KABARBURSA.COM - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI menyarankan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Juli 2024 yang diumumkan hari ini, tepatnya pukul 14.00 WIB ini.
Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI Teuku Riefky, mengemukakan beberapa faktor yang mendukung keputusan ini. Inflasi umum berada dalam target BI, cadangan devisa meningkat, dan rupiah terus terapresiasi, menjadi alasan utama untuk menahan suku bunga acuan.
“Dengan kondisi ini, Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga kebijakannya di level 6,25 persen bulan ini,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu 17 Juli 2024.
Riefky menjelaskan bahwa inflasi umum saat ini mencapai 2,51 persen (year-on-year/yoy) pada Juni 2024, turun dari 2,84 persen (yoy) pada Mei 2024. Penurunan inflasi ini terutama disebabkan oleh penurunan harga pangan setelah musim panen dan rendahnya permintaan pasca perayaan Idul Fitri yang berakhir pada April 2024.
Selain itu, sikap dovish dari The Fed setelah rilis data inflasi pada 11 Juli lalu telah mendorong arus modal masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Rupiah terapresiasi secara signifikan selama beberapa minggu terakhir dan saat ini berada di kisaran Rp16.110 per dolar AS, menunjukkan kenaikan 2,23 persen dalam sebulan terakhir.
Cadangan devisa Indonesia juga mengalami peningkatan sekitar USD1,2 miliar, dari USD138,97 miliar pada Mei menjadi USD140,18 miliar per Juni 2024. Peningkatan cadangan devisa ini dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah bulan lalu.
Meskipun menunjukkan kinerja yang positif, Riefky mendorong Bank Indonesia untuk tetap waspada dalam merumuskan kebijakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan tingkat harga domestik.
Dia mengingatkan bahwa kondisi finansial global sangat bergantung pada persepsi investor terhadap arah kebijakan The Fed ke depan, dan persepsi ini sangat fluktuatif.
Arus modal mulai beralih ke pasar berkembang sejak sinyal dovish The Fed. Total arus modal portofolio ke pasar keuangan Indonesia meningkat hingga USD1,06 miliar dalam tiga minggu terakhir, mencatatkan akumulasi arus modal tertinggi sejak pertengahan April. Dari jumlah tersebut, USD0,74 miliar masuk ke pasar saham dan USD0,32 miliar ke instrumen obligasi, terutama surat utang jangka panjang Pemerintah Indonesia.
"Namun, arus modal ke instrumen obligasi lebih didominasi ke surat utang jangka panjang Pemerintah Indonesia, ditunjukkan dengan imbal hasil tenor 10 Tahun Surat Utang Pemerintah yang turun dari 7,8 persen di 19 Juni lalu ke 7,02 persen di 12 Juli," tulis laporan tersebut.
Senada, pengamat ekonomi Piter Abdullah, memprediksi Bank Indonesia (BI) masih menahan suku bunga acuannya atau BI Rate di level 6,25 persen pada Juli 2024. Menurut Piter, belum ada alasan yang cukup kuat bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuan saat ini, meskipun inflasi tetap terjaga bahkan terdapat indikasi deflasi.Begitu disampaikan Piter kepada KabarBursa, Rabu, 17 Juli 2024.
Piter menyoroti bahwa tekanan masih ada pada nilai tukar Rupiah, yang dipengaruhi oleh ketidakpastian global. Karena hal inilah BI terindikasi tidak akan meningkatkan suku bunga acuan mengingat tanda-tanda perlambatan ekonomi yang mulai terlihat.
Dalam situasi ini, pelonggaran likuiditas mungkin diperlukan untuk mendukung perekonomian yang sedang menghadapi tantangan internal dan eksternal.
“Sebaliknya BI juga tidak mungkin menaikkan suku bunga juga, karena perekonomian sudah menunjukkan gejala perlambatan dan perlu disupport pelonggaran likuiditas,” ujarnya.
Keputusan ini diyakini akan membantu menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi dinamika global dan memperkuat upaya pemulihan ekonomi nasional.
“Dengan demikian, saya meyakini BI akan memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan,” tandasnya.
The Fed Turunkan Suku Bunga
Sebelumnya, Ketua Federal Reserve Jerome Powell menyatakan bahwa bank sentral tidak akan menunggu hingga inflasi mencapai 2 persen sebelum memangkas suku bunga. Dari hal inilah kemudian Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, melihat kemungkinan pemangkasan suku bunga bisa terjadi pada September 2024.
Menurutnya, ada indikasi kuat yang mendukung kemungkinan tersebut. Yaitu, tren penurunan inflasi yang lebih tajam dari yang diharapkan dan perlambatan dalam beberapa indikator ekonomi kunci.
Meskipun, dia mencatat bahwa keputusan tersebut masih belum pasti karena beberapa pihak memperkirakan waktu yang berbeda, dengan beberapa pengamat masih memiliki pendapat yang berbeda mengenai waktu yang tepat untuk tindakan tersebut.
Namun, menurutnya dengan adanya penurunan inflasi di AS memungkinkan adanya percepatan pemangkasan suku bunga the Fed.
“Beberapa pengamat masih beda pendapat tapi arahnya semestinya dipercepat, The Fed lebih yakin untuk memangkas tingkat suku bunga,” katanya.
Namun, mempercepat pemangkasan suku bunga sebenarnya sulit untuk diprediksi. Faisal mengungkapkan kesulitan dalam menginterpretasi kecenderungan pejabat The Fed terkait langkah ini. Dia menjelaskan bahwa seperti bulan lalu, meskipun terjadi penurunan inflasi sebesar 0,1 persen, namun The Fed belum merasa cukup puas dengan kondisi tersebut.
Tapi dia menyatakan dengan adanya penurunan yang lebih signifikan pada bulan ini, Di berharap para pejabat The Fed akan merasa lebih terdorong untuk mempercepat langkah-langkah mereka.
“Saya harap dengan penurunan yang lebih tajam pada bulan ini mereka lebih terdorong untuk mempercepat,” ungkap dia.
Sebagai catatan, ada deflasi inflasi di AS pada bulan Juni, dengan penurunan yang lebih besar dari perkiraan, yaitu 0,1 persen. Secara tahun ke tahun (year-on-year), inflasi turun dari 3,3 persen pada bulan sebelumnya menjadi 3 persen.
“Turunnya lebih tajam ini,” terang dia.
Menurut pandangannya, dengan kondisi tersebut, ditambah dengan indikator lain seperti perlambatan pertumbuhan lapangan kerja dan non farm payroll yang lemah, dapat memperkuat dorongan untuk mempercepat pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Namun, sekali lagi dia menekankan bahwa keputusan untuk mempercepat pemangkasan suku bunga The Fed bergantung pada bagaimana para pejabat bank sentral tersebut menafsirkan kondisi ekonomi di AS. Keputusan akhir akan diambil dalam pertemuan FOMC yang berikutnya, yang dijadwalkan pada akhir Juli 2024 ini.(yub/nil)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.