KABARBURSA.COM - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) dukung berbagai upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Salah satunya, ikut andil pada agenda Sosialisasi Forestry and other Land Use (FOLU) Net Sink tahun 2030.
Seperti diketahui, agenda tersebut merupakan strategi Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca untuk pengendalian perubahan iklim. Kegiatan tersebut digagas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
“Kami sangat menyambut baik adanya FOLU 2030. Karena berbicara penanganan lingkungan, kita sudah bergerak sejak dahulu dalam mengatasi kerusakan lingkungan,” ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Jateng, Sumarno seperti dikutip, Kamis, 29 Mei 2024.
Ia mengungkapkan akan berkolaborasi dengan stakeholder terkait, untuk sosialisasi dengan berbagai pendekatan. Di antaranya melalui pendekatan agama dan kearifan lokal, sehingga targetnya bisa tercapai.
Ditambahkan, kata dia, Jateng dengan kepadatan dan karakteristik penduduknya yang beragam, diperlukan kearifan lokal dan pendekatan keagamaan, agar strategi penurunan emisi GRK dapat dipahami masyarakat.
“Sosialisasi sudah kita lakukan. Kami sangat berterima kasih karena adanya program nasional FOLU ini, maka kolaborasi lebih kuat lagi,” katanya.
Sementara, Staf Ahli Menteri LHK, Tasdiyanto menyebut Pulau Jawa memiliki spesifikasi lingkungan hidup yang berbeda, karena dipengaruhi kepadatan penduduk. Aktivitas penduduk itu pada akhirnya berkontribusi pada penimbulan emisi yang lebih besar.
Ia pun menilai positif pada gagasan pendekatan keagamaan dan kearifan lokal. Terlebih, masyarakat Indonesia, termasuk Jateng, sangat kuat dalam menjalankan perintah agamanya masing-masing.
“Kami sepakat dengan Provinsi Jateng, bahwa pendekatan untuk sosialisasi, selain teknis berbasis sains, juga harus dikemas dengan bahasa yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat,” katanya.
Ketua Harian I Tim Kerja Indonesia FOLU Net Sink 2030, Ruandha Agung mengatakan Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas di lima sektor. Yakni sektor FOLU, energi, industri, sampah, dan pertanian. Untuk sektor FOLU mempunyai tugas berat, yakni menurunkan 60 persen emisi gas rumah kaca.
“Oleh karena itu, sosialisasi kepada masyarakat dari tingkat nasional sampai daerah harus dilakukan,” katanya.
Hingga Mei 2024, Kementerian LHK sudah menyelesaikan penyususunan rencana kerja subnasional di 28 provinsi. Sementara enam provinsi di Pulau Jawa, termasuk Jawa Tengah, ditargetkan selesai pada 2024.
Berbagai pendekatan yang dilakukan antara lain dengan mengundang seluruh pemda, masyarakat, dan stakeholder terkait, melalui podcast di radio, media massa, dan sebagainya, agar program penanganan emisi gas sektor FOLU secara detail dapat diketahui masyarakat luas.
Komitmen Mereduksi Emisi
Indonesia kembali menyampaikan komitmennya dalam mereduksi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Hal ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, di Nikkei Forum Future of Asia, Tokyo, Jepang.
Nikkei Forum 2024 merupakan pertemuan internasional yang diselenggarakan setiap tahun oleh Nikkei Inc sejak 1995 dan dianggap sebagai salah satu konferensi global terpenting di Asia. Para pemimpin dan pengusaha global turut serta dalam acara tersebut.
Dalam paparannya, Arifin mengatakan bahwa Indonesia berkomitmen mengurangi emisi GRK dan mencapai Net Zero Emission (NZE) berdasarkan kondisi dan kemampuan nasional pada tahun 2060 atau 2070-an.
“Indonesia telah menerbitkan Enhanced National Determined Contribution (ENDC) yang akan semakin mengurangi emisi pada sektor energi,” kata Arifin dalam keterangan tertulis.
Selain ENDC, Kementerian ESDM juga telah membangun roadmap atau Peta Jalan NZE sektor energi. Peta jalan ini menjadi acuan untuk mencapai target pengurangan emisi dan mengimplementasikan transisi energi bersih.
“Peta jalan ini terdiri atas pengembangan energi terbarukan, program reduksi karbon, pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), elektrifikasi, efisiensi energi, juga CCS/CCUS,” jelasnya.
Arifin menambahkan bahwa Indonesia memiliki berbagai sumber energi, baik yang berbasis hidrokarbon maupun energi terbarukan yang bersih. Namun, dalam mencapai target NZE dan implementasi roadmap tersebut, pihaknya masih menemui berbagai tantangan.
“Indonesia dikaruniai dengan energi berbasis hidrokarbon seperti minyak bumi, gas bumi, serta batubara, dan energi terbarukan yakni energi hidro, panas bumi, surya, angin, dan bioenergi. Namun, pertanyaannya kini adalah bagaimana pemanfaatannya,” ujarnya.
Indonesia sendiri telah menjalankan beberapa program dalam upaya mencapai target tersebut, seperti pembangunan infrastruktur interkoneksi ketenagalistrikan, infrastruktur gas bumi, dan eksplorasi gas alam secara masif.
Selain itu, telah dijalankan program phase down PLTU, PLTS Atap dan Terapung, pengembangan PLTP dan PLTA, ekosistem kendaraan listrik, dan pilot project CCS/CCUS yang ditargetkan beroperasi pada 2030.
Arifin menambahkan, Indonesia juga mendorong hilirisasi komoditas tambang mineral yang mendukung pengembangan ekosistem energi baru dan terbarukan (EBT). Transisi ke kendaraan listrik juga menjadi strategi utama untuk melakukan dekarbonisasi transportasi, yang mampu mengurangi emisi sekaligus mendukung dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan.
Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah Indonesia berencana untuk memperkuat kerjasama internasional dan memanfaatkan teknologi mutakhir guna mempercepat transisi energi. Upaya ini termasuk pengembangan lebih lanjut dalam penelitian dan inovasi di bidang energi terbarukan dan teknologi rendah karbon.
“Kami percaya bahwa dengan kerjasama dan komitmen yang kuat, kita dapat mencapai target ini. Indonesia siap menjadi bagian dari solusi global dalam menghadapi perubahan iklim,” kata Arifin mengakhiri paparannya.
Dengan berbagai langkah strategis ini, Indonesia berharap dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam mengelola transisi energi yang berkelanjutan dan mencapai netralitas karbon.