Logo
>

Ketika Sepuluh Hari Harga Bijih Besi Naik Tak Wajar

Ditulis oleh KabarBursa.com
Ketika Sepuluh Hari Harga Bijih Besi Naik Tak Wajar

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga bijih besi laut telah melonjak sekitar 10 persen dalam sepuluh hari terakhir, melampaui angka USD 100 per ton. Fenomena ini telah memicu tinjauan panjang dari jurnal resmi industri logam China, yang mempertanyakan kewajaran kenaikan harga tersebut.

    Bahan baku utama pembuatan baja ini menunjukkan penguatan yang mencolok, meskipun berbagai komentar pesimis mengenai prospek permintaan dari China termasuk peringatan dari salah satu penambang bijih besi global terkemuka, BHP Group Ltd beredar luas.

    Lonjakan harga ini memberikan tekanan tambahan pada produsen baja di China, yang tengah menghadapi tantangan besar, yang berafiliasi dengan pemerintah.

    Dalam kolom jurnal tersebut pada Rabu, disebutkan bahwa kenaikan harga bijih besi saat ini dianggap tidak memiliki dasar yang kuat. Faktor-faktor seperti pasokan yang melimpah, permintaan yang lemah, persediaan yang tinggi, dan biaya penambangan yang rendah diperkirakan akan terus membebani komoditas ini hingga akhir 2024.

    Sektor baja di China tengah berjuang melawan kondisi yang menurut produsen utamanya, China Baowu Steel Group Corp, lebih parah dibandingkan krisis pada 2008 atau 2015.

    Meskipun harga bijih besi telah turun lebih dari seperempat tahun ini akibat penurunan aktivitas konstruksi, kenaikan harga baja baru-baru ini telah mendorong kenaikan harga bahan baku tersebut.

    Pejabat industri dan pemerintah China sering kali mengeluarkan peringatan tentang euforia yang tidak berdasar di pasar bijih besi, terutama ketika harga melonjak tajam atau mencapai level tertinggi baru.

    Produsen baja di negara penghasil baja terbesar di dunia ini menghadapi kesulitan untuk meraih keuntungan karena permintaan yang melambat, yang mendorong persaingan ketat.

    Eksekutif di unit Baowu yang terdaftar di bursa saham menyatakan kekhawatiran mereka mengenai tekanan yang dihadapi industri ini.

    Sementara penambang besar meraih keuntungan signifikan, industri baja China justru merencanakan pemangkasan produksi, seperti yang diungkapkan Zou Jixin, ketua Baoshan Iron & Steel Co, dalam konferensi telepon dengan para investor.

    "Kita harus menekan industri hingga sektor hulu," ujar Zou. Dengan pemangkasan produksi di pabrik-pabrik, tentu akan mengurangi permintaan bijih besi.

    Dukungan Biaya

    Pada Selasa, BHP melaporkan bahwa industri baja di China sedang mengalami transisi besar seiring dengan berakhirnya era pertumbuhan properti yang intensif. Namun, sektor-sektor lain seperti transportasi, infrastruktur, pembuatan kapal, dan ekspor mulai mengambil alih sebagian dari penurunan tersebut.

    Pendapatan BHP dari bijih besi pada tahun ini hingga Juni meningkat 13 persen. Raksasa pertambangan Australia ini menilai bahwa bijih besi memiliki dukungan harga di kisaran USD 80 hingga USD 100 per ton, level di mana banyak produsen berbiaya tinggi di China, India, dan wilayah lain mungkin harus mempertimbangkan untuk menghentikan produksi.

    Meskipun harga bijih besi cenderung meningkat, tren ini sering menggerogoti keuntungan industri, dan tahun ini situasinya bahkan lebih buruk, seperti yang disampaikan oleh China Metallurgical News dalam komentarnya, yang juga dibagikan melalui akun WeChat China Iron & Steel Association.

    Melihat kembali pola pasar dalam beberapa tahun terakhir, skenario serupa tampaknya akan terus berlanjut.

    Kontrak berjangka di Singapura pada Kamis naik 0,93 persen menjadi USD 101,85 per ton, menuju penutupan tertinggi sejak 6 Agustus. Kontrak berjangka tulangan dan baja canai panas di Shanghai juga mengalami kenaikan.

    Harga bijih besi laut diproyeksikan melonjak hingga USD 150 per ton pada paruh pertama 2024, demikian ungkap para analis.

    Mereka merevisi perkiraan mereka, terdorong oleh ekspektasi meningkatnya permintaan di Tiongkok setelah langkah-langkah stimulus terbaru.

    Perkiraan ini melonjak signifikan dari sebelumnya yang hanya USD 130 per ton. Di awal minggu ini, harga bijih besi mencapai USD 135 per ton, namun menurut Steelhome, harga ini masih jauh dari rekor USD 232,5 per ton yang tercapai pada Mei 2021.

    Dalam beberapa minggu terakhir, harga bijih besi meningkat seiring dengan peluncuran serangkaian kebijakan oleh pemerintah China yang bertujuan untuk memulihkan ekonomi, termasuk sektor properti yang tengah mengalami kesulitan, yang merupakan konsumen utama baja. China menguasai lebih dari dua pertiga konsumsi bijih besi dunia, sehingga permintaannya sangat berpengaruh terhadap harga dan rencana produksi perusahaan-perusahaan tambang terkemuka.

    Di tahun 2023, harga melampaui ekspektasi karena ekspor baja Tiongkok yang lebih kuat dari perkiraan serta meningkatnya permintaan produk baja dari sektor infrastruktur dan manufaktur.

    Sejumlah analis memperkirakan impor bijih besi Tiongkok bisa mencapai rekor tertinggi pada tahun 2023. Namun, ada juga yang meyakini bahwa impor bijih besi tak akan melampaui level tertinggi tahun 2020, ketika produksi baja Tiongkok mencapai puncaknya di 1,065 miliar ton.

    Tahun depan, harga akan tetap didukung oleh pasokan yang relatif terbatas. Menurut catatan penelitian dari perusahaan keuangan China CICC, pasokan bijih maritim global bisa tumbuh sebesar 3,8 persen pada 2024. Namun, analis menambahkan bahwa permintaan di luar China juga meningkat, menciptakan persaingan yang ketat.

    "Di luar Tiongkok, permintaan bijih besi diperkirakan akan meningkat pada 2024 berkat permintaan kuat di India dan pemulihan dari kerugian yang dialami selama dua tahun terakhir di Eropa," ungkap David Casho, direktur penelitian di Wood Mackenzie.

    Selain itu, Pei Hao, seorang analis di FIS, sebuah perusahaan pialang internasional, menyebutkan bahwa China kemungkinan hanya akan melihat sedikit peningkatan dalam pasokan skrap tahun depan.

    Para pakar memprediksi harga bijih akan menurun pada paruh kedua 2024, seiring dengan diperkirakannya peningkatan pasokan. Faktor lain yang mungkin mempengaruhi adalah pembatasan produksi baja oleh Beijing.

    BMI telah menaikkan perkiraannya untuk harga bijih besi rata-rata tahun depan menjadi USD 120 per ton, Goldman Sachs menjadi USD 110 per ton, dan Wood Mackenzie menjadi USD 108 per ton.

    Rata-rata harga untuk tahun 2023 adalah USD 119 per ton. Untuk 2024, analis memperkirakan kisaran yang lebih luas yaitu USD 90 hingga USD 150 per ton, sebagian besar disebabkan oleh ketidakpastian terkait pembatasan produksi baja di China dan kemungkinan intervensi pemerintah.

    Sebagaimana dilaporkan oleh GMK Center sebelumnya, pasokan bijih besi global diperkirakan akan meningkat pada 2024, namun para ahli tetap berhati-hati mengenai prospek ke depannya, mengingat potensi tantangan yang ada. Pasokan bahan baku ini diperkirakan akan meningkat tahun depan berkat investasi dalam proyek-proyek baru dan upaya peningkatan operasi penambangan. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi