Logo
>

Mana Lebih Baik di Blok Rokan, Pertamina atau Chevron?

Ditulis oleh KabarBursa.com
Mana Lebih Baik di Blok Rokan, Pertamina atau Chevron?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo, atau Jokowi, berencana melakukan kunjungan ke Wilayah Kerja (WK) Rokan dalam minggu ini hingga pekan depan. Kunjungan ini dilakukan untuk mengevaluasi pengelolaan blok minyak tersebut setelah sepenuhnya diambil alih oleh Pertamina Hulu Rokan (PHR) dari Chevron Pacific Indonesia (CPI) sejak 9 Agustus 2021.

    “Minggu ini saya akan cek lagi setelah kita ambil alih dari Chevron Amerika Serikat. Saya mau lihat, apakah kita kelola sendiri lebih baik daripada dikelola asing?" ujar Jokowi dalam agenda Inagurasi Menuju Ansor Masa Depan, Senin 27 Mei 2024 kemarin.

    Jokowi menyatakan bahwa ada dua kemungkinan dari pengelolaan WK Rokan setelah berpindah tangan, yakni bisa lebih baik atau justru sebaliknya. “Saya berharap minggu depan saat saya ke Rokan, hasilnya lebih baik dari sebelumnya,” tambahnya.

    WK Rokan, yang menghasilkan sekitar 160,5 ribu barel per hari (bph) atau 24 persen dari produksi nasional, serta 41 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) gas bumi pada akhir Juli 2021, merupakan salah satu blok minyak andalan Indonesia.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, sebelumnya berharap PHR berkomitmen untuk melakukan investasi besar-besaran agar produksi dari wilayah tersebut tidak menurun, bahkan bisa ditingkatkan. "Ini harus menjadi komitmen Pertamina, mengingat WK Rokan adalah salah satu WK terbesar di Indonesia yang bernilai strategis dalam memenuhi target produksi 1 juta BOPD dan 12 BSCFD pada 2030," ujar Arifin dalam siaran pers.

    Produksi WK Rokan diharapkan bisa mencapai 165.000 bph pada akhir 2021 dengan tambahan sumur-sumur baru yang dibor. Saat ini, Blok Rokan mampu menyumbang produksi minyak tertinggi di Indonesia, yaitu sebesar 161.623 bph. Namun, produksi minyak di Blok Rokan dilaporkan pernah mencapai 172.710 bph, dua tahun setelah alih kelola dari CPI ke PHR.

    Tanah Terkontaminasi

    Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Chalid Said Salim, mengungkapkan bahwa anggaran pemulihan tanah terkontaminasi minyak di Blok Rokan mencapai USD600 juta atau setara Rp9,5 triliun (dengan asumsi kurs Rp15.869,90). Chalid, yang juga mantan Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), mengatakan bahwa anggaran tersebut berasal dari pemerintah dan operator lama, yakni Chevron.

    “[Pemulihan tanah terkontaminasi] nilainya USD600 juta, anggaran dari operator lama dan negara. Jadi surat penugasan dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi [SKK Migas], kita yang ditugaskan untuk melaksanakan,” ujar Chalid dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII, Rabu 27 Maret 2024 lalu.

    Perlu diketahui, PT Pertamina (Persero), melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), bertekad untuk mengolah tanah terkontaminasi minyak bumi guna menurunkan kadar limbah bahan berbahaya dan beracun di wilayah Blok Rokan.

    “Kami melaksanakan tugas yang diberikan oleh SKK Migas untuk mengolah tanah terkontaminasi serta melakukan abandonment and site restoration (ASR),” kata Direktur Utama PHR Jaffee Suardin di Pekanbaru, Riau, Selasa.

    Jaffee menjelaskan bahwa kegiatan pre-focus group discussion (FGD) untuk pembuatan peta jalan pengelolaan tanah terkontaminasi minyak telah dilakukan bersama SKK Migas, Kementerian ESDM, Kementerian LHK, dan PHR. Ini sesuai dengan surat penugasan untuk lima tahun ke depan.

    Saat ini, kesepakatan mengenai mekanisme pengadaan dan penganggaran antara SKK Migas dan PHR dalam penggunaan dana ASR sedang berlangsung.

    Perseroan telah memulai proses inisiasi dan eksekusi Plug & Abandonment (P&A) serta dekomisioning fasilitas. Sekitar 200 sumur siap untuk Final Utilization and Plugging Program (FUPP) dari total 3.297 sumur, dan 800 fasilitas siap sesuai surat penugasan.

    “Kami melihat potensi dari sumur-sumur yang sekarang idle. Potensi tersebut kami kembangkan sebelum memutuskan apakah akan dilakukan ASR atau tidak, karena tujuannya adalah mencari produksi,” ujar Jaffee.

    Kementerian ESDM menyatakan bahwa tanah terkontaminasi minyak bumi di Blok Rokan merupakan akibat dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

    Tanah terkontaminasi minyak bumi merupakan tanah yang terkena tumpahan, ceceran, atau kebocoran penimbunan limbah minyak bumi yang tidak sesuai dengan persyaratan dari kegiatan operasional.

    Biaya pengelolaan lingkungan, termasuk pemulihan lingkungan, merupakan bagian dari biaya operasi sebagai bagian dari konsep kontrak kerja sama cost recovery.

    SKK Migas secara ketat mengawasi pembebanan biaya kegiatan pembersihan tanah terkontaminasi minyak kepada biaya operasi.

    Setengah Abad Chevron

    Pada medio 2018, setelah hampir setengah abad dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Blok Rokan akhirnya berpindah tangan ke PT Pertamina (Persero) pada 2021. Pemerintah memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak dengan PT CPI dan menyerahkan hak pengelolaan ladang minyak tersebut kepada Pertamina.

    Dari sisi komersial, Pertamina mencantumkan beberapa komitmen penting dalam proposalnya. Signature bonus sebesar USD 784 juta atau sekitar Rp 11,3 triliun, komitmen kerja pasti senilai USD 500 juta atau sekitar Rp 7,2 triliun, serta potensi pendapatan negara yang diproyeksikan mencapai USD 57 miliar atau sekitar Rp 825 triliun selama 20 tahun ke depan.

    Setelah pengelolaan Blok Rokan sepenuhnya dipegang oleh Pertamina, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM, maka 10 persen dari pengelolaan tersebut akan menjadi participating interest (PI) bagi pemerintah daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang ditunjuk.

    Blok Rokan merupakan ladang minyak dengan cadangan terbesar yang pernah ditemukan di Indonesia, menyumbang sekitar 26 persen dari total produksi nasional. Ladang seluas 6.220 kilometer persegi ini memiliki 96 lapangan, dengan tiga lapangan utama yang terkenal akan potensi minyaknya yaitu Duri, Minas, dan Bekasap.

    Cadangan minyak Blok Rokan diperkirakan mencapai 500 juta hingga 1,5 miliar barel setara minyak tanpa teknologi Enhance Oil Recovery (EOR). Namun, setelah Chevron meninggalkan Blok Rokan, muncul masalah baru terkait tanah yang terkontaminasi.

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi