Logo
>

Kebijakan Subsidi Energi dari Era Soekarno hingga Jokowi

Ditulis oleh KabarBursa.com
Kebijakan Subsidi Energi dari Era Soekarno hingga Jokowi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa subsidi dan kompensasi energi sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama: volatilitas harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude-oil Price atau ICP), nilai tukar rupiah, dan volume penyaluran.

    Proyeksi ICP dan nilai tukar rupiah saat ini diperkirakan melampaui level yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Akibatnya, Kemenkeu memperkirakan anggaran subsidi dan kompensasi energi akan melonjak hingga Rp37,1 triliun sepanjang tahun ini.

    Staf Khusus Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menyatakan bahwa outlook ICP diperkirakan berada di rentang USD79 - USD85 per barel, sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berkisar antara Rp15.900 - Rp16.100.

    Padahal, dalam APBN 2024, ICP dan nilai tukar masing-masing dipatok pada USD82 per barel dan Rp15.000. "Diperkirakan volume solar sampai akhir tahun di kisaran 17 juta kiloliter (kl), Pertalite 30 juta kl, dan liquefied petroleum gas (LPG) 8 juta ton," ujar Yustinus, dikutip Minggu 14 Juli 2024.

    Sebagai perbandingan, kuota solar dalam APBN 2024 ditetapkan sebesar 17,8 juta kl, Pertalite 31,7 juta kl, dan LPG 3 kg sebesar 8,03 juta ton.

    Meskipun subsidi dan kompensasi energi diperkirakan meningkat, Yustinus menegaskan bahwa Kemenkeu memastikan APBN tetap terkendali, sebagaimana tercermin dalam outlook defisit 2024 yang berkisar 2,7 persen dari produk domestik bruto (PDB), masih dalam batas aman.

    "Ini menjadi fondasi keberlanjutan fiskal 2025 dengan defisit on track di kisaran 2,29 persen hingga 2,82 persen PDB," tambahnya.

    Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan pemerintah telah sepakat untuk meningkatkan target defisit APBN 2024 menjadi Rp609,7 triliun atau 2,7 persen dari PDB, meningkat dari target awal defisit fiskal sebesar Rp522,8 triliun atau 2,29 persen dari PDB.

    Kedua pihak juga menyetujui penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp100 triliun untuk menutupi pelebaran defisit yang terjadi. Pada perkembangan terakhir, pemerintah telah membukukan defisit anggaran sebesar Rp77,3 triliun pada Juni 2024.

    “Apakah laporan semester dapat disetujui dan menjadi kesimpulan DPR, pemerintah, dan Bank Indonesia dalam realisasi semester-I dan prognosis semester-II APBN 2024? Apakah dapat disetujui?” tanya Wakil Ketua Banggar Cucun Ahmad di Ruang Rapat Banggar DPR RI, Selasa 9 Juli 2024.

    Ada beberapa faktor yang menyebabkan anggaran subsidi di Indonesia bengkak, terutama di tahun 2023 dan 2024 misalnya, harga energi global, seperti minyak dan gas, mengalami kenaikan signifikan akibat berbagai faktor, seperti perang di Ukraina, tingginya permintaan, dan pemulihan ekonomi pasca pandemi. Hal ini menyebabkan harga BBM dan LPG subsidi di Indonesia juga ikut naik.

    Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mengalami pelemahan di tahun 2023 dan 2024. Hal ini menyebabkan impor barang bersubsidi, seperti minyak dan gas, menjadi lebih mahal, sehingga meningkatkan beban subsidi pemerintah.

    Masih terjadi penyaluran subsidi yang tidak tepat sasaran, sehingga subsidi dinikmati oleh orang-orang yang tidak berhak. Hal ini menyebabkan pemborosan anggaran subsidi.

    Perang di Ukraina menyebabkan disrupsi pada pasokan energi global, sehingga harga energi melonjak tinggi, disamping permintaan energi global meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi. Hal ini menyebabkan harga energi semakin tinggi.

    Pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi pembengkakan anggaran subsidi, misalnya menaikkan harga BBM dan LPG subsidi, Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban subsidi pemerintah dan mendorong konsumsi energi yang lebih hemat.

    Pemerintah melakukan pendataan ulang penerima subsidi dan menerapkan sistem distribusi yang lebih transparan. Pemerintah mendorong pengembangan sumber energi alternatif, seperti energi terbarukan, untuk mengurangi ketergantungan pada energi impor.

    Meskipun langkah-langkah tersebut telah diambil, namun pembengkakan anggaran subsidi masih menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia.

    Kebijakan Subsidi Energi 

    Namun perlu diketahui, kebijakan subsidi energi Indonesia sudah berlangsung sejak era Presiden Soekarno.

    Era Presiden Soekarno (1965-1966):

    • Penerapan subsidi BBM pertama kali dilakukan untuk meringankan beban rakyat di tengah situasi ekonomi yang sulit.
    • Penyesuaian harga BBM dilakukan pada tahun 1965 dan 1966.

    Era Presiden Soeharto (1967-1998):

    • Subsidi energi menjadi instrumen penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial.
    • Jenis BBM yang disubsidi diperluas, termasuk minyak tanah, solar, dan premium.
    • Harga BBM bersubsidi mengalami penyesuaian berkala mengikuti fluktuasi harga global.

    Era Presiden BJ Habibie (1998-1999):

    • Harga BBM bersubsidi dipertahankan pada tingkat terakhir era Soeharto.

    Era Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001):

    • Dilakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi sebanyak empat kali.
    • Harga premium menjadi Rp 1.150 per liter, solar Rp 600 per liter, dan minyak tanah Rp 350 per liter.

    Era Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004):

    • Harga BBM bersubsidi kembali mengalami kenaikan.
    • Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM mulai diterapkan untuk meringankan beban masyarakat miskin.

    Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014):

    • Subsidi energi terus meningkat, membebani anggaran negara.
    • Upaya diversifikasi energi dan peningkatan efisiensi energi mulai digalakkan.
    • Harga BBM bersubsidi mengalami penyesuaian secara bertahap.

    Era Presiden Joko Widodo (2014-sekarang):

    • Komitmen untuk mengurangi subsidi energi terus ditekankan.
    • Fokus pada subsidi tepat sasaran melalui program seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
    • Harga BBM bersubsidi mengalami penyesuaian secara berkala.
    • Upaya transisi energi menuju energi terbarukan semakin digencarkan. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi