KABARBURSA.COM – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melaporkan pendapatan Rp20,45 triliun pada semester I 2025, tumbuh 4 persen dibanding periode sama tahun lalu (year on year/yoy).
Pertumbuhan didorong kenaikan penjualan domestik 5 persen serta ekspor ke Bangladesh yang melonjak 907 persen dan Filipina 579 persen.
Namun, lonjakan biaya bahan bakar, logistik, dan jasa pertambangan sebesar 13 persen menekan laba.
Gross profit perseroan merosot 34 persen menjadi Rp2,25 triliun. Net income terjun 59 persen yoy menjadi Rp833 miliar, sementara laba per saham (earning per share/EPS) turun menjadi Rp72,5.
Dari sisi operasional, produksi batu bara naik 16 persen menjadi 21,73 juta ton, dengan volume penjualan meningkat 8 persen. Meski demikian, harga jual rata-rata (ASP) terkoreksi 4 persen ke Rp930 ribu per ton sehingga tidak mampu menahan penurunan profitabilitas.
EBITDA PTBA tercatat Rp1,86 triliun, turun 41 persen dengan margin menyusut ke 9,13 persen. EBIT juga jatuh 62 persen menjadi Rp892 miliar.
Margin laba bersih hanya 4,07 persen, jauh di bawah 10,35 persen pada periode yang sama tahun lalu.
Leverage Naik, Target Harga Turun
Laporan Kiwoom Sekuritas Indonesia menyebutkan, beban keuangan PTBA ikut meningkat.
Debt to Equity Ratio (DER) naik menjadi 1,16 kali dibanding 0,85 kali di akhir 2024. Debt to Asset Ratio juga naik ke 0,54 kali.
Di sisi lain, rasio cakupan bunga (ICR) turun ke 14,21 kali, meski masih dalam level aman.
“Peningkatan biaya stripping, logistik, dan penurunan ASP membatasi ruang pertumbuhan laba PTBA pada 2025,” tulis Sukarno Alatas, Senior Equity Analyst Kiwoom Sekuritas, dalam risetnya, Selasa, 12 Agustus 2025.
Dengan mempertimbangkan pelemahan kinerja, Kiwoom memangkas target harga 12 bulan PTBA menjadi Rp2.610 per saham dari sebelumnya Rp3.100.
Rekomendasi saham dipertahankan pada level “hold” dengan potensi upside terbatas 8,3 persen dari harga terakhir Rp2.410.
Valuasi baru tersebut mencerminkan P/E 9,8 kali, EV/EBITDA 2,3 kali, dan PBV 1,3 kali. Dibanding rata-rata sektor energi, valuasi PTBA masih lebih tinggi, menunjukkan risiko jangka menengah akibat tren transisi energi global.
Prospek dan Risiko ke Depan
Meski laba bersih anjlok, PTBA tetap mempertahankan target produksi batubara 50 juta ton pada 2025.
Perusahaan juga diperkirakan tetap menjaga payout ratio tinggi, dengan potensi dividen yield sekitar 12 persen pada 2026 dan 10,6 persen pada 2027.
Risiko utama yang bisa menekan kinerja ke depan mencakup pelemahan harga batu bara global, penguatan nilai tukar rupiah, perlambatan ekonomi dunia, serta arah kebijakan transisi energi dan regulasi pemerintah.
Dengan kinerja yang masih tertekan biaya, analis menilai ruang penguatan harga saham PTBA relatif terbatas.
Meski demikian, yield dividen yang tinggi masih menjadi daya tarik utama bagi investor jangka menengah. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.