KABARBURSA.COM - PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) saat ini fokus mengurangi beban utang dengan membayar USD100 juta dari total utang sebesar USD280 juta. Pendiri dan Direktur Utama KIJA, Setyono Djuandi Darmono, menyatakan bahwa pembayaran utang ini ditargetkan selesai tahun ini.
"Kami akan membayar utang perseroan sebesar USD100 juta," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis, 18 Juli 2024.
Darmono menjelaskan bahwa utang tersebut terdiri dari obligasi dan fasilitas pinjaman yang diperoleh dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).
Ia mengungkapkan bahwa untuk melunasi utang tersebut, perusahaan akan menjual aset dalam bentuk tanah di Kawasan Industri Jababeka. "Kita perlu penjualan besar. Penjualan besar ya tadi kita mesti jual aset sekarang," sebutnya.
KIJA memiliki lahan seluas 5.600 hektare di Kawasan Industri Jababeka. Dari total tersebut, perusahaan berencana menjual aset seluas 500 hektare.
"Kita punya 5.600 hektare dan jika mereka membeli 500 hektare saja, Jababeka berminat. Ekosistem kita sudah selesai, jadi kita mencari investor. Jika investor masuk, utang kita beres, ini strategi pertama," katanya.
Selain itu, ia juga menyatakan bahwa perusahaan akan melaksanakan aksi korporasi di pasar modal melalui penawaran umum terbatas dalam rangka penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PHMETD) atau rights issue.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Direktur Utama PT Jababeka Tbk, T Budianto Liman, menjelaskan bahwa tujuan pelunasan utang adalah untuk memperbaiki arus kas perusahaan.
Obligasi perusahaan akan jatuh tempo pada tahun 2027, begitu pula dengan pinjaman dari Bank Mandiri.
"Kita ingin melunasi utang tidak perlu sampai 2027, setidaknya 100 juta yang ingin segera kita bayar. Dengan begitu, arus kas yang sebelumnya digunakan untuk membayar utang bisa dialokasikan untuk pengembangan proyek," tutupnya.
Kinerja Keuangan KIJA
PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) melaporkan kerugian bersih pada kuartal I 2024 akibat penurunan signifikan dalam pendapatannya. Sepanjang tahun 2024, harga saham KIJA turun sebesar 9,09 persen dan saat ini berada di level Rp120 per saham.
Perusahaan mencatat rugi bersih sebesar Rp107,7 miliar pada kuartal I 2024, berbeda jauh dari laba bersih Rp322,3 miliar pada kuartal I 2023. Faktor utama yang mempengaruhi penurunan ini adalah kerugian akibat fluktuasi valuta asing.
Total pendapatan perusahaan pada kuartal I 2024 mencapai Rp688,6 miliar, turun 12 persen dibandingkan kuartal I 2023. Pendapatan tahunan berdasarkan perhitungan Trailing Twelve Months (TTM) mencapai Rp3,2 triliun dengan rugi bersih sebesar Rp80 miliar.
Penurunan kinerja terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan sebesar 44 persen di segmen Pengembangan Lahan & Properti, menjadi Rp208,9 miliar dari Rp371,9 miliar secara tahunan (year on year/yoy). Penurunan ini disebabkan oleh penurunan penjualan tanah yang dikembangkan, dari Rp282,9 miliar pada kuartal I 2023 menjadi Rp106,4 miliar pada kuartal I 2024, terutama karena berkurangnya kontribusi dari Kendal. Namun, segmen lain dari pilar ini mencatat peningkatan pendapatan menjadi Rp87,0 miliar dari Rp75,8 miliar.
Pendapatan dari segmen Infrastruktur meningkat 18 persen menjadi Rp448,0 miliar dibandingkan Rp378,8 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan pendapatan dari segmen listrik, dari Rp240,1 miliar menjadi Rp286,0 miliar, akibat kenaikan pembelian listrik dan biaya gas sejak Januari 2024.
Pendapatan dari segmen jasa dan pemeliharaan naik 7 persen menjadi Rp101,3 miliar, terutama karena peningkatan permintaan dari Kendal. Pendapatan dari dry port (CDP) juga meningkat dari Rp44,0 miliar menjadi Rp60,6 miliar, didorong oleh pertumbuhan 30 persen dalam pengiriman peti kemas.
Segmen Leisure & Hospitality KIJA mencatat peningkatan pendapatan sebesar 14 persen, mencapai Rp31,7 miliar pada kuartal I 2024, terutama karena peningkatan kinerja segmen pariwisata sebesar 50 persen.
Laba kotor perusahaan menurun 23 persen menjadi Rp262,0 miliar dibandingkan dengan Rp339,2 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan kontribusi pendapatan dari segmen Infrastruktur yang memiliki marjin laba kotor lebih rendah.
EBITDA perusahaan juga turun 40 persen menjadi Rp181,0 miliar dibandingkan dengan Rp301,5 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, penjualan pemasaran segmen Pengembangan Lahan dan Properti mencapai Rp640,0 miliar, yang merupakan 26 persen dari target tahunan 2024.
Dari segi valuasi, KIJA tergolong murah dengan PBV di atas rata-rata. Meskipun demikian, harga sahamnya kurang dari setengah dari total modalnya, menunjukkan level harga yang rendah. Hal ini diperkirakan karena industri kawasan industri yang umumnya mencatat kerugian pada kuartal ini. Secara kesehatan keuangan, KIJA memiliki risiko utang yang aman, sehingga terhindar dari risiko gagal bayar utang.
KIJA Bisa Dikoleksi?
Di tengah penurunan kinerja pada kuartal pertama ini, KIJA tetap optimis mencapai target penjualan pemasaran sebesar Rp2,5 triliun untuk tahun 2024. Sebagian besar target ini diharapkan berasal dari proyek-proyek di Cikarang dan Kendal, yang diharapkan dapat memperbaiki kinerja perusahaan di masa mendatang.
Walaupun menghadapi berbagai tantangan pada kuartal I 2024, KIJA berupaya untuk mengatasi hambatan tersebut dan fokus mencapai target yang telah ditetapkan. Namun, kinerja perusahaan-perusahaan sejenis yang juga mengalami kerugian pada kuartal pertama tahun ini menunjukkan bahwa sektor kawasan industri masih dalam pemulihan.
Di lantai bursa, harga saham KIJA menunjukkan performa negatif. Dalam setahun, sahamnya merosot 29,44 persen atau 53 poin menjadi Rp127 per saham. Untuk satu tahun kalender, mulai Januari 2024 hingga hari ini, sahamnya menurun sedikit sebesar 5 poin (3,79 persen). Sementara pada perdagangan hari ini, Kamis, 18 Juli 2024, saham KIJA dibuka pada level Rp137 per saham dan menjadi Rp130 per saham hingga perdagangan sesi I.
Berdasarkan hal ini, investasi saham KIJA masih dianggap berisiko. Alasannya karena dampak positif dari proyek-proyek di Cikarang dan Kendal belum sepenuhnya terlihat dan kinerja sahamnya belum membaik. (*)