Logo
>

Korut Bangun Pembatas, Konflik dengan Korsel Makin Runyam

Ditulis oleh KabarBursa.com
Korut Bangun Pembatas, Konflik dengan Korsel Makin Runyam

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Korea Utara (Korut) tengah membangun tembok dan menggali jalan di zona demiliterisasi sepanjang perbatasan dengan Korea Selatan (Korsel). Laporan dari Yonhap News menyebutkan pembangunan ini terjadi di area sepanjang 2 kilometer antara ujung utara DMZ dan garis demarkasi militer, yang membagi semenanjung itu.

    Motif pembangunan oleh Korut masih belum jelas. Tidak disebutkan seberapa tinggi atau lebar tembok tersebut.

    Awal bulan ini, pasukan Korsel melepaskan tembakan peringatan setelah beberapa tentara Korut yang membawa kapak dan sekop melintasi garis demarkasi militer. Yonhap mengindikasikan bahwa insiden ini mungkin terkait dengan pembangunan tersebut.

    Hubungan antara kedua negara semakin memanas setelah Korut menerbangkan balon berisi sampah ke Selatan, sementara Seoul merespon dengan rencana menyalakan pengeras suara berisi propaganda di perbatasan.

    Kedua Korea tetap menempatkan ratusan ribu tentara dan sebagian besar kekuatan tempur mereka di dekat perbatasan, mencerminkan ketegangan yang terus membara.

    Apa yang Terjadi jika Korsel-Korut Bersatu?

    Mengutip laporan Reuters, Korea Selatan saat ini menduduki peringkat ketujuh dalam kekuatan militer global. Sementara itu, Korea Utara memiliki senjata nuklir yang membuat banyak negara barat merasa terancam. Jika dua negara ini bersatu, kekuatan militer mereka akan meningkat pesat.

    Di kawasan Asia Timur, Korea akan menjadi negara yang sangat kuat. Jepang mungkin akan merasa terancam jika Korea bersatu dan menyatakan perang. Reunifikasi antara Korea Utara dan Selatan akan menciptakan sebuah negara baru yang sangat tangguh.

    Ketidakstabilan di Asia Timur sebagian besar disebabkan oleh Korea Utara yang sering memancing masalah. Jika dua Korea bersatu, konflik semacam ini tidak akan terjadi. Sebaliknya, Korea akan menjadi penjaga stabilitas keamanan di kawasan tersebut.

    Korea Utara selalu mengancam akan meluncurkan nuklirnya kepada negara-negara yang dianggap musuh. Dengan bersatunya dua Korea, reformasi besar-besaran akan terjadi, menghapus semua ancaman nuklir yang tidak berguna.

    Sistem pemerintahan Korea Utara menggunakan prinsip komunisme, sementara Korea Selatan menganut demokrasi. Jika kedua negara bersatu, sistem pemerintahan mungkin akan berubah. Pihak Korea Utara tidak akan menerima perubahan begitu saja, begitu pula Korea Selatan.

    Masalah pemimpin juga akan rumit. Kim Jong-un tentu tidak mau menjadi bawahan. Diskusi panjang mengenai pemerintahan dan sistemnya akan sangat alot.

    Saat Korea Utara dan Selatan terpisah pasca Perang Dingin, banyak keluarga yang terpisah. Banyak warga Korea Utara yang melarikan diri ke Selatan dan diterima dengan senang hati. Jika dua Korea bersatu, keluarga yang terpisah akan bisa bertemu kembali setelah puluhan tahun.

    Jika dua Korea bersatu, pusat perdagangan akan berpusat di negara ini. Perdagangan barang, hiburan, dan budaya akan berjalan lancar. Korea Utara memiliki sumber daya tambang yang belum dieksplorasi. Jika kedua negara bersatu, sumber daya ini akan dimanfaatkan dengan baik.

    Korea mungkin akan sejajar dengan Tiongkok dan Jepang, berkembang pesat dan membawa perubahan besar di regional maupun internasional.

    Presiden Korea Selatan, Lee Myung-bak, pada 2010 silam sempat mengusulkan pajak reunifikasi untuk membantu mendanai anggaran sebesar USD1 triliun jika kedua Korea bersatu. Meski tidak ada tanda-tanda rekonsiliasi, Lee percaya reunifikasi pasti akan terjadi. Menurut beberapa perkiraan, biaya untuk menyerap Korea Utara mencapai lebih dari USD1 triliun, yang dapat berdampak besar pada ekonomi Korea Selatan.

    Lee mengurangi bantuan dan menghentikan investasi di Korea Utara setelah Pyongyang melakukan uji coba nuklir kedua dan uji coba rudal jarak jauh. Ketegangan meningkat setelah kapal perang Korea Selatan ditorpedo tahun ini.

    Lee menegaskan perlunya menabung untuk biaya besar yang akan dikeluarkan untuk reunifikasi dengan Korea Utara. Jajak pendapat menunjukkan lebih dari 60 persen warga Korea Selatan mendukung unifikasi, meski mereka lebih memilih hal itu terjadi perlahan karena dampaknya yang besar. (*) 

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi