KABARBURSA.COM - Aktivitas manufaktur Indonesia menunjukkan tanda-tanda perlambatan pada bulan Mei 2024 meskipun masih mengalami pertumbuhan.
Menurut laporan S&P Global yang dirilis pada Senin, 3 Juni 2024, indeks aktivitas manufaktur Indonesia, yang diukur dengan Purchasing Managers’ Index (PMI), mencapai 52,1 untuk periode Mei. Angka di atas 50 menandakan bahwa aktivitas masih berada dalam zona ekspansif, namun, terdapat penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Pentingnya catatan bahwa PMI manufaktur Indonesia telah menunjukkan fase ekspansif selama 33 bulan berturut-turut, menunjukkan ketahanan sektor tersebut. Namun demikian, tren perlambatan menjadi jelas ketika melihat perbandingan dengan angka bulan sebelumnya. Pada bulan April, PMI mencapai 52,9, menunjukkan tingkat ekspansi yang lebih tinggi. Dengan angka PMI 52,1 pada bulan Mei, ini menandai penurunan signifikan dan menjadi yang terendah dalam enam bulan terakhir, sejak November tahun sebelumnya.
Hal ini menunjukkan perlambatan dalam laju pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia, meskipun masih berada dalam fase ekspansif. Evaluasi lebih lanjut diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang mendasari penurunan ini dan dampaknya pada ekonomi secara keseluruhan.
“Permintaan masih positif, meski sangat didominasi dalam negeri. Permintaan ekspor turun 3 bulan beruntun, menegaskan perlambatan permintaan global. Alhasil, pertumbuhan permintaan baru (new orders) berada di titik terendah dalam 6 bulan,” sebut keterangan resmi S&P Global.
Dengan produksi yang tumbuh lebih cepat dari permintaan, dunia usaha bisa menambah stok. Data menunjukkan stok meningkat selama 4 bulan beruntun.
Soal tenaga kerja, dunia usaha dapat bersikap lebih hati-hati. Beberapa perusahaan memilih untuk tidak menambah karyawan untuk menggantikan mereka yang keluar.
“Survei PMI Mei menunjukkan bulan yang solid dalam hal performa sektor manufaktur. Permintaan tetap positif, meski sebagian besar didorong dari domestik.
“Walau positif, tetapi ada sejumlah sinyal awan mendung. Laju pertumbuhan secara umum melemah, sementara keyakinan dunia usaha jatuh ke level terlemah dalam lebih dari 4 tahun," kata Paul Smith, Economics Director S&P Global Market Intelligence.
“Tekanan biaya juga meningkat. Jadi bisa dipahami kalau dunia usaha berhati-hati dalam hal tenaga kerja dengan menerapkan pendekatan wait and see, bukan dengan langsung menggantikan karyawan yang keluar,” terang Smith menambahkan.
Manufaktur Indonesia Solid
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan hal yang juga menggembirakan. Ia menuturkan bahwa PMI manufaktur Indonesia solid dan sehat di tengah-tengah dinamika geopolitik yang menjadi tantangan bagi semua pihak.
PMI Manufaktur Indonesia pada April 2024 mampu melampaui PMI Manufaktur negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN (51,0). Selain itu juga mengungguli PMI Manufaktur Thailand (48,6), Malaysia (49,0), Myanmar (49,9), Taiwan (50,2), Vietnam (50,3), Filipina (52,2), Jepang (49,6), Korea Selatan (49,4), Inggris (49,1), dan Amerika Serikat (50,0). Di samping itu, beberapa negara mitra dagang Indonesia juga mencatatkan aktivitas manufaktur yang ekspansif diantaranya adalah China (51,4) dan India (59,1)
“Beberapa negara yang menjadi kompetitor kita pada sektor manufaktur masih mengalami kontraksi seperti Thailand, Malaysia, Jepang dan Korsel. Poin 52,9 ini juga masih di atas rata-rata PMI ASEAN yang tercatat di angka 51,0,” ungkap Menperin.
Fase ekspansi PMI Manufaktur pada bulan keempat ini sejalan dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan April 2024 yang berada di angka 52,3.
Berdasarkan laporan IKI, subsektor yang paling optimis dalam enam bulan ke depan adalah industri kertas dan barang kertas, diikuti industri pencetakan dan reproduksi media rekaman, serta industri makanan.
Tingkat optimisme yang tinggi ini dikarenakan kepercayaan pelaku usaha terhadap kebijakan pemerintah pusat, dan perbaikan kondisi ekonomi global ke depan.
Manufaktur Ekspansif, Inflasi Terkendali
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan kinerja manufaktur Indonesia terus menunjukkan tren yang positif. Pemerintah akan tetap mengupayakan berbagai dukungan kebijakan untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional ke depan.
Sementara itu, pada bulan April yang bertepatan dengan Ramadan dan Idulfitri, tingkat inflasi Indonesia tetap berada dalam rentang sasaran.
Tingkat inflasi mengalami penurunan dari 3,05 persen di bulan Maret, menjadi 3,00 persen (yoy) di bulan April yang didukung oleh melandainya harga pangan. Inflasi bulanan sebesar 0,25 persen pada April 2024 menjadi salah satu yang terendah dibandingkan pada masa Ramadan dan Idulfitri tiga tahun ke belakang.
“Peningkatan aktivitas ekonomi pada momen Ramadan dan Idulfitri mendorong naiknya inflasi inti, menjadi 1,82 persen (yoy) pada April dari Maret 2024 (1,77 persen yoy),” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.