KABARBURSA.COM - Sorotan dari berbagai lembaga keuangan internasional terhadap arah kebijakan fiskal pada era pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka terus muncul dengan intensitas yang meningkat. Pasalnya, RAPBN 2025 yang sedang disusun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) cenderung akan menyandera penerusnya, Prabowo Subianto-Gibran.
Mereka menyampaikan keprihatinan terhadap potensi pelebaran defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) akibat program-program yang telah dijanjikan, seperti makan siang dan susu gratis yang kini dikenal sebagai makan bergizi.
Morgan Stanley, perusahaan keuangan terkemuka asal Amerika Serikat, menjadi salah satu yang menyoroti hal ini. Mereka mengungkapkan kekhawatiran terhadap arah kebijakan fiskal dalam waktu dekat di era pemerintahan Prabowo-Gibran.
Ahli strategi Morgan Stanley menyebut adanya ketidakpastian jangka pendek terkait arah kebijakan fiskal ke depan. Mereka juga menyoroti potensi beban APBN yang semakin bertambah seiring dengan program-program yang dijanjikan Prabowo-Gibran, seperti program makan siang dan susu gratis.
Dalam konteks yang sama, Bank Dunia juga telah mengingatkan mengenai potensi pelebaran defisit anggaran karena belanja negara yang meningkat. Salah satu program yang menjadi sorotan adalah program makan siang gratis.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen, menekankan perlunya alokasi anggaran yang tepat untuk berbagai program yang akan dijalankan oleh pemerintahan mendatang. Dia menyoroti pentingnya menetapkan dengan jelas bentuk dan sasaran program tersebut sebelum membandingkannya dengan sumber daya yang tersedia saat ini.
Selain itu, Bank Pembangunan Asia (ADB) juga memberikan tinjauan terhadap program makan siang gratis, menyatakan bahwa hal tersebut akan meningkatkan beban APBN.
Meskipun demikian, Ekonom Utama Departemen Riset Ekonomi dan Kerja Sama Regional ADB, Arief Ramayandi, menilai bahwa defisit anggaran masih dapat dijaga dengan baik.
Dia menyebut bahwa Indonesia masih memiliki kemampuan fiskal yang kuat untuk membiayai program-program tersebut, terutama dengan adanya potensi untuk meningkatkan pendapatan negara.
"Beban anggaran pasti ada, tapi apakah itu akan jadi mendorong fiskal defisit sampai memburuk? Saya rasa tidak terlalu," ujar dia, di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis, 16 Mei 2024.
"Kalau dari tax ratio Indonesia masih 10 persenan, ruangnya untuk ditingkatkan masih tinggi," sambungnya.
Oleh karena itu, jika pemerintah mendatang mampu meningkatkan pendapatan, maka berbagai program baru bisa saja dijalankan dengan menjaga kondisi APBN. Namun pada saat bersamaan, belanja negara harus tetap dikelola dengan efektif dan efisien.
Defisit APBN Pertama Prabowo Berpotensi Melebar
Pemerintah saat ini telah mengambil langkah untuk memperluas defisit APBN 2025, seperti yang diungkapkan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 yang disusun oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Menurut KEM-PPKF, defisit APBN 2025 diperkirakan mencapai 2,45 hingga 2,82 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini lebih tinggi dari defisit APBN saat ini yang sebesar 2,29 persen dari PDB.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, menjelaskan bahwa pelebaran defisit ini terutama disebabkan oleh peningkatan beban utang pemerintah.
Data dari KEM-PPKF 2025 menunjukkan bahwa pembayaran bunga utang pemerintah mengalami peningkatan signifikan. Pada 2024, pembayaran bunga utang diperkirakan mencapai Rp497,3 triliun atau sekitar 2,18 persen dari PDB, meningkat sekitar 13,06 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp439,9 triliun atau setara 2,11 persen dari PDB.
"Defisit yang lebih besar ini disebabkan oleh peningkatan pembayaran bunga utang," kata Suharso saat berbicara dengan media.
Suharso juga menyoroti bahwa pemerintah perlu mengadopsi strategi baru dalam pembiayaan anggaran, termasuk mempertimbangkan proyek-proyek yang dapat menghasilkan keuntungan untuk membayar utang-utang tersebut.
Dalam konteks arah kebijakan Prabowo yang akan melanjutkan proyek-proyek dari era Jokowi, Suharso menegaskan bahwa meskipun belum ada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) era Prabowo, namun defisit anggaran telah dipersiapkan dengan lebih besar sebagai antisipasi.
"Presiden terpilih (Prabowo) fokus pada keberlanjutan proyek-proyek yang sudah berjalan," tambah Suharso. (*)