KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Investasi menjadi kontributor kedua terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, mencapai 32 persen. Pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan kontribusinya sebagai motor penggerak ekonomi.
Namun sepertinya pertumbuhan investasi pada tahun 2025 akan mengalami gangguan ditengah ketidakpastian global yang masih berlanjut.
Dia mengatakan dinamika global itu meliputi pergerakan suku bunga global dalam hal ini higher for longer dan ketegangan geopolitik akan menimbulkan pragmentasi investasi dan perdagangan dan berbagai potensi distribusi, termasuk perubahan iklim. Sehingga menurut dia pertumbuhan investasi Indonesia akan berada di sekitar angka 5,2 sampai 5,9 persen.
"Pertumbuhannya ada di kisaran 5,2-5,9 persen," katanya dalam rapat paripurna DPR RI, di Gedung DPR RI, Selasa 4 Juni 2024
Adapun dia mengatakan dalam mencapai cita-cita Indonesia emas 2045 diperlukan pertumbuhan ekonomi 6-8 persen. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi seperti itu diperlukan kontribusi dari sektor manufaktur.
Karena itu, Sri Mulyani ingin Indonesia belajar dari negara-negara yang berhasil menjadi negara maju. Dalam hal ini, Korea Selatan (Korsel) dan Taiwan.
Dia menjelaskan, apabila kita belajar dari negara-negara yang berhasil jadi negara maju dan bisa menghindar dari midle income trap seperti Korea Selatan, maka diperlukan produktivitas tinggi yang konsisten.
"Dalam 15 tahun menuju negara maju, investasi dan peran sektor manufaktur di Korea Selatan tumbuh di atas 10 persen tiap tahun,"
Demikian juga dengan pengalaman Taiwan. Untuk jadi negara maju investasi bahkan tumbuh 20 persen dan sektor manufaktur tumbuh di atas 8 persen.
"Ini menunjukkan selain kualitas dan produktivitas SDM maka perbaikan iklim investasi untuk meningkatkan peranan investasi dan pertumbuhan sektor manufaktur jadi sangat penting bagi perjalanan menuju Indonesia Emas," jelas dia.
Aktivitas Ekspor Indonesia
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa aktivitas ekspor Indonesia di masa depan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global, terutama di China yang tengah mengalami perubahan struktural, serta dinamika ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Mengutip laporan terbaru dari International Monetary Fund (IMF) pada April 2024, Sri Mulyani menyebutkan kondisi ekonomi global dalam keadaan stagnan dengan pertumbuhan hanya 3,2 persen.
“Dengan memperhatikan kinerja historis, ekspor diperkirakan tumbuh sekitar 5 persen hingga 5,7 persen, sementara impor berkisar antara 4,3 persen hingga 4,9 persen,” jelasnya dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Selasa 4 Juni 2024.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, bahwa dalam satu dekade terakhir, kontribusi ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia rata-rata mencapai 21 persen per tahun. Sementara itu, kontribusi impor sedikit lebih rendah, yakni sekitar 20 persen per tahun.
“Dengan demikian, net ekspor, yaitu selisih antara ekspor dan impor, menyumbang sekitar 1 persen terhadap perekonomian nasional,” tanda Sri Mulyani.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor dan impor Indonesia ke sebagian besar negara tujuan utama dilaporkan merosot pada April 2024. Negara-negara tersebut adalah China, Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Australia serta India.
Menurut laporan terbaru, nilai impor Indonesia dari China, sebagai pemasok utama barang nonmigas, mengalami penurunan pada April 2024, mencapai USD4,33 miliar, turun dari angka bulan sebelumnya sebesar USD4,57 miliar.
Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengungkapkan bahwa impor barang nonmigas dari China mengalami penurunan secara bulanan (mtm), tetapi mengalami peningkatan secara tahunan (year on year/yoy) sebesar USD4,14 miliar.
“Pada bulan April 2024, China tetap menjadi pemasok utama barang nonmigas bagi Indonesia, berkontribusi sebesar 33,06 persen dari total impor nonmigas Indonesia atau mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 31,25 persen,” ujar Pudji.
Selain itu, Jepang menempati posisi kedua sebagai pemasok utama barang nonmigas pada April 2024 dengan nilai impor sebesar USD0,96 miliar.
Jumlah ini menunjukkan penurunan dari bulan Maret 2024 yang mencapai USD1,06 miliar. Secara tahunan (yoy), impor barang nonmigas dari Jepang juga mengalami penurunan dari nilai yang sama pada bulan yang sama tahun sebelumnya, yakni sebesar USD0,99 miliar.
Impor Nonmigas
“Sementara itu impor nonmigas dari Jepang dan Australia masing-masing mencapai USD0,96 miliar dan USD0,78 miliar,” katanya.
Australia, kata Pudji menjadi posisi ketiga negara asal utama impor pada April 2024 dengan besaran senilai USD0,78 miliar. Capaian itu tercatat mengalami kenaikan baik secara bulanan (mtm) ataupun tahunan (yoy), dengan besaran masing-masing USD0,74 pada Maret 2024 dan USD0,61 pada April 2023.
Selain itu, impor dari ASEAN juga tercatat turun menjadi USD2,16 miliar, dari yang bulan sebelumnya sebesar USD2,76 miliar. Meskipun begitu jika dibandingkan bulan April 2023 tercatat mengalami kenaikan yang kala itu sebesar USD1,90 miliar.
Sementara impor nonmigas dari Uni Eropa juga mengalami penurunan, pada bulan April 2024 tercatat sebesar USD0,85 yang pada bulan Maret 2024 senilai USD0,87 miliar dan pada April 2023 sebesar 0,98 miliar. Sebagai tambahan, nilai impor bulan April adalah USD16,06 miliar, naik 4,62 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy). (yub/prm)