Logo
>

Investor Borong 70.000 Bitcoin Jelang Data Inflasi AS

Ditulis oleh Syahrianto
Investor Borong 70.000 Bitcoin Jelang Data Inflasi AS

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Sejumlah investor melakukan pergerakan strategis di pasar kripto dengan memborong 70.000 Bitcoin. Hal ini terjadi menjelang pengumuman laporan inflasi Amerika Serikat (AS), Indeks Harga Konsumen atau Consumer Price Index (CPI), pada Rabu, 15 Mei 2024.

    Langkah besar ini datang setelah terjadi penjualan signifikan sebanyak 1 juta Bitcoin pada akhir tahun 2023. Hal ini pula enunjukkan kepercayaan baru dari pemegang jangka panjang terhadap nilai utama kripto tersebut.

    Reaksi pasar menunjukkan pergeseran strategis ketika investor mencari cara untuk melindungi aset mereka dari potensi devaluasi mata uang fiat. Dalam laporan BeinCrypto, kekhawatiran terkini tentang kenaikan inflasi dan penurunan nilai mata uang fiat telah memicu minat baru pada alternatif penyimpanan nilai. Bitcoin, dengan sifat desentralisasinya dan pasokan yang tetap, menjadi pilihan yang diminati banyak orang.

    Data on-chain dari Glassnode menunjukkan akumulasi strategis Bitcoin oleh investor, menunjukkan keyakinan pada nilai jangka panjang Bitcoin, terutama ketika stabil di atas USD60.000. Ini mencerminkan kepercayaan yang semakin kuat pada Bitcoin sebagai lindung nilai efektif terhadap inflasi dan ketidakpastian ekonomi.

    Sementara itu, CPI AS naik 0,4 persen pada Maret dan mencapai 3,5 persen selama setahun terakhir, angka yang tetap tinggi secara historis. Hal ini telah secara signifikan mengubah nilai dolar AS dibandingkan dengan satu dekade lalu ketika tingkat inflasi hanya 0,8 persen. Dengan laporan inflasi AS yang dijadwalkan akan dirilis, investor cemas terutama karena Federal Reserve (The Fed) tidak mungkin menurunkan suku bunga tahun ini.

    CEO Coinme, Neil Bergquist, menyoroti daya tarik Bitcoin sebagai penyimpan nilai di tengah situasi ini. Ia menekankan bahwa Bitcoin, dengan pasokannya yang terbatas hingga 21 juta BTC, menawarkan alternatif tahan inflasi yang berbeda dengan mata uang fiat.

    “Tidak akan pernah ada lebih dari 21 juta Bitcoin. Ia memiliki pasokan tetap, tidak seperti mata uang fiat, dan tidak ada yang bisa mengubahnya. Tidak ada yang bisa masuk dengan kebijakan baru, tidak ada yang bisa terpilih dengan ide baru dan mengubahnya. Ini sudah tertanam keras dalam blockchain Bitcoin,” ujarnya.

    Inflasi inti, yang tidak termasuk biaya makanan dan bahan bakar yang lebih bergejolak, diprediksi akan tetap tinggi karena peningkatan biaya perumahan dan layanan inti seperti asuransi dan perawatan medis. Dalam konteks ini, Bitcoin memiliki peluang untuk memperkuat posisinya sebagai penyimpan nilai yang terdesentralisasi, semakin menegaskan perannya sebagai lindung nilai terhadap sistem keuangan konvensional. Daya tarik Bitcoin semakin jelas, menawarkan solusi untuk mempertahankan daya beli di tengah meningkatnya inflasi.

    "Jika Anda menyimpan dolar di rekening bank Anda selama periode inflasi yang meningkat, maka saldo Anda akan memiliki daya beli yang lebih rendah daripada jika Anda menyimpan nilai Anda dalam Bitcoin," tandas Bergquist.

    Proyeksi Bitcoin Pascapengumuman

    Panji Yudha, Financial Expert dari Ajaib Kripto, mengatakan, secara teknikal, BTC berpotensi menguji resistance di USD64.000 dan MA-50 di sekitar USD65.250 jika mampu bertahan di atas MA-20 dan MA-100. “Apabila turun di bawah MA-20 dan MA-100 maka potensi akan membawa BTC kembali ke support USD60.000,” kata Panji.

    Di sisi lain, kenaikan Bitcoin dalam 24 jam terakhir berdampak positif pada altcoin, terutama memecoin yang mendominasi daftar top gainers seperti: PEPE +16,65 persen, FLOKI +12,82 persen, serta DOGE, BOME, dan BONK yang juga kompak mengalami kenaikan di atas 7 persen dalam periode 24 jam terakhir.

    Panji mengatakan, serangkaian data ekonomi, terutama data CPI dan PPI AS, bersama dengan komentar pejabat Fed, berpotensi menjadi katalis penggerak utama pasar kripto pekan ini. Jika data yang dirilis sesuai atau lebih rendah dari perkiraan, akan memicu optimisme yang bisa mendorong Bitcoin naik di atas USD65.000. Namun, jika data muncul di atas ekspektasi pasar, ada potensi Bitcoin kembali turun di bawah USD60.000 ke kisaran USD56.000-USD57.000.

    Panji menambahkan, trader juga sangat responsif dan sensitif terhadap pidato Jerome Powell, terutama ketika menyangkut keputusan kebijakan yang ingin diambil oleh The Fed.

    Secara keseluruhan, investor tidak mengharapkan penurunan suku bunga pada pertemuan Fed berikutnya di bulan Juni. Fokus sekarang tertuju pada bulan September untuk kemungkinan penurunan suku bunga pertama pada tahun 2024.

    Perkembangan Harga Bitcoin

    Pasalnya Pada perdagangan Kamis, 9 Mei pekan lalu, Bitcoin sempat naik mendekati harga USD63.500, didorong oleh data klaim awal tunjangan pengangguran di AS (initial jobless claims) sebesar 231.000, lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 212.000 dan tertinggi sejak akhir Agustus 2023.

    Namun, harga Bitcoin kembali turun ke kisaran USD60.200 sehari setelahnya. Hal ini terjadi setelah laporan Universitas Michigan pada Jumat, 10 Mei, menunjukkan bahwa sentimen konsumen AS merosot ke level terendah dalam enam bulan pada bulan Mei akibat kekhawatiran terhadap biaya rumah tangga.

    Sementara itu, perdagangan ETF Bitcoin spot pekan lalu ditutup dengan net inflow sebesar USD116,8 juta, dimulai dengan inflow sebesar USD217 juta pada Senin, 6 Mei , dan diakhiri dengan outflow sebesar USD84,70 juta pada Jumat, 10 Mei.

    Seiring pasar kripto yang bersiap menghadapi minggu penting, perhatian tertuju pada indikator ekonomi di tengah ketidakpastian pasar.

    Menurut Survei Federal Reserve Bank of New York yang dirilis pada Senin, 14 Mei, warga Amerika memperkirakan inflasi sebesar 3,3 persen setahun dari sekarang, naik dari 3 persen di bulan Maret. Mereka juga memperkirakan inflasi tiga tahun dari sekarang sebesar 2,8 persen.

    Pekan ini, pasar akan mendapatkan lebih banyak wawasan mengenai angka inflasi AS. Pada hari Selasa, 14 Mei, Amerika Serikat merilis data PPI, sedangkan sehari kemudian pada hari Rabu, 15 Mei, mereka merilis CPI.

    CPI AS untuk periode April diperkirakan sebesar 0,4 persen month-to-month (mtm), sama dengan periode sebelumnya, dan 3,4 persen year-on-year (yoy), sedikit lebih rendah dari periode sebelumnya sebesar 3,5 persen yoy.

    Di sisi lain, PPI untuk April diprediksi naik menjadi 0,3 persen mom, lebih tinggi dari periode sebelumnya sebesar 0,2 persen mom. Secara tahunan, PPI diperkirakan naik menjadi 2,2 persen yoy, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang sebesar 2,1 persen yoy.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.