama ini wait and see,” ungkapnya.

    Namun, ia mengingatkan bahwa dampak langsung terhadap valuasi saham tidak bisa diharapkan dalam sekejap. 

    “Ada potensi sentimen positif jangka pendek pada saham KAEF, INAF, atau PEHA, tetapi rerating secara fundamental membutuhkan waktu,” ujarnya. 

    Menurut Wahyu, revaluasi sejati akan terlihat saat pendapatan dan efisiensi perusahaan mulai meningkat, bukan hanya karena ekspektasi pasar.

    Investor disarankan untuk mulai melihat saham sektor ini dengan perspektif jangka menengah hingga panjang. Fokus sebaiknya diarahkan pada indikator fundamental seperti efisiensi produksi, diversifikasi produk, pengurangan impor, dan ekspansi pasar. Wahyu menekankan pentingnya pengawasan terhadap risiko implementasi dan tata kelola, karena keberhasilan investasi juga tergantung pada bagaimana dana digunakan secara efektif.

    Terkait perbandingan dengan SWF negara lain, Wahyu menilai Danantara berada di antara Temasek Singapura yang agresif dan Khazanah Malaysia yang lebih strategis. 

    Ia juga mencatat bahwa sumber dana Danantara yang berasal dari dividen BUMN membuat pendekatan awal cenderung berhati-hati dibanding SWF besar yang memiliki aset lebih terdiversifikasi.

    Terakhir, Wahyu menegaskan bahwa meskipun sektor kesehatan masih menyimpan sejumlah risiko seperti ketergantungan impor, efisiensi produksi rendah, persaingan ketat, hingga regulasi harga, langkah Danantara bisa menjadi pijakan transformasi. “Yang penting, dana besar harus diarahkan ke area yang tepat. Kalau hanya memperbesar produksi yang sudah jenuh, oversupply tetap bisa terjadi,” katanya.

    Dengan demikian, investor disarankan tidak hanya mengejar euforia jangka pendek, tetapi memahami visi jangka panjang dari investasi institusional ini. Menurut dia jika Danantara sukses, bukan cuma bicara soal saham naik, tapi soal Indonesia yang lebih mandiri di bidang kesehatan.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".