KABARBURSA.COM - Ekonom Yanuar Rizky menyoroti kewenangan penuh yang dimiliki Kepala Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dalam pengelolaan saham Seri B. Ia menilai bahwa aturan ini menghilangkan aspek penghapusan buku hak tagih ke keuangan negara tanpa perlu penetapan dari pengacara negara seperti Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Kewenangan saham Seri B (Danantara) tidak ada lagi aspek hapus buku hak tagih ke keuangan negara. Kepala BPI Danantara kuasa penuh tanpa penetapan pengacara negara dalam hapus buku hak tagih (piutang)," ujar Yanuar kepada KabarBursa.com, Senin, 31 Maret 2025.
Lebih lanjut, ia menyoroti kemudahan dalam menghapus kredit macet di perbankan yang dinilainya terlalu longgar. Menurutnya, dengan aturan saat ini, penerbitan utang serta penjualan saham anak usaha yang sebelumnya merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sepenuhnya berada dalam kuasa saham Seri B Danantara.
"Hapus kredit macet di bank gampang banget. Menerbitkan utang dan menjual saham di anak-anak usaha (yang dulunya BUMN) juga kuasa penuh saham Seri B," tambahnya.
Ia kemudian membandingkan pola yang terjadi di Danantara dengan proses privatisasi penuh Indosat yang pernah terjadi sebelumnya. Menurutnya, pola serupa terjadi dalam struktur kepemilikan saham, di mana saham Seri A hanya sebesar 1 persen dipegang oleh Menteri BUMN, sementara 99 persen dikuasai oleh Danantara.
"Ini persis kayak privatisasi penuh Indosat, saham Seri A (1 persen) dan Seri B (99 persen) dijual ke Temasek waktu divestasi. Sekarang sama Temasek sudah dijual ke Qatar. Pola yang sama di Danantara, Seri A (1 persen) di Menteri BUMN dan 99 persen di Danantara," paparnya.
Yanuar menekankan bahwa skema ini sejatinya menciptakan privatisasi total, meskipun masih menyisakan saham 1 persen sebagai simbol keterlibatan negara.
"Jadi, ini privatisasi total, menyisakan merasa masih punya 'kita' dengan hak 1 persen saham merah putih. Ini seperti saat Indosat melepas 99 persen saham negara (Seri B) ke Temasek, dan kata Meneg BUMN saat itu (Laksamana Sukardi) tidak ada privatisasi karena ada saham Seri A 1 persen," ungkapnya.
Lebih lanjut, Yanuar juga menyinggung proses pemeriksaan dalam skema ini yang menurutnya masih dalam skala kecil dibandingkan dengan potensi besar yang bisa terjadi dalam pengaturan harga dan praktik insider trading.
"Pemeriksaan itu dalam skala remahan rengginang. Saya terlibat dalam pembentukan harga dan titik terjadinya insider trading serta pengaturan harga," tutupnya.
Tambah Penyertaan Modal
Pemerintah Republik Indonesia resmi mengalihkan kepemilikan saham Seri B sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) pada 22 Maret 2025. Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan strategis dalam menambah penyertaan modal negara ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Dalam keterbukaan informasi yang dirilis, pemerintah menjelaskan bahwa saham yang dialihkan mencakup berbagai sektor strategis, mulai dari telekomunikasi, perbankan, hingga infrastruktur dan industri semen.
Beberapa perusahaan yang terlibat dalam pengalihan ini antara lain:
- PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM),
- PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR),
- PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR).
Selain itu, sektor keuangan juga turut mengalami perubahan kepemilikan dengan pengalihan saham dari empat bank BUMN, yakni:
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI),
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI),
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI),
- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN).
Meskipun saham Seri B telah dialihkan ke BKI, pengendalian negara terhadap perusahaan-perusahaan tersebut tetap terjaga. Kepemilikan saham negara yang sebelumnya bersifat langsung kini bertransformasi menjadi kepemilikan tidak langsung melalui BKI.
Selain itu, saham Seri A Dwiwarna yang tetap dimiliki pemerintah memberikan hak istimewa dalam pengambilan keputusan strategis di masing-masing perusahaan BUMN.
Dari segi jumlah, pengalihan saham ini melibatkan miliaran lembar saham dari berbagai perusahaan. PT Telkom Indonesia menyerahkan 51,6 miliar lembar saham, yang setara dengan 52,09 persen dari total saham yang diterbitkan dan disetor penuh.
PT Jasa Marga mengalihkan 5 miliar saham atau sekitar 70 persen kepemilikan, sementara PT Semen Indonesia menyerahkan 3,4 miliar saham, yang mencakup 51,20 persen dari total sahamnya.
Sementara itu, dari sektor perbankan, PT Bank Mandiri mengalihkan 48,5 miliar saham atau 52 persen dari total kepemilikan, PT Bank Rakyat Indonesia menyerahkan 80,6 miliar saham (53,19 persen), PT Bank Negara Indonesia mengalihkan 22,3 miliar saham (60 persen), dan PT Bank Tabungan Negara menyerahkan 8,4 miliar saham (60 persen).
Kebijakan ini mencerminkan upaya pemerintah dalam memperkuat struktur investasi dan pengelolaan BUMN agar lebih terintegrasi di bawah payung holding. Dengan pengalihan ini, diharapkan perusahaan-perusahaan tersebut dapat lebih optimal dalam menghadapi tantangan bisnis dan meningkatkan daya saingnya di tingkat nasional maupun global.
Apa Itu Saham Seri B?
Dalam dunia investasi, saham tidak hanya terbagi berdasarkan jenis kepemilikannya, tetapi juga berdasarkan klasifikasinya dalam kategori seri A, B, dan C. Perbedaan di antara ketiga jenis saham ini terletak pada hak suara serta hak istimewa lain yang melekat pada masing-masing seri, yang dapat memengaruhi pengaruh pemegang saham dalam kebijakan perusahaan.
Saham seri A umumnya merupakan saham dengan hak suara tertinggi dibandingkan seri lainnya. Pemegang saham seri A sering kali memiliki hak istimewa dalam mengambil keputusan strategis perusahaan, termasuk hak veto yang memungkinkan mereka untuk menolak atau memblokir kebijakan yang dianggap kurang menguntungkan. Karena kekuatan yang dimilikinya, saham seri A biasanya dimiliki oleh pendiri, pemegang saham utama, atau pemerintah dalam kasus perusahaan BUMN.
Di sisi lain, saham seri B sering kali diterbitkan untuk investor institusional atau karyawan perusahaan. Meskipun hak suara yang melekat pada saham seri B lebih kecil dibandingkan dengan saham seri A, pemegangnya tetap memperoleh berbagai keuntungan lain. Beberapa di antaranya termasuk prioritas dalam pembagian dividen atau hak istimewa dalam skenario likuidasi perusahaan. Hal ini membuat saham seri B tetap menarik bagi investor yang mengutamakan stabilitas keuntungan daripada kendali atas kebijakan perusahaan.
Sementara itu, saham seri C biasanya memiliki hak suara yang lebih terbatas dibandingkan kedua seri lainnya. Saham ini sering diberikan kepada investor tertentu, seperti pemodal ventura atau pihak yang telah berkontribusi pada pertumbuhan perusahaan. Keunggulan dari saham seri C sering kali terletak pada fleksibilitas dalam struktur kepemilikan serta insentif finansial yang ditawarkan kepada pemegangnya.
Dengan memahami karakteristik saham seri A, B, dan C, investor dapat menyesuaikan strategi investasinya berdasarkan kebutuhan dan tujuan finansialnya. Saham seri A cocok bagi mereka yang menginginkan pengaruh dalam pengambilan keputusan perusahaan, sementara saham seri B dan C lebih ideal bagi investor yang mengutamakan kestabilan dividen dan prospek keuntungan dalam jangka panjang.(*)