KABARBURSA.COM – Struktur pasar modal Indonesia masih sangat Jawa-sentris. Hal itu kembali ditegaskan Direktur KSEI, Samsul Hidayat, yang menyebut aktivitas investor hingga pergerakan ekonomi yang tercermin di pasar modal memang masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Kondisi ini selaras dengan porsi kegiatan ekonomi nasional yang sekitar 60 persen berada di Jawa sehingga otomatis membentuk pola kepemilikan aset dan partisipasi investor yang belum merata di wilayah lain.
Samsul menjelaskan bahwa saat ini komposisi kepemilikan aset investor di pasar modal masih didominasi investor lokal sekitar 60 persen, baik ritel maupun institusi.
Menurut dia, institusi domestik seperti dana pensiun dan asuransi pada dasarnya memiliki kapasitas besar, namun keputusan investasinya tetap bergantung pada profil risiko, struktur portofolio, serta ketentuan internal masing-masing lembaga.
“Institusi berinvestasi berdasarkan keamanan dan risiko. Kami tidak bisa mengintervensi keputusan mereka,” ujar Samsul dalam paparan acara workshop dan gathering media di Ubud, Bali, dikutip Selasa, 18 November 2025.
Ia menambahkan, meskipun tidak bisa mengatur arah investasi institusi secara langsung, KSEI dan SRO terus melakukan kampanye agar lembaga-lembaga besar tersebut lebih aktif memanfaatkan instrumen pasar modal.
Pertumbuhan pasar yang konsisten dari tahun ke tahun, kata dia, menjadi dasar bahwa instrumen pasar modal layak menjadi bagian dari portofolio jangka panjang.
Dari sisi partisipasi ritel, data terbaru mencatat jumlah investor aktif sudah menembus lebih dari 360 ribu dari total 8 juta SID ekuitas. Meski masih kecil secara proporsi, angka tersebut terus berkembang seiring meningkatnya literasi dan kampanye investasi di berbagai daerah.
Saat ini Bursa Efek Indonesia telah memiliki hampir seribu galeri investasi yang tersebar di berbagai wilayah dengan tujuan memperluas akses dan edukasi pasar modal.
Kendati demikian, penyebaran investor tetap terpusat. Samsul menegaskan bahwa konsentrasi aktivitas ekonomi menjadi faktor utama mengapa Pulau Jawa masih menjadi pusat pertumbuhan investor.
Ia menyebut bahwa untuk meningkatkan kontribusi wilayah di luar Jawa, peningkatan ekonomi daerah harus berjalan beriringan dengan perluasan ekosistem pasar modal.
“Kalau mau naik, ekonominya di daerah juga harus naik. Aktivitas pasar modal mencerminkan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut,” katanya.
Di sisi lain, pertumbuhan investor institusi dianggap krusial untuk menjaga stabilitas pasar mengingat sifat pendanaan mereka yang besar dan berjangka panjang.
Namun, berbagai hambatan teknis seperti kebijakan internal yang berbeda antar lembaga, preferensi risiko, dan ketentuan regulasi membuat partisipasi institusi masih terbatas.
Upaya harmonisasi standar investasi, penguatan manajemen risiko, serta insentif fiskal dinilai dapat menjadi pendorong tambahan agar investor besar lebih percaya diri meningkatkan eksposur ke pasar modal domestik.(*)