Logo
>

Kiwoom Sekuritas: Sektor-sektor ini Paling Responsif di Juni 2025

Proyeksi Kiwoom Sekuritas menempatkan IHSG dalam tren menguat, ditopang stimulus fiskal dan stabilitas rupiah

Ditulis oleh Syahrianto
Kiwoom Sekuritas: Sektor-sektor ini Paling Responsif di Juni 2025
Layar pantau saham di pusat main hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu, 21 Maret 2025. (Foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menjelang pertengahan tahun, pasar modal Indonesia memasuki fase yang penuh optimisme. Kiwoom Sekuritas Indonesia memperkirakan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bergerak sideways dengan kecenderungan menguat sepanjang Juni 2025, didorong oleh kombinasi katalis positif dari dalam dan luar negeri. 

    Menurut Liza Camelia Suryanata, Kepala Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia, indeks diperkirakan akan berada dalam kisaran 7.000 hingga 7.300, dengan kemungkinan menembus resistansi psikologis 7.300 jika momentum tetap terjaga. Dalam skenario optimistis, indeks bahkan bisa menuju level 7.475.

    “Secara historis, sejak 2020 IHSG cenderung menghijau pada bulan Juni. Tahun ini, kami melihat peluang tersebut kembali terbuka berkat stimulus fiskal, stabilitas makroekonomi, serta antisipasi laporan keuangan kuartal kedua,” ujar Liza dalam laporan bulanan, Rabu, 28 Mei 2025.

    Pemerintah Indonesia mulai 5 Juni 2025 resmi menggulirkan enam kebijakan stimulus ekonomi yang mencakup diskon tarif listrik sebesar 50 persen bagi 79 juta rumah tangga, bantuan pangan untuk 18,3 juta keluarga penerima manfaat, serta Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi pekerja dengan penghasilan di bawah Rp3,5 juta. 

    Tambahan insentif berupa diskon tarif jalan tol sebesar 20 persen selama masa libur sekolah juga diberikan untuk mendongkrak mobilitas dan konsumsi rumah tangga. Kiwoom menilai langkah ini akan menjadi pemicu utama sektor konsumsi dan ritel di pasar saham.

    “Stimulus ini memiliki efek langsung terhadap daya beli. Emiten konsumer seperti Indofood CBP (ICBP), Mayora (MYOR), Alfamart (AMRT), hingga Unilever Indonesia (UNVR) akan menjadi yang paling diuntungkan,” jelas Liza.

    Salah satu katalis tambahan datang dari sisi moneter. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) resmi menurunkan tingkat bunga penjaminan simpanan untuk bank umum dari 4,25 persen menjadi 4,00 persen per 1 Juni 2025. 

    Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menyebut bahwa langkah ini dilakukan untuk memperkuat transmisi kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan mendorong ekspansi kredit ke sektor produktif.

    “Penyesuaian ini sejalan dengan arah kebijakan moneter BI serta untuk memperkuat daya saing perbankan dalam menyalurkan kredit,” tegas Purbaya seperti dikutip, Rabu, 28 Mei 2025.

    Dengan penurunan bunga simpanan ini, investor ritel dan institusi diperkirakan akan mulai mengalihkan sebagian dananya ke pasar modal dan reksa dana berbasis saham yang menawarkan potensi imbal hasil lebih tinggi.

    Sinyal pelonggaran moneter juga datang dari BI, yang pada Rapat Dewan Gubernur bulan Mei 2025 menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen. 

    Sementara itu, pasar global mencermati potensi sikap dovish dari Federal Reserve Amerika Serikat (The Fed) dalam pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada Juni–Juli. 

    Meskipun probabilitas pemangkasan suku bunga oleh The Fed masih di bawah 50 persen, narasi dovish atau data ekonomi AS yang melemah dapat memperkuat arus modal masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

    Liza menilai bahwa kombinasi pelonggaran moneter dalam dan luar negeri dapat memperkuat nilai tukar rupiah yang sempat melemah di awal tahun. Saat ini rupiah sudah menguat ke kisaran Rp16.200 per dolar AS, dan menurut Kiwoom, masih berpotensi menuju Rp16.100 bahkan Rp16.000 jika tekanan eksternal mereda.

    Meski sentimen domestik cenderung kondusif, investor tetap diminta waspada terhadap dinamika global. Salah satu perhatian utama adalah negosiasi dagang antara AS, China, dan Uni Eropa yang berakhir pada tenggat 9 Juli 2025, 90 hari setelah deklarasi “Liberation Day” tarif AS. Jika perundingan tidak menghasilkan solusi damai, bisa terjadi eskalasi ketegangan dagang yang mengguncang pasar global.

    “Selama tidak ada kejutan buruk dari negosiasi tarif atau konflik geopolitik, pasar cenderung bisa bertahan di jalur positif,” ujar Liza.

    Dengan berbagai katalis positif tersebut, Kiwoom Sekuritas menilai bahwa rotasi sektor pada Juni ini akan berpihak kepada sektor-sektor yang sensitif terhadap stimulus dan pelonggaran moneter. 

    Emiten yang bergerak di sektor konsumsi primer dan ritel diprediksi mengalami lonjakan permintaan. Sektor transportasi dan pariwisata seperti Garuda Indonesia (GIAA), Blue Bird (BIRD), dan Jasa Marga juga diuntungkan oleh momentum liburan.

    Sementara itu, pelonggaran suku bunga dan penurunan bunga simpanan membuka ruang kenaikan bagi sektor perbankan dan multifinance, termasuk Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Bank Jago (ARTO), dan BFI Finance (BFIN). 

    Di sisi lain, properti dan infrastruktur ikut terdorong oleh turunnya cost of fund, sehingga saham seperti Ciputra Development (CTRA), Summarecon Agung (SMRA), Pakuwon Jati (PWON), hingga PT PP (PTPP) memiliki peluang rebound.

    Adapun sektor teknologi dan data center seperti Telkom Indonesia (TLKM), Solusi Sinergi Digital (WIFI), dan DCI Indonesia (DCII) tetap memiliki prospek stabil di tengah tren digitalisasi yang berlanjut. 

    Di sektor energi, Kiwoom menilai bahwa meskipun harga komoditas fluktuatif, Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034 memberikan arah yang menjanjikan, terutama bagi emiten seperti Indo Tambangraya Megah (ITMG), Adaro (ADRO), Astra Otoparts (EV battery) atau AUTO, dan Pertamina Geothermal Energy (PGEO).

    Juni 2025 diyakini menjadi bulan yang sarat peluang bagi pasar saham domestik. Kombinasi dari stimulus fiskal yang langsung menyentuh konsumsi, penurunan suku bunga di dua level (BI dan LPS), serta potensi penguatan rupiah menciptakan fondasi kuat bagi penguatan indeks.

    Meski demikian, investor tetap perlu memperhatikan potensi risiko eksternal dari negosiasi tarif global dan arah kebijakan suku bunga The Fed. Rotasi sektor akan menjadi kunci alokasi portofolio yang optimal.

    “Selama indikator makro kita stabil dan arus dana asing tetap positif, peluang IHSG menembus 7.300 sangat terbuka. Namun investor tetap harus selektif, terutama menjelang laporan keuangan kuartal kedua,” tutup Liza. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.