KABARBURSA.COM – Margin PT Sinar Terang Mandiri Tbk (MINE) tergerus dalam sepanjang 2025. Merosotnya margin ini memunculkan pertanyaan besar mengenai apa yang sebenarnya terjadi di tengah ekspansi agresif perusahaan.
Laporan keuangan interim per 30 September 2025 menunjukkan kondisi yang kontras. Pendapatan MINE naik, aset melonjak, tetapi laba bersih justru merosot tajam. MINE membukukan laba bersih sebesar Rp145,54 miliar selama sembilan bulan pertama 2025. Angka ini turun 27,17 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp199,85 miliar.
Penurunan ini terjadi meskipun pendapatan naik dari Rp1,47 triliun menjadi Rp1,78 triliun. Kenaikan pendapatan tidak mampu mengimbangi lonjakan beban pokok pendapatan yang naik drastis dari Rp1,13 triliun menjadi Rp1,47 triliun, dan menekan laba bruto dari Rp332,30 miliar menjadi Rp305,66 miliar.
Tekanan margin berlanjut hingga ke laba usaha yang turun menjadi Rp234,01 miliar dari Rp292,15 miliar. Laba sebelum pajak merosot lebih dalam, dari Rp273,01 miliar menjadi Rp164,71 miliar. Bahkan laba per saham ikut jatuh tajam dari Rp115,13 per saham pada 9M24 menjadi hanya Rp37,51 pada 9M25.
Data ini menunjukkan bahwa pelemahan margin MINE bukan sekadar anomali kuartalan, tetapi indikasi tekanan biaya yang terus meningkat sepanjang tahun.
Jika dibandingkan dengan laporan tahunan 2024, perbedaan tren semakin terlihat jelas. Pada 2024, MINE masih mencatatkan peningkatan pendapatan hingga Rp2,119 triliun, laba kotor Rp558 miliar, serta laba operasi Rp433 miliar.
Namun, memasuki 2025, pola efisiensi tersebut tidak lagi bertahan. Beban usaha dan beban pokok pendapatan tumbuh lebih cepat daripada pendapatan, sekaligus mempersempit ruang profitabilitas perusahaan.
Di sisi neraca, ekspansi MINE terlihat sangat agresif. Total aset per 30 September 2025 mencapai Rp2,143 triliun, melesat dari Rp1,61 triliun di akhir 2024. Peningkatan ini sebagian besar bersumber dari kenaikan aset lancar dan aset tetap, yang mengindikasikan perluasan kapasitas operasional.
Namun, ekspansi ini juga diiringi peningkatan liabilitas menjadi Rp1,26 triliun dari Rp1,00 triliun sebelumnya. Struktur itu memperlihatkan bahwa pertumbuhan perusahaan banyak dibiayai oleh utang, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Di sisi ekuitas, posisi MINE memang membaik dari Rp606,44 miliar menjadi Rp878,14 miliar. Namun kenaikan ekuitas ini tidak menghapus fakta bahwa kemampuan perusahaan menghasilkan laba terjerat tekanan biaya yang semakin besar.
Tekanan margin juga tercermin dari arus kas operasi yang melemah menjadi Rp241 miliar, turun dari Rp348 miliar pada periode sebelumnya. Sementara itu, arus kas investasi tetap tinggi dan arus kas pendanaan menunjukkan adanya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan ekspansi.
Kombinasi pendapatan yang meningkat tetapi margin yang menyempit, aset yang melonjak tetapi utang yang ikut membengkak, serta arus kas operasi yang menurun, membuat kinerja MINE pada 2025 berada dalam area kewaspadaan. Data menunjukkan bahwa perusahaan sedang berada dalam fase pertumbuhan yang mahal. Tanpa pengendalian biaya yang lebih ketat, ekspansi ini berisiko menekan profitabilitas lebih jauh pada periode mendatang. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.