Logo
>

Jokowi Minta BI dan OJK Punya Cadangan Data Berlapis

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Jokowi Minta BI dan OJK Punya Cadangan Data Berlapis

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memiliki cadangan data berlapis demi kenyamanan masyarakat dalam bertransaksi.

    "Jangan sampai kita tidak siap, tidak memiliki back up data yang berlapis. Saya minta berlapis back up datanya, sehingga pengguna, rakyat semuanya merasa aman dalam bertransaksi," kata presiden Jokowi di Jakarta, Kamis 1 Agustus 2024.

    Presiden menekankan pentingnya keamanan data di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Dia mengingatkan BI dan OJK untuk memastikan kesiapan mereka dalam hal ini.

    Presiden juga menyinggung insiden peretasan server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) sebagai pelajaran penting dalam upaya meningkatkan keamanan data.

    "Penting itu. Pengalaman pengamanan kita kemarin harus benar-benar dijadikan pelajaran yang baik dan bermanfaat untuk ke depannya," kata Presiden.

    Selain masalah keamanan data, Presiden meminta BI dan OJK untuk meningkatkan perlindungan di sektor ekonomi digital, terutama mengingat jumlah UMKM di Indonesia yang mencapai 64 juta usaha.

    Presiden juga menyoroti rendahnya literasi keuangan, yang membuat masyarakat rentan terhadap penipuan dan kejahatan digital. "Siapkan sistem perlindungan konsumen, pastikan keamanan data konsumen. Jangan sampai rakyat kecil jadi pihak yang dirugikan," ujar Presiden.

    Penggunaan AI Masuk Perbankan

    Penggunaan Artificial Intelligence (AI) semakin meluas di berbagai sektor, termasuk perbankan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengatur industri mengingatkan perbankan untuk berhati-hati dalam mengadopsi AI dalam operasional mereka.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa ada berbagai risiko penyalahgunaan AI yang dapat merugikan konsumen bank. Meski AI juga memiliki manfaat dalam membantu proses bisnis bank, potensi risiko seperti bias algoritma, deepfakes, dan kemampuan AI membuat keputusan sendiri harus diwaspadai.

    Dian menekankan pentingnya perbankan memahami mekanisme kerja AI agar dapat memanfaatkannya secara optimal, sambil tetap mengantisipasi kemungkinan risiko yang muncul.

    Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa perbankan telah menggunakan AI di beberapa area seperti otomatisasi pekerjaan untuk chatbot/voice assistant, pemrosesan dokumen, pemantauan transaksi, pendeteksian penipuan dan pencucian uang, serta mesin keputusan untuk membantu proses penilaian kredit.

    Pemanfaatan AI ini juga membawa dampak positif pada operasional bisnis bank, terutama dalam meningkatkan efisiensi melalui otomatisasi pekerjaan.

    Dian menjelaskan bahwa penerapan AI di Indonesia masih beragam karena perbedaan model bisnis, penggunaan teknologi, sumber daya manusia, finansial, dan struktur organisasi di antara bank. Untuk memastikan bahwa penggunaan AI dilakukan dengan bertanggung jawab, adil, transparan, dan sesuai dengan nilai-nilai etika, OJK sedang menyusun panduan tata kelola AI untuk perbankan.

    Selain itu, Dian menegaskan bahwa OJK telah menerbitkan POJK No. 11/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum dan POJK No. 21/2023 tentang Layanan Digital oleh Bank Umum. Aturan tersebut mengharuskan bank untuk mengadopsi Teknologi Informasi (TI) dalam pelayanan Layanan Digital secara bertanggung jawab.

    “Kepentingan nasabah atau konsumen harus diperhatikan dengan seksama,” ujarnya.

    Sebelumnya, laporan terbaru dari Citi Global Perspectives & Solutions (Citi GPS) yang bertajuk “AI in Finance: Bot, Bank & Beyond”, menyebutkan total profit perbankan dunia bisa meningkat sebesar USD170 miliar atau Rp2.775,25 triliun (kurs Rp16.325) atau tumbuh 9 persen pada tahun 2028.

    Total Laba Perbankan

    Alhasil, total laba perbankan global diprediksi mencapai USD2 triliun pada tahun 2028, dari perkiraan USD1,8 triliun jika tidak menggunakan AI.

    Laporan tersebut juga menganalisis penerapan AI di sektor keuangan yang dapat mengubah industri jasa keuangan dan perekonomian secara keseluruhan secara signifikan. Meskipun teknologi bukan satu-satunya faktor yang mendorong profitabilitas, namun merupakan faktor penting. Dalam era data yang berkembang pesat saat ini, teknologi tetap menjadi pembeda strategis utama dalam mendorong profit.

    Hasil riset menunjukkan bahwa sebanyak 93 persen lembaga keuangan yang disurvei mengatakan AI telah meningkatkan profitabilitas mereka selama lima tahun ke depan. AI dapat meningkatkan produktivitas bank dengan mengotomatisasi tugas-tugas rutin, menyederhanakan operasi, dan memungkinkan karyawan untuk fokus pada aktivitas yang memberikan nilai tambah lebih tinggi.

    Saat ini, sejumlah perusahaan besar sedang berlomba-lomba melakukan investasi besar-besaran pada infrastruktur kecerdasan buatan (AI). Mereka percaya bahwa investasi ini memiliki potensi besar untuk menghasilkan keuntungan yang luar biasa.

    Namun, hingga kini, banyak perusahaan belum merasakan keuntungan signifikan dari investasi dalam ekosistem AI, yang menunjukkan adanya kesenjangan nilai bagi pengguna akhir. Analis dari Sequoia Capital, David Cahn, menyatakan bahwa perusahaan AI perlu menghasilkan sekitar USD600 miliar (Rp9.751,08 triliun) per tahun untuk menutupi biaya infrastruktur mereka, termasuk pusat data. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.