KABARBURSA.COM – Euforia pasar terlihat jelas ketika saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) terus menanjak sepanjang September hingga awal Oktober 2025.
Dalam sebulan, harga saham perusahaan tambang mineral ini melesat lebih dari 100 persen, dari Rp475 menjadi Rp975 per lembar.
Antusiasme investor ritel dan institusi semakin kuat, seiring harapan pada produksi emas dari tambang Poboya serta ekspansi besar ke Gorontalo dan Dairi.
Namun, di balik reli harga saham yang mencetak rekor, muncul pertanyaan serius mengenai keberlanjutan tren tersebut. Valuasi BRMS sudah melonjak jauh meninggalkan kinerja fundamental, sementara beban utang dan keterbatasan kas masih menghantui.
Kondisi ini membuat investor bertanya-tanya: apakah kenaikan spektakuler ini masih akan berlanjut, atau justru menjadi puncak sementara sebelum koreksi dalam?
Kinerja Bisnis BRMS hingga Semester Berjalan
BRMS mengelola sejumlah anak usaha tambang emas dan mineral, antara lain PT Citra Palu Minerals di Sulawesi Tengah dan PT Gorontalo Minerals di Sulawesi.
Perseroan juga memiliki kepemilikan pada PT Dairi Prima Mineral untuk komoditas seng dan timah hitam. Aset konsolidasi BRMS per Maret 2025 tercatat sebesar USD1,16 miliar, naik tipis dibanding Desember 2024.
Dari sisi pendapatan, BRMS mencatat penjualan USD63,31 juta pada kuartal I 2025, melonjak lebih dari tiga kali lipat dibanding USD20,32 juta pada periode sama 2024.
Laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk mencapai USD14,46 juta, atau naik hampir empat kali lipat dari USD3,58 juta tahun lalu.
Lonjakan laba terutama ditopang produksi emas di tambang Poboya dan kontribusi eksplorasi dari entitas anak di Palu serta Gorontalo.
Namun, perusahaan masih menghadapi beban keuangan tinggi, dengan biaya bunga USD2,56 juta pada kuartal I 2025. Utang jangka pendek mencapai USD143,57 juta, sementara utang jangka panjang USD7,09 juta.
Dengan kas setara kas USD7,87 juta, ruang manuver likuiditas BRMS relatif terbatas. Meski begitu, cadangan mineral besar di Gorontalo dan Dairi menjadi modal penting untuk menopang ekspansi jangka panjang.
Analisis Kinerja Saham BRMS
Dalam perdagangan 2 Oktober 2025, saham BRMS ditutup Rp955, naik 2,14 persen dibanding sehari sebelumnya.
Sepekan terakhir, saham melonjak 36 persen, sedangkan sebulan penuh sudah mencatat kenaikan 100,63 persen. Lonjakan ini mendorong kapitalisasi pasar mendekati Rp140 triliun, menjadikan BRMS salah satu emiten tambang menengah paling diperhatikan di bursa.
Secara valuasi, dengan laba bersih kuartal I 2025 sebesar USD14,46 juta atau sekitar Rp240 miliar, price to earnings ratio (P/E) BRMS terhitung masih sangat tinggi.
Dengan harga saham Rp955 dan kapitalisasi pasar lebih dari Rp130 triliun, P/E mencapai ratusan kali, jauh di atas rata-rata sektor pertambangan yang berkisar 10–15 kali.
Price to book value (PBV) BRMS juga berada di atas 4 kali, mencerminkan premium yang signifikan dibanding nilai bukunya sekitar Rp240 per saham.
Dalam jangka pendek, reli saham ini lebih banyak digerakkan oleh sentimen spekulatif dan aksi akumulasi investor ritel. Secara teknikal, level Rp1.000 menjadi area psikologis penting yang bisa memicu aksi ambil untung.
Sementara support terdekat berada di Rp900, yang jika ditembus bisa membawa harga kembali terkoreksi.
Apakah Saham BRMS Masih Layak Ditahan?
Secara fundamental, BRMS telah menunjukkan pertumbuhan laba yang signifikan pada awal 2025 berkat peningkatan produksi emas.
Namun tingginya beban utang dan keterbatasan kas membuat perusahaan masih harus berhati-hati dalam ekspansi.
Investor jangka panjang perlu mencermati kelanjutan proyek tambang Gorontalo dan Dairi yang bisa menjadi game changer dalam lima tahun mendatang.
Dari sisi teknikal, saham BRMS sudah mengalami overbought setelah reli 100 persen dalam sebulan.
Potensi kenaikan masih terbuka jika ada katalis berupa peningkatan produksi atau kabar ekspor mineral. Namun risiko koreksi juga besar mengingat valuasi yang sudah jauh meninggalkan kinerja fundamental.
Bagi trader jangka pendek, BRMS tetap menarik sebagai saham momentum dengan volatilitas tinggi. Sementara untuk investor jangka panjang, keputusan menahan saham sebaiknya mempertimbangkan profil risiko pribadi dan kesiapan menghadapi potensi fluktuasi besar.
Reli sebulan terakhir memberi keuntungan besar, tetapi keberlanjutan tren masih akan diuji oleh realisasi kinerja keuangan semester II 2025. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.