Pada hari Rabu (6/12) pukul 12.27 WIB, Rupiah merasakan tekanan signifikan menghadapi kekuatan dolar Amerika Serikat (AS), dengan kurs rupiah spot yang tercatat berada di angka Rp 15.508 per dolar AS.
Posisi rupiah tergelincir tipis dari penutupan perdagangan sebelumnya yang mencapai Rp 15.505 per dolar AS. Momentum pelemahan ini terlihat dalam dua hari perdagangan terakhir, mengantar Rupiah kembali bergerak di atas angka psikologis Rp 15.500 per dolar AS.
Rupiah tidak sendirian dalam tren melemahnya, melibatkan sejumlah mata uang Asia seperti ringgit Malaysia, yen Jepang, yuan China, won Korea, dolar Taiwan, dan peso Filipina. Sementara itu, baht Thailand, dolar Hong Kong, dan dolar Singapura justru menunjukkan kekuatan terhadap the greenback.
Kondisi global masih menimbulkan tantangan bagi mata uang emerging markets di tahun 2024, dipengaruhi oleh pergerakan Federal Reserve yang melambat lebih dari yang diprediksi serta kondisi ekonomi China dan global yang masih terasa seret. Sebuah analisis dari strategist HSBC, yang dipimpin oleh Paul Mackel dalam catatan kliennya yang dikutip oleh Bloomberg, mengungkapkan dinamika kompleks ini.
Mackel menambahkan perspektif sejarah, menyatakan bahwa pemangkasan suku bunga oleh The Fed tidak selalu berdampak langsung terhadap melemahnya nilai tukar dolar AS.
Pagi ini, indeks dolar yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia menunjukkan pelemahan tipis, mencapai angka 103,98. Sehari sebelumnya, indeks dolar melonjak ke level 104,05, mencatatkan puncak tertinggi sejak 17 November, atau lebih dari dua pekan yang lalu. Situasi ini menjadi perhatian tersendiri dalam dinamika pasar valuta asing global.