KABARBURSA.COM - Terdapat tren penurunan dalam fasilitas kredit yang belum ditarik oleh debitur, atau yang biasa disebut sebagai undisbursed loan.
Menurut data statistik perbankan Indonesia yang dirilis oleh OJK, nilai undisbursed loan secara industri menunjukkan penurunan sebesar 5persen menjadi Rp 2,028 triliun pada Desember 2023 dari Rp 2,142 triliun pada Desember 2024.
Begitu pula dengan sejumlah perbankan yang mencatat penurunan. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) mencatat penurunan sebesar 15persen secara bulanan dari Rp 7,617 triliun pada Desember 2023 menjadi Rp 6,463 pada Januari 2024.
Direktur Utama BJB, Yuddy Renaldi, menjelaskan bahwa penurunan tersebut disebabkan karena banyak korporasi masih meninjau kondisi suku bunga pada akhir tahun 2023, sementara kas yang dimiliki korporasi masih mencukupi.
"Awal tahun ini, korporasi akan mulai menarik fasilitas yang dimiliki untuk kebutuhan modal kerja seiring dengan arah kebijakan pemerintah yang sudah mulai terlihat," kata Yuddy.
CIMB Niaga juga menunjukkan tren penurunan undisbursed loan secara tahunan. Laporan keuangan menunjukkan penurunan 3persen, dari Rp 108 triliun pada Januari 2023 menjadi Rp 104 triliun pada Januari 2024.
Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan, menyatakan bahwa tidak ada penambahan undisbursed loan. Namun, pertumbuhan kredit korporasi tahun lalu cukup positif.
"Pemilu putaran pertama memberikan kepastian bagi pelaku usaha besar untuk lebih percaya diri, sehingga kesempatan bagi kredit korporasi untuk tumbuh positif juga di tahun ini," lanjutnya.
Di sisi lain, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatat kenaikan fasilitas kredit yang belum ditarik. Laporan keuangan menunjukkan kenaikan dari Rp 326 triliun pada Januari 2023 menjadi Rp 401 triliun pada Januari 2024, naik 23persen secara tahunan.
Meskipun demikian, Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA, Hera F. Haryn, mengungkapkan bahwa total kredit yang disalurkan BCA sepanjang 2023 naik 13,9persen secara tahunan menjadi Rp 810,4 triliun. Hal ini didorong oleh peningkatan pembiayaan di semua segmen, termasuk UKM, korporasi, dan kredit konsumer.
"Kami melihat sektor-sektor seperti telekomunikasi, jasa keuangan, komoditas/energi, hingga kredit konsumen memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan total kredit ke depan," ungkap Hera.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.