KABARBURSA.COM - Kelebihan pasokan Nikel membuat harganya terus anjlok hingga menyentuh level USD18.000/ton. Nilai ini terus menyeret harga turun dari level 2022.
BMI, lembaga riset dari Fitch Solutions Company, tetap memproyeksikan harga nikel pada level USD18.000/ton untuk tahun ini. Proyeksi ini didasarkan pada peningkatan signifikan dalam produksi nikel, terutama di Indonesia dan China, yang menjadi faktor utama penurunan harga pada tahun sebelumnya. Pada 2023, harga rata-rata tahunan nikel turun 15,3 persen menjadi USD21.688/ton, mencerminkan kondisi pasar yang jenuh dan permintaan yang lesu.
BMI memproyeksikan akan ada surplus sebesar 253 kiloton di pasar nikel global pada 2024, naik sedikit dari surplus 209 kt pada tahun sebelumnya. Lonjakan produksi ini terutama disebabkan oleh peningkatan produksi nickel pig iron (NPI) dan produk nikel antara di Indonesia, yang terdampak langsung oleh kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 2020.
Di Indonesia, produksi nikel olahan naik 24,7 persen menjadi 383 kt pada kuartal I-2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dengan proyeksi pertumbuhan produksi tahunan sebesar 17,0 persen untuk 2024. Di sisi lain, China daratan, sebagai produsen nikel olahan terbesar kedua di dunia, mencatat pertumbuhan produksi 2,3 persen year-on-year menjadi 220 kt pada kuartal I-2024.
Namun, terdapat risiko signifikan terkait sisi pasokan. Keterlambatan dalam persetujuan kuota produksi tambang di Indonesia meningkatkan kekhawatiran terhadap penurunan stok bijih domestik, yang berpotensi mengurangi volume produksi tahunan nikel yang dimurnikan. Di luar itu, produsen nikel di negara lain menghadapi tantangan dalam menjaga daya saing operasional mereka, terutama terkait biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia.
Sentimen pasar terhadap nikel mengalami fluktuasi signifikan, dengan harga mencapai level tertinggi USD21.615/ton pada Mei tetapi kemudian merosot menjadi USD17.291/ton pada Juni karena melemahnya optimisme investor. Meskipun mengalami kenaikan year-to-date sebesar 4,3 persen, harga nikel turun 15,5 persen secara bulanan pada Juni, menunjukkan ketidakpastian dan volatilitas yang masih menghantui pasar.
BMI menyoroti bahwa meskipun harga nikel saat ini tertekan, risiko potensial seperti gangguan pasokan atau pelemahan dolar AS pada akhir tahun dapat memberikan dukungan terbatas namun signifikan terhadap harga nikel di kuartal IV-2024 hingga 2025. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun ada tekanan turun, potensi untuk kenaikan harga nikel masih ada, terutama dalam konteks dinamika pasar global yang kompleks dan rentan terhadap perubahan eksternal.
Dalam kesimpulannya, meskipun pasar nikel menghadapi tantangan dari kelebihan pasokan dan fluktuasi harga yang signifikan, potensi untuk kenaikan harga di masa mendatang tetap ada, terutama jika terjadi gangguan pasokan atau perubahan tiba-tiba dalam permintaan global. Hal ini menandakan pentingnya untuk terus memonitor perkembangan pasar dan faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi harga nikel di masa depan.
Lepas Investasi Rp42,64 Persen
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) baru saja menginformasikan bahwa mereka melepas kesempatan investasi sebesar Rp42,64 triliun dari proyek Nikel di Maluku Utara. Ada dua investor yang dianggap belum bisa bergabung, meskipun mereka adalah investor besar. Perusahaan tersebut adalah Badische Anilin und Soda Fabric (BASF), sebuah perusahaan kimia terbesar asal Jerman, dan Eramet, perusahaan pertambangan dan metalurgi asal Prancis.
Proyek Sonic Bay di Maluku Utara merupakan pembangunan pabrik pemurnian (smelter) nikel dengan teknologi high pressure acid leach (HPAL) yang menghasilkan mixed hydroxide precipitates (MHP).
Nurul Ichwan, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi (BKPM), menyampaikan keputusan pembatalan investasi tersebut diperoleh setelah melakukan berbagai evaluasi.
“Kami dari awal terus mengawal rencana investasi ini. Namun pada perjalanannya, perusahaan beralih fokus, sehingga akhirnya mengeluarkan keputusan membatalkan investasi proyek Sonic Bay ini,” kata Nurul dalam keterangan resminya, Kamis, 27 Juni 2024.
Meskipun demikian, lNurul menegaskan bahwa langkah mundur ini tidak mengurangi minat investor asing untuk menanamkan modalnya dalam sektor hilirisasi di Indonesia.
“BASF dan Eramet sebelumnya telah memiliki legalitas usaha melalui PT Eramet Halmahera Nikel (PT EHN) untuk mengembangkan proyek Sonic Bay dengan nilai investasi mencapai USD2,6 miliar atau sekitar Rp42,64 triliun. Proyek ini melibatkan pembangunan pabrik pemurnian nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitates (MHP),” ujar dia.
Keputusan untuk membatalkan investasi ini didasarkan pada evaluasi mendalam terhadap kondisi pasar nikel yang berubah, khususnya dalam konteks suplai bahan baku untuk baterai kendaraan listrik. BASF mengambil keputusan bahwa investasi dalam suplai material untuk baterai kendaraan listrik tidak lagi relevan.
Meskipun demikian, BKPM optimis terhadap potensi hilirisasi untuk ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia, terutama dengan peringkat kompetitivitas global Indonesia yang naik menjadi peringkat 27 dalam World Competitiveness Ranking (WCR) 2024, yang membuatnya menjadi salah satu dari tiga terbaik di wilayah ASEAN.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.