KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan smelter tembaga dan pemurnian logam mulia milik PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin, 23 September 2024. Smelter ini, yang dibangun dengan investasi sebesar Rp21 triliun, diharapkan mampu mendorong hilirisasi industri tambang di dalam negeri.
"Kita tidak boleh lagi mengekspor bahan mentah ke luar negeri, di mana nilai tambahnya hanya dinikmati oleh negara lain yang memiliki smelter," ujar Jokowi dalam peresmian tersebut.
Selain itu, Jokowi berharap smelter AMMN dapat membawa dampak ekonomi bagi daerah sekitar, menciptakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian nasional.
Seiring dengan langkah besar ini, kinerja saham dan fundamental AMMN pun menjadi sorotan. Meskipun proyek smelter baru ini menjanjikan masa depan cerah, bagaimana performa terkini perusahaan di pasar saham? Dalam beberapa minggu terakhir, saham AMMN mengalami fluktuasi. Investor pun perlu mencermati lebih jauh apakah prospek bisnis jangka panjang ini sejalan dengan kondisi keuangan dan performa saham saat ini.
Kinerja Saham AMMN
Saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) mengalami penurunan pada minggu terakhir. Melansir data Stockbit, harga saham turun sebesar Rp300, atau 2,91 persen, menjadi Rp10.025. Sebelumnya, harga sempat mencapai Rp10.425, tetapi tren dalam satu minggu terakhir menunjukkan penurunan yang konsisten. Penurunan ini dapat mencerminkan respon pasar terhadap kondisi terbaru, termasuk pergerakan nilai komoditas dan kondisi internal perusahaan.
Pendapatan Bersih
Pada laporan keuangan, pendapatan bersih untuk kuartal kedua tahun 2024 meningkat signifikan menjadi Rp5,74 triliun dari kuartal sebelumnya sebesar Rp2,04 triliun. Angka ini berbanding terbalik dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (2023), yang justru mencatatkan kerugian sebesar Rp865 miliar. Kenaikan ini menandakan pemulihan kinerja operasional perusahaan setelah mengalami tantangan pada tahun 2023. Secara tahunan, pendapatan bersih yang di-annualisasi mencapai Rp15,58 triliun, jauh lebih baik dibandingkan tahun 2023 yang hanya sebesar Rp3,89 triliun. Hal ini menegaskan bahwa AMMN berada pada jalur pertumbuhan yang positif, dengan potensi peningkatan laba hingga akhir 2024.
Valuasi Perusahaan
Dari sisi valuasi, rasio harga terhadap pendapatan (Price to Earnings Ratio atau PE Ratio) pada tahun berjalan adalah 46,65 kali, yang mencerminkan bahwa harga saham AMMN relatif lebih tinggi dibandingkan pendapatan bersihnya. Dengan rasio PE TTM (Trailing Twelve Months) sebesar 73,42 kali, ini mengindikasikan valuasi yang lebih mahal dibandingkan dengan rata-rata di sektor tambang. Hal ini menunjukkan bahwa investor masih optimis terhadap prospek jangka panjang meskipun pendapatan yang baru tercatat belum terlalu signifikan.
Sementara itu, rasio harga terhadap penjualan (Price to Sales Ratio) berada di angka 18,69 kali, dan rasio harga terhadap nilai buku (Price to Book Ratio) di 8,89 kali. Kedua rasio ini menunjukkan perusahaan dinilai lebih mahal oleh pasar, yang bisa mencerminkan harapan akan kinerja yang terus tumbuh di masa depan, terutama dengan berjalannya proyek smelter dan hilirisasi tembaga.
Solvabilitas dan Profitabilitas
Pada aspek solvabilitas, AMMN menunjukkan kondisi likuiditas yang cukup sehat, dengan current ratio (rasio lancar) sebesar 2,48 kali, dan quick ratio (rasio cepat) sebesar 2,15 kali. Ini menandakan perusahaan memiliki cukup aset lancar untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Namun, debt to equity ratio (rasio utang terhadap ekuitas) sebesar 0,77 kali menunjukkan adanya porsi utang yang signifikan terhadap ekuitas, meskipun masih dalam batas yang sehat.
Dari sisi profitabilitas, margin laba bersih (net profit margin) AMMN pada kuartal terakhir tercatat sebesar 187,15 persen, yang merupakan angka yang sangat tinggi. Ini mencerminkan efisiensi operasional perusahaan, yang mampu menjaga keuntungan besar dari pendapatannya. Gross profit margin (margin laba kotor) juga tercatat sangat besar, mencapai 682,01 persen, yang mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya produksi dengan baik.
Laporan Laba Rugi
Pada periode 12 bulan terakhir (TTM), AMMN mencatatkan pendapatan sebesar Rp38,88 triliun. Laba kotor yang dihasilkan sebesar Rp30,60 triliun, sementara laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) mencapai Rp24,92 triliun. Pendapatan bersih (net income) dalam 12 bulan terakhir tercatat sebesar Rp9,90 triliun. Angka ini menunjukkan meskipun pendapatan signifikan, perseroan masih menghadapi tekanan pada profitabilitas bersih yang lebih rendah dibandingkan EBITDA.
Neraca Keuangan
Pada kuartal terakhir, AMMN memiliki kas sebesar Rp21,85 triliun, dan total aset sebesar Rp168,45 triliun. Total kewajiban (liabilitas) perusahaan mencapai Rp85,26 triliun, dengan utang jangka pendek sebesar Rp7,62 triliun dan utang jangka panjang sebesar Rp55,79 triliun. Total utang keseluruhan adalah Rp63,32 triliun. Ekuitas perusahaan tercatat sebesar Rp81,74 triliun, dengan utang bersih (net debt) sebesar Rp41,46 triliun. Angka-angka ini menunjukkan bahwa AMMN masih memiliki beban utang yang cukup besar, namun kas yang tersedia membantu menjaga likuiditas.
Arus Kas
Arus kas dari aktivitas operasi dalam periode 12 bulan terakhir tercatat sebesar Rp5,03 triliun. Sementara itu, arus kas dari investasi menunjukkan pengeluaran sebesar Rp31,13 triliun, dan arus kas dari pembiayaan positif sebesar Rp36,81 triliun. Belanja modal (capital expenditure) selama periode ini sebesar Rp31,13 triliun, sehingga menghasilkan arus kas bebas (free cash flow) negatif sebesar Rp26,09 triliun.
Pertumbuhan
Pertumbuhan pendapatan kuartalan secara tahunan (YoY) mencapai 180,24 persen, sementara pertumbuhan pendapatan untuk tahun berjalan (YTD YoY) sebesar 146,37 persen. Namun, pertumbuhan pendapatan tahunan mengalami penurunan sebesar 28,86 persen. Pendapatan bersih kuartalan menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 763,75 persen, dan pertumbuhan pendapatan bersih tahun berjalan mencapai 337,20 persen. Meskipun demikian, pertumbuhan laba bersih tahunan justru turun 77,17 persen. Penurunan ini dapat disebabkan oleh beban investasi yang besar dan penurunan pendapatan secara tahunan.
Kinerja Harga Saham
Dalam satu bulan terakhir harga saham turun 4,07 persen. Penurunan yang lebih signifikan terlihat dalam rentang tiga bulan, di mana harga saham merosot 14,86 persen. Namun, secara tahunan, harga saham mengalami kenaikan sebesar 90,05 persen, dan year to date (sejak awal tahun) harga saham telah naik sebesar 53,05 persen. Harga tertinggi saham dalam 52 minggu terakhir tercatat di Rp15.000, sementara harga terendahnya adalah Rp5.150.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.