KABARBURSA.COM - Anggota Komisi VI DPR RI, Muhammad Husein Fadlulloh, menyatakan bahwa penyertaan modal negara (PMN) hanya diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN) yang berkontribusi pada pemajuan ekonomi dan devisa negara.
"PMN diberikan untuk mendukung program pemerintah, bukan untuk membayar utang atau kredit macet. Sebanyak 90 persen PMN digunakan untuk penugasan. Jadi, syarat utamanya adalah penugasan, sisanya sekitar 15-20 persen untuk aksi korporasi," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Kamis 4 Juli 2024.
Menurutnya, permintaan dari Kementerian Keuangan yang mengajukan PMN sebesar Rp10 triliun untuk mengatasi kredit macet di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) bukanlah tujuan dari pemberian insentif tersebut.
Ia menekankan pentingnya prinsip simbiosis mutualisme, sehingga hanya BUMN di bawah Kementerian BUMN yang telah memberikan kontribusi melalui dividen yang layak menerima PMN.
Fadlulloh menambahkan, perusahaan pelat merah yang menerima insentif anggaran harus menunjukkan performa baik, terlihat dari peningkatan kontribusi terhadap devisa negara dibandingkan anggaran yang dikeluarkan melalui PMN.
"Tahun 2023, BUMN telah memberikan dividen besar, yakni Rp82,1 triliun. Jadi, wajar jika dana restrukturisasi untuk BUMN sebagian besar diambil dari dividen yang telah mereka berikan kepada negara. Selain dividen, BUMN juga telah membayar pajak sesuai kewajibannya. Maka, pantas jika PMN diberikan kepada BUMN di bawah Kementerian BUMN saja," tegasnya.
Sebelumnya, LPEI mengajukan penambahan PMN sebesar Rp10 triliun pada 2024 untuk mengembangkan kapasitas program penugasan khusus ekspor (PKE) dan menciptakan program baru yang dibutuhkan para eksportir.
"PMN sebesar Rp10 triliun ini diajukan untuk menambah kapasitas lima program existing, yaitu trade finance kawasan nontradisional, UKM, alat transportasi, industri farmasi, dan alat kesehatan. Kami juga menyediakan empat program baru, yaitu industri pangan, offshore financing, penjaminan, dan asuransi," ungkap Direktur Eksekutif LPEI, Riyani Tirtoso, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI yang dipantau secara virtual di Jakarta.
Kinerja Lembaga Pembiayaan
Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara serentak mengungkapkan keberatan mereka terhadap kinerja Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam Rapat Kerja Komisi XI bersama Kementerian Keuangan.
Mereka mendesak untuk membubarkan LPEI, menyebut lembaga ini tidak memberikan dampak signifikan dalam meningkatkan volume ekspor Indonesia selama 15 tahun terakhir, serta dituduh melakukan tindakan penipuan.
Fraksi PKS, yang diwakili oleh Anis Byarwati, mengkritik bahwa meskipun LPEI telah menerima tambahan penyertaan modal negara (PMN) dalam lima tahun terakhir, kinerjanya tidak menunjukkan perbaikan yang berarti. Menurutnya, pembubaran LPEI adalah solusi yang tepat mengingat masalah yang terus berlanjut.
Dari Fraksi Gerindra Kamrussamad juga menyampaikan ketidakpuasannya terhadap LPEI. Menurutnya, tidak ada hubungan yang jelas antara dukungan pembiayaan LPEI dengan peningkatan ekspor, yang menunjukkan bahwa PMN sebesar Rp5 triliun yang diajukan masih terlalu besar dan berisiko.
Eriko Sotarduga dari Fraksi PDIP mendukung suara untuk membubarkan LPEI. Menurutnya, lembaga ini telah menciptakan masalah sejak awal, dan memberikan PMN sebesar Rp5 triliun hanya akan memperburuk situasi di masa depan.
Wakil Ketua Komisi XI, Dolfie O.F.P, mengingatkan bahwa pembubaran LPEI tidak bisa dilakukan begitu saja karena lembaga ini didirikan berdasarkan Undang-Undang. Usulan untuk pembubaran perlu disertakan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) masing-masing partai politik untuk dilakukan peninjauan dan pembahasan lebih lanjut.
Kondisi ini menegaskan bahwa kritik terhadap LPEI bukan sekadar permasalahan kinerja, tetapi juga melibatkan proses legislatif yang kompleks. Pembubaran lembaga ini memerlukan dukungan lebih lanjut dari berbagai pihak terkait untuk memastikan langkah yang diambil sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Sementara itu, Menteri Keuangan berkomitmen untuk mengikuti proses peninjauan yang teliti terhadap LPEI dan memberikan laporan lanjutan dalam dua minggu mendatang. Ini merupakan langkah penting untuk mengatasi permasalahan yang muncul dan mencari solusi yang tepat guna mendukung industri ekspor Indonesia ke depan.
Peningkatan Volume Ekspor
Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp5 triliun untuk Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), setengah dari permintaan total Rp10 triliun yang diajukan. Keputusan tersebut disertai dengan catatan bahwa LPEI harus segera memperbaiki kinerjanya yang dinilai belum memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan volume ekspor dalam 15 tahun terakhir, serta adanya indikasi kasus penipuan dalam manajemennya.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra Kamrussamad, menjelaskan bahwa evaluasi mendalam yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang jelas antara dukungan pembiayaan yang diberikan LPEI dengan peningkatan ekspor Indonesia. Oleh karena itu, Komisi XI menolak memberikan PMN sebesar Rp10 triliun yang diajukan, dengan alasan bahwa PMN sebesar Rp5 triliun saja sudah dianggap sangat berisiko.
Kritik terhadap LPEI juga datang dari Eriko Sotarduga, anggota Komisi XI dari Fraksi PDIP, yang menganggap bahwa LPEI sejak awal telah menciptakan masalah. Dia menekankan bahwa memberikan PMN sebesar Rp5 triliun tidak akan menyelesaikan masalah yang ada, dan justru dapat menciptakan masalah baru di masa depan.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.