KABARBURSA.COM - Tekanan jual di pasar surat utang terus berlanjut hari ini, Kamis 25 April 2024, setelah Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan BI rate ke level tertinggi sejak diperkenalkan pada tahun 2016. Imbal hasil surat utang negara (SUN/INDOGB) naik di hampir semua tenor, melampaui 7 persen.
Tenor 10Y mencatatkan kenaikan imbal hasil ke 7,073 persen. Sementara tenor 15Y mencapai 7,117 persen dan tenor 30Y mencapai 7,086 persen.
Tenor pendek dan menengah cenderung lebih stabil, dimana hanya SUN 5Y yang mencatatkan kenaikan imbal hasil ke 7,096 persen. Sementara tenor 1Y turun ke 7,109 persen.
Imbal hasil SUN tenor pendek telah merefleksikan kenaikan BI rate. Namun, imbal hasil tenor menengah dan panjang tampaknya belum sepenuhnya terefleksikan dan mulai bereaksi terhadap kenaikan bunga acuan hari ini.
"Kami merekomendasikan investor untuk lebih memperhatikan INDOGB tenor pendek di bawah 5Y yang memiliki risiko penurunan lebih rendah dan potensi keuntungan lebih tinggi dengan yield yang mendasar pada JIBOR 1W 6,5 persen," kata Tim Riset Mega Capital Sekuritas dalam catatan pagi ini.
Analis memprediksi bahwa yield SUN 10Y akan naik ke kisaran 7,05 persen-7,15 persen, sementara imbal hasil surat utang RI dalam dolar AS (INDON) juga akan naik ke kisaran 5,45 persen-5,55 persen.
Kenaikan BI rate menjadi 6,25 persen mungkin bisa memberikan sokongan sentimen lebih positif bagi nilai tukar rupiah dalam jangka pendek dan menengah.
Namun, bunga pinjaman yang kembali naik itu mungkin belum cukup ampuh menarik arus modal asing kembali masuk ke pasar dalam negeri, menurut penilaian para analis asing.
Imbal hasil surat utang rupiah sejauh ini dinilai masih kurang atraktif terutama dibanding dengan aset investasi acuan seperti US Treasury yang masih dibayangi oleh ekspektasi bunga The Fed.
Ke depan, dengan prospek penurunan bunga The Fed semakin mundur ke September bahkan November, bahkan ada potensi tidak ada pemangkasan bunga acuan tahun ini, selisih imbal hasil yang masih sempit akan sulit menarik asing kembali ke rupiah.
Kenaikan BI rate pada akhirnya memang akan menolong rupiah lebih stabil terutama bila tekanan permintaan dolar AS mereda setelah musim pembayaran dividen.
"Namun, arus masuk modal asing ke investasi portofolio sepertinya masih akan sulit mengingat rendahnya premi relatif antara INDOGB dan Treasury. Juga karena investor cenderung berhati-hati terhadap aset-aset rupiah akibat volatilitas rupiah," kata Aditya Sharma, Strategist di Natwest Markets di India, seperti dilansir Bloomberg.
SRBI bisa jadi pilihan lain bagi para investor asing meski masih lebih tinggi imbal hasil yang ditawarkan oleh aset-aset di pasar berkembang Amerika Latin. Dalam lelang terakhir 19 April lalu, imbal hasil SRBI tenor 6 bulan menyentuh level tertinggi di 6,81 persen.