Logo
>

Kontroversi PDNS: Jokowi Respons Desakan Mundur Menkominfo

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Kontroversi PDNS: Jokowi Respons Desakan Mundur Menkominfo

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi desakan sejumlah pihak yang meminta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mundur dari jabatannya.

    Desakan tersebut muncul setelah insiden peretasan ransomware di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Surabaya sejak Rabu (17/6), yang mengakibatkan server sejumlah lembaga dan kementerian lumpuh.

    "Semua sudah dievaluasi," ujar Presiden Jokowi dikutip di Jakarta, Rabu 3 Juli 2024.

    Desakan agar Budi Arie Setiadi mundur, salah satunya disuarakan oleh Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) melalui petisi di laman change.org yang dibuka sejak 26 Juni 2024. Hingga hari ini, petisi bertajuk "PDNS Kena Ransomware, Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi Harus Mundur!" telah ditandatangani oleh 22.177 warga net.

    PDNS 2 di Surabaya mengalami serangan siber dalam bentuk ransomware bernama Brain Chiper, varian terbaru dari Lockbit 3.0. Puncaknya, PDNS mulai tidak bisa diakses sejak Kamis 20 Juni 2024 mengakibatkan layanan publik tidak bisa diakses, termasuk layanan imigrasi. Safenet menyebut, setidaknya 282 instansi pemerintah pengguna PDNS terdampak serangan siber tersebut.

    Pemerintah menargetkan pemulihan atas serangan siber PDNS 2 di Surabaya rampung pada bulan ini. Presiden Jokowi juga menekankan pentingnya cadangan data nasional guna mengantisipasi insiden serupa di masa mendatang.

    "Kita harus membackup semua data nasional kita, sehingga jika ada kejadian, kita tidak terkaget-kaget," tegasnya.

    Anggaran Belanja PDNS

    Pemerintah gelontorkan anggaran belanja untuk Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) sebesar Rp700 miliar hingga Mei 2024, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, mengungkap realistis tidaknya anggaran tergantung dari design PDN.

    “Cukup atau tidak memang akan akan tergantung bagaimana konsep PDN ini di implementasikan bisa jadi angka ini kurang, bisa jadi angka ini terlalu besar,” kata Heru kepada Kabar bursa, di Jakarta, Senin, 1 Juni 2024.

    Heru juga mengatakan kerugian turunan dari gangguan layanan seperti imigrasi dan pemerintahan, serta penurunan kepercayaan masyarakat. oleh karena itu Heru meminta kepada pemerintah untuk mengembangkan konsep recovery center.

    “Tapi tetap yang perlu dikedepankan bahwa pusat data nasional itu harus dikembangkan dengan konsep data nasional utama dan juga data recovery center, itu yang biasa kita kenal dengan back up, itu harus dibangun sejak awal, kenapa? karena kita merupakan negara dengan resiko alam yang besar, misalnya bencana alam,” jelasnya.

    “Juga harus memiliki pusat data nasional sebagai back up, dimana antara yang back up dengan utama ini harus tersinkronis otomatis gitu  ya,” tambah Heru.

    Perlu diketahui sepekan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) mengalami gangguan siber dengan  ransomware yang terjadi sejak kamis, 20 Juni 2024.

    Isha Farid Direktorat Keamanan Siber Sektor Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), mengungkap pihaknya dan perbankan sudah melakukan antisipasi terkait keamanan nasabah dari serangan siber.

    “Jadi sisi regulasi sudah ada tinggal nanti kita tunggu perkembangannya ya, di BI OJK sudah menyusun, BSSN juga sudah membuat regulasinya, petugas bersama sama dengan ojk dan disektor perbankan,” kata Isha di Dharmawangsa, beberapa hari lalu.

    Serangan  ransomeware tidak hanya mengakibatkan gangguan terhadap sejumlah layanan, tetapi membuat data milik 282 kementerian/lembaga dan pemerintah daerah di PDN terkunci dan tersandera peretas.

    Lanjutnya Isha meminta kepada seluruh pihak perbankan untuk segera membentuk tim terhadap ancaman siber, guna menjaga data nasabah.

    Pasrah kehilangan Data 

    Di tengah upaya investigasi dan pemulihan data yang dilakukan sebelumnya, tim gabungan menemukan pesan berisi permintaan tebusan dari peretas.

     Pemerintah diminta membayar senilai USD8 juta  atau setara Rp131 miliar, jika ingin data-data yang tersimpan di PDN dibuka oleh peretas. Namun, pemerintah menolak negosiasi itu. 

    “Ya pemerintah kan enggak mau menebus, sudah dinyatakan tidak akan memenuhi tuntutan Rp131 miliar,” ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong.

    Penyerang biasanya menginfeksi sistem melalui email phishing, unduhan berbahaya, atau kerentanan  perangkat lunak. Email phishing sering kali tampak sah, memikat korban untuk mengklik tautan atau lampiran yang berbahaya.

    Setelah masuk ke sistem,   ransomware mengenkripsi file penting, mengunci pengguna dari data mereka sendiri. Pada titik ini, korban akan melihat pesan tebusan yang menuntut pembayaran, seringkali dalam bentuk cryptocurrency seperti Bitcoin, untuk mendekripsi data.

    Penyerang memberikan instruksi detail tentang cara melakukan pembayaran. Mereka mungkin juga mengancam untuk menghapus data atau membocorkannya ke publik jika tebusan tidak dibayar dalam jangka waktu tertentu.

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.