KABARBURSA.COM - Sejumlah staf Google berunjuk rasa terkait hubungan perusahaan dengan pemerintah Israel. Mereka hendak mengungkapkan kepedulian dan keprihatinan mereka terhadap isu politik dan hak asasi manusia di Timur Tengah, khususnya terkait konflik Israel-Palestina.
Kelompok pro-Palestina yang tergabung dalam kelompok "No Tech for Apartheid" mengecam Google atas kontraknya dengan pemerintah Israel, khususnya terkait dengan Project Nimbus yang melibatkan Google Cloud dan Amazon Web Services. Protes ini menyoroti peran perusahaan teknologi besar dalam mendukung atau terlibat dalam proyek-proyek yang dipandang kontroversial oleh sebagian masyarakat.
Sekelompok staf lain yang melakukan aksi terlihat menduduki lantai 10 kantor Google di Manhattan sebagai bagian dari protes yang juga meluas ke kantor perusahaan tersebut di Seattle.
Mengenai aksi tersebut, pihak Google belum berkomentar.
Project Nimbus awalnya diumumkan pada April 2021. Karyawan teknologi di Amazon dan Google telah menyuarakan kekhawatiran bahwa teknologi tersebut dapat digunakan oleh militer Israel untung menyerang warga Palestina.
"Teknologi ini memungkinkan pengawasan lebih lanjut dan mengumpulkan data warga Palestina yang melanggar hukum, dan memfasilitasi perluasan pemukiman ilegal Israel di tanah Palestina," demikian tertuls dalam surat terbuka anonim yang mengatasnamakan karyawan Google dan Amazon di The Guardian.
"Produk yang kami buat digunakan untuk mengabaikan hak-hak dasar warga Palestina, memaksa warga Palestina keluar dari rumah mereka, dan menyerang warga Palestina di Jalur Gaza," lanjutnya.
Project Nimbus merupakan proyek kerja sama pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan antara pihak militer Israel (Israel Defense Forces/IDF) dengan Google dan sejumlah perusahaan teknologi lain seperti Amazon. Proyek senilai USD1,2 miliar ini menyediakan layanan cloud kepada pemerintah Israel, terutama di sektor militer.
Tujuan dari kesepakatan ini adalah memasok militer Israel dengan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan. Alat-alat canggih ini nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan militer, termasuk mengumpulkan data intelijen.