KABARBURSA.COM - Direktur Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Samsul Hidayat menanggapi isu terkait persepsi publik yang melihat pasar modal Indonesia lebih condong menjadi arena trading dibanding destinasi investasi dividen.
Menurutnya, pembagian dividen bergantung pada mekanisme dan aturan perusahaan, bukan pada preferensi bursa. Dividen interim memang bisa dibagikan sebelum laporan keuangan diaudit, tetapi risikonya ditanggung manajemen sesuai regulasi.
“Pembagian dividen itu hasil audit dan keputusan RUPS. Interim bisa dilakukan, tapi tetap harus hati-hati,” kata Samsul, Selasa, 18 November 2025.
Samsul menilai ekosistem pasar modal terus tumbuh sehat, terlihat dari nilai transaksi harian yang kini rata-rata mencapai sekitar 16 triliun rupiah.
Dengan profil investor yang semakin muda atau sekitar 60 sampai 70 persen berusia di bawah 30 tahun ia menilai pertumbuhan pasar ke depan dinilai masih sangat potensial.
Ia berharap peningkatan kualitas ekonomi di luar Jawa dan masuknya lebih banyak investor institusi domestik secara aktif akan mempercepat pemerataan dan memperkuat pondasi pasar modal nasional.
Meski demikian ia menekankan bahwa seluruhnya tetap bergantung pada kondisi ekonomi dan fundamental perusahaan yang menjadi underlying pasar modal itu sendiri.
Berdasarkan data KSEI yang ia paparkan, struktur investor pasar modal Indonesia pada 2025 semakin menunjukkan pola geopopulasi yang kian kentara: dominasi Jawa sebagai pusat pertumbuhan.
KSEI mencatat jumlah Single Investor Identification (SID) per 7 November 2025 telah menembus 19.320.025 investor, naik 30 persen atau bertambah 4.448.386 investor sepanjang tahun berjalan.
Dia menjelaskan, pertumbuhan investor ritel memang terus mengakumulasi momentum sejak 2021. Saat itu jumlah SID baru mencapai 7.489.337 dan terus meningkat menjadi 10.311.152 pada 2022, lalu 12.168.061 pada 2023.
Tren akselerasi makin terasa pada 2024 dengan 14.871.639 SID, sebelum akhirnya menembus hampir 20 juta pada November 2025
Kenaikan pada 2025 bukan hanya terjadi pada jumlah investor secara keseluruhan, tetapi juga pada seluruh subsegmentasi: SID C-BEST naik 28 persen, SID S-INVEST naik 30 persen, dan SID SBN tumbuh 15 persen.
Masih Didominasi Jawa
Di tengah percepatan itu, distribusi geografis menunjukkan Jawa sebagai poros utama pergerakan dana masyarakat. KSEI mencatat 69,11 persen investor domestik berasal dari Jawa, dengan porsi aset mencapai Rp6.225,34 triliun atau 94,14 persen dari total aset investor domestik.
Dominasi ini bukan hanya menggambarkan konsentrasi populasi dan literasi investasi, tetapi juga menunjukkan bagaimana pertumbuhan pasar modal masih sangat terikat pada pusat-pusat ekonomi tradisional di Pulau Jawa.
Sebagai perbandingan, Sumatra hanya menyumbang 16,15 persen investor dengan aset Rp142,92 triliun atau 2,16 persen dari total aset. Kalimantan mencatat 4,95 persen investor, Sulawesi 5,29 persen, Bali–NTB–NTT sebesar 3,51 persen, dan Maluku–Papua hanya 0,99 persen.
Sementara dari sisi kepemilikan aset, investor lokal tetap menjadi pemain terbesar dengan porsi lebih dari 58 persen hingga 43 persen sepanjang 2021 hingga 2025, meski investor asing masih memegang aset signifikan.
Hingga 7 November 2025, total aset tersimpan di C-BEST mencapai Rp10.034 triliun dengan pertumbuhan 22 persen year to date, melonjak dari Rp8.227 triliun pada 2024. Jumlah efek yang tercatat di C-BEST juga naik menjadi 3.550 dari sebelumnya 3.273.
Aset kelolaan produk investasi melalui platform S-INVEST ikut mencatat tren positif dengan AUM mencapai Rp950,86 triliun, naik 18 persen dibandingkan akhir 2024.
Jumlah produk investasi yang terdaftar di S-INVEST mencapai 2.293 produk, naik tipis dari 2.267 pada tahun sebelumnya. Konsistensi pertumbuhan ini menunjukkan bahwa investor ritel bukan hanya bertambah jumlahnya, tetapi juga semakin aktif mengalokasikan dana ke berbagai instrumen kelolaan profesional.
Aktivitas korporasi di pasar modal pun bergerak solid. Sepanjang 2025 hingga awal November, KSEI mencatat 6.626 tindakan korporasi, mulai dari dividen, bagi hasil, pelunasan pokok, bunga obligasi hingga aksi lainnya.
Total nilai distribusi tindakan korporasi mencapai Rp497 triliun, lebih tinggi dibandingkan Rp469 triliun pada 2024. Di sisi nilai aksi korporasi saham dan EBUS, perolehan tahun berjalan berada pada kisaran Rp238,70 triliun, dengan saham sebesar Rp315,23 triliun pada 2023 dan Rp261,44 triliun pada 2024.
Digitalisasi layanan RUPS juga berlanjut. Melalui platform eASY.KSEI, sebanyak 901 emiten telah menggunakan sistem dalam penyelenggaraan RUPS sepanjang 2025, meski sedikit menurun dari 899 emiten pada periode yang sama tahun 2024.
Jumlah RUPS yang diselenggarakan melalui platform ini mencapai 1.346, sementara penggunaan fitur e-Proxy meningkat menjadi 27.081 investor dan e-Voting naik menjadi 27.195 investor.(*)