KABARBURSA.COM - Peneliti Kebijakan Publik, Riko Noviantoro menilai dihapusnya sistem kelas 1, 2, dan 3 dalam Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan upaya pemerintah dalam melayani masyarakat.
Riko mengatakan, jaminan kesehatan itu hak konstitusional yang berarti semua warga negara punya hak mendapatkan layanan kesehatan terbaik.
"Penghapusan kelas BPJS adalah upaya agar semua orang mendapatkan jaminan kesehatan," ujarnya kepada Kabar Bursa, Selasa 14 Mei 2024.
Dengan adanya penghapusan tersebut, Riko menyatakan semua masyarakat Indonesia sejatinya bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah.
Adapun terdapat 12 syarat fasilitas kelas rawat inap standar. Riko melihat, poin-poin tersebut telah dimiliki kamar standar di rumah sakit pada umumnya.
Akan tetapi, Riko khawatir rumah sakit di daerah-daerah belum memenuhi standar dari 12 poin tersebut. Hal ini tentu bisa membuat publik kecewa.
"Belum tentu semua daerah siap menyediakan. Jadi hanya rumah sakit tertentu yang bisa menyediakan. Akhirnya kalau enggak ada yang standar nanti publik kecewa, Masyarakat harus mendapatkan kenyamanan," katanya.
Dari situ, Riko pun paham mengapa Peraturan Presiden (Perpres) tersebut mulai berlaku tahun depan. Dia bilang, hal ini berguna agar rumah sakit di daerah berbenah diri menyiapkan infrastruktur yang memadai.
"Artinya, pemerintah sadar mendorong selama satu tahun agar semua rumah sakit bersiap untuk menata diri menyediakan fasilitas. Makannya diberlakukan selambat-lambatnya tahun depan," jelasnya.
Kendati begitu, Riko berharap Pemerintah Pusat turut membantu Pemerintah Daerah dalam menyiapkan segala hal demi bisa menjalankan Perpres ini.
"Saya berharap pemerintah pusat tidak duduk manis hanya mendorong pemda untuk menjalankan peraturan tersebut. Dia juga harus membantu pemerintah pusat," pungkasnya.
Jokowi Hapus Kelas
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menghapus sistem kelas 1, 2, dan 3 dalam Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Perubahan ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang ditetapkan pada 8 Mei 2024.
Perpres tersebut mengatur bahwa sistem KRIS harus mulai diterapkan pada tahun 2025. Pasal 103B Ayat 1 menyebutkan bahwa implementasi fasilitas ruang perawatan berbasis KRIS akan dimulai paling lambat pada 30 Juni 2025 di seluruh Indonesia.
Selain itu, Jokowi memberikan waktu kepada rumah sakit untuk mempersiapkan penerapan sistem baru ini. Rumah sakit dapat menyelenggarakan sebagian atau seluruh pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS sebelum 30 Juni 2025, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Target Nyaris Sempurna
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengungkapkan bahwa jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan telah mencapai 267,78 juta orang, atau sekitar 96 persen dari target yang ditetapkan.
Namun demikian, Ghufron juga mengakui bahwa ada sekitar 15 juta peserta JKN yang tidak aktif sejak tahun 2014 hingga 2024. Menurutnya, ada beberapa alasan di balik ketidakaktifan peserta JKN ini. “Salah satunya adalah peserta yang menunggak pembayaran iuran, serta peserta yang sebelumnya terdaftar dalam JKN saat bekerja di sebuah perusahaan. Namun, ketika perusahaan tersebut berhenti beroperasi, kepesertaan JKN mereka menjadi tidak aktif secara otomatis,” ujarnya, bulan lalu.
Selain itu, ada juga peserta yang sebelumnya menerima bantuan iuran dari pemerintah daerah (Pemda) namun kemudian tidak lagi mendapatkannya, sehingga keanggotaan JKN mereka terdampak.
Ghufron menyebut bahwa BPJS Kesehatan memiliki target untuk mengaktifkan kembali setidaknya 5 juta peserta JKN yang tidak aktif setiap tahunnya. “Untuk mencapai target tersebut, BPJS Kesehatan terus melakukan berbagai upaya, termasuk melalui Program Inovasi Pendanaan Masyarakat Peduli JKN,” jelasnya
Selain itu, BPJS Kesehatan juga menjalin kerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melalui program Pesiar, yang bertujuan untuk mempercepat pendaftaran peserta JKN di desa-desa.
Ghufron menegaskan bahwa BPJS Kesehatan melakukan berbagai upaya untuk mencapai target cakupan kesehatan universal (UHC) yang telah ditetapkan pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu sebesar 98 persen pada tahun 2024.
Namun, Ghufron juga menyoroti pentingnya dukungan dari Kementerian/Lembaga dan Pemda dalam upaya mencapai target tersebut. Menurutnya, kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan kesehatan seringkali baru muncul saat mereka sakit, sehingga dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk meningkatkan cakupan JKN.