KABARBURSA.COM - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menekankan bahwa penyelesaian isu pertanahan merupakan hal mendasar untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Menurut AHY, kepemilikan tanah yang jelas dan sah adalah kunci untuk mengatasi kemiskinan struktural yang seringkali disebabkan oleh kurangnya aset tanah yang diwariskan secara turun-temurun.
AHY mengungkapkan bahwa masalah pertanahan tidak hanya menjadi isu di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.
Inilah yang mendasari pemerintah untuk menjalankan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), yang bertujuan untuk memetakan dan mendaftarkan semua bidang tanah secara lengkap.
Sertifikasi tanah, selain memberikan kepastian hukum dan keadilan, juga dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai pungutan seperti PPh, BPHTB, PNBP, serta hak tanggungan yang dihasilkan dari sertifikasi tanah. Khusus untuk Provinsi Jawa Barat, nilai tambah ekonomi yang dihasilkan pada tahun 2023 mencapai Rp164,9 triliun.
Kesuksesan program PTSL telah mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Bank Dunia yang mengundang pemerintah Indonesia untuk berbagi pengalaman dalam forum World Bank Land Conference.
AHY juga menyoroti pentingnya pemerintah daerah untuk mencapai status "kota lengkap," yaitu status di mana semua bidang tanah di wilayah kota atau kabupaten telah terpetakan dan terdaftar dengan baik.
Status ini memberikan banyak keuntungan, termasuk membantu kepala daerah dalam menentukan kebijakan tata ruang dan pertanahan yang lebih baik.
Dengan adanya status kota lengkap, potensi konflik kepemilikan lahan, baik antarwarga, antara warga dengan perusahaan swasta, maupun antara warga dengan pemerintah, dapat diminimalisir.
Menurut data Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), hampir 60 persen laporan yang diterima terkait konflik tanah dan agraria.
Untuk itu, AHY mengajak semua pihak untuk bersinergi dalam menyelesaikan masalah-masalah pertanahan dan tata ruang yang masih ada, sehingga solusi dapat ditemukan tanpa berlarut-larut.
Redistribusi Tanah
Pemerintah berencana akan segera melakukan redistribusi 978.108 hektar tanah kepada rakyat.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menyatakan bahwa 978.108 hektar lahan tersebut tersebar di 20 provinsi di Indonesia.
“Tadi dibahas tentang bagaimana mekanisme untuk melakukan redistribusinya,” ungkap Siti Nurbaya.
Sebelum melaksanakan redistribusi, pemerintah ingin memastikan adanya mekanisme yang jelas. Oleh karena itu, pemerintah daerah akan diminta untuk menyusun proposal yang berisi program-program serta rincian redistribusi lahan kawasan hutan tersebut.
Proposal tersebut harus mencakup siapa saja dan berapa jumlah kepala keluarga (KK) yang berhak menerima tanah tersebut.
“Yang dicadangkan ini bagaimana dia untuk redistribusinya kepada masyarakat kan harus jelas programnya, harus ada proposalnya dari pemerintah daerah,” ujar Siti.
Program-program yang akan diusulkan dapat mencakup berbagai sektor seperti pertanian terpadu, fasilitas umum, fasilitas sosial, perikanan, peternakan, wisata alam, dan lain-lain.
Sementara itu, petugas Kementerian Agraria dan Tata Ruang di tingkat daerah bersama pemerintah daerah akan mendata jumlah kepala keluarga (KK) di sekitar kawasan hutan tersebut. Mereka akan menghitung berapa KK yang akan mendapatkan tanah, termasuk jumlah luas tanah yang akan diberikan, dengan mempertimbangkan kondisi di masing-masing daerah.
Pemerintah juga berharap langkah ini dapat mengurangi ketimpangan kepemilikan lahan di Indonesia serta mendukung program reforma agraria yang berkeadilan.
Redistribusi tanah ini juga diharapkan dapat mendukung berbagai program pembangunan yang berkelanjutan di daerah, termasuk pengembangan sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan pariwisata alam.
Selain itu, pemerintah juga akan menyediakan fasilitas umum dan sosial yang diperlukan untuk mendukung kehidupan masyarakat di daerah tersebut.
Dengan mekanisme yang jelas dan perencanaan yang matang, pemerintah berharap redistribusi tanah ini dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat.
Belum Memiliki Rumah
Banyak keluarga di Indonesia yang masih belum memiliki rumah sendiri, karena masih ada yang tinggal di rumah dengan status kontrak, bebas sewa, dan lainnya.
Data ini diungkapkan dalam publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) yang berjudul Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2023.
Pada tahun 2023, sekitar 84,79 persen rumah tangga menempati rumah milik sendiri, sementara 15,21 persen lainnya belum memiliki rumah sendiri.
Dari 15,21 persen tersebut, sebagian besar keluarga tinggal di hunian dengan status bebas sewa, mencapai 9,37 persen dari total rumah tangga.
Dalam tiga tahun terakhir, persentase keluarga yang menempati rumah milik sendiri di Indonesia mengalami peningkatan meski tidak signifikan.