KABARBURSA.COM - Harga saham PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) melonjak tajam sebesar 6,03 persen ke level Rp8.350 pada awal perdagangan sesi II, Jumat, 2 Mei 2025, meskipun emiten petrokimia milik konglomerat Prajogo Pangestu ini masih mencatatkan rugi bersih sebesar USD23,6 juta pada kuartal I 2025.
Lonjakan harga terjadi menyusul rilis laporan keuangan terbaru dan meningkatnya keyakinan pasar terhadap prospek pertumbuhan jangka panjang TPIA, yang ditopang oleh kerja sama strategis dengan Glencore dan akuisisi aset kilang milik Shell di Singapura.
Kinerja keuangan TPIA memang belum sepenuhnya pulih secara bottom line. Namun, indikator operasional menunjukkan sinyal pemulihan. Pendapatan bersih naik 31,8 persen menjadi USD622,1 juta, terutama dari lonjakan penjualan produk kimia sebesar 32,5 persen.
Sementara itu, EBITDA melonjak tajam 1.870 persen menjadi USD21,7 juta dibanding periode sama tahun lalu yang hanya mencatat USD1,1 juta. Ini mencerminkan mulai membaiknya marjin operasi meskipun margin laba kotor tetap sangat tipis di level USD5,8 juta karena beban pokok yang masih tinggi.
Menurut Yehezkiel Christian, analis dari Ciptadana Sekuritas, lonjakan harga saham TPIA tidak mencerminkan kondisi fundamental saat ini, melainkan ekspektasi pasar terhadap narasi transformasi jangka panjang perusahaan. “Pasar membeli prospek, bukan laporan rugi kuartalan. Katalis utama adalah potensi kenaikan pendapatan lima kali lipat dari akuisisi aset Shell melalui entitas Aster Chemicals & Energy yang didukung Glencore,” ungkap Yehezkiel dalam riset bertajuk The Start of The Prosperity tertanggal 4 Februari 2025.
Aset Shell yang dimaksud adalah kompleks kilang dan pabrik petrokimia di Energy and Chemicals Park Singapore (SECP), yang diakuisisi oleh anak usaha gabungan CAPGC Pte. Ltd., dimiliki 80 persen oleh Chandra Asri Group dan 20 persen oleh Glencore Plc. Proyek ini dibiayai sebagian dari pinjaman sindikasi sebesar USD1 miliar yang diatur oleh DBS Bank Ltd. dan OCBC, dengan tenor rata-rata 6,3 tahun.
Dalam catatan analis Ciptadana, entitas ini diproyeksikan menyumbang hingga USD8 miliar pendapatan per tahun, yang secara teori dapat melipatgandakan pendapatan TPIA antara 2024–2026, dari sekitar USD1,88 miliar pada 2024 menjadi USD9,89 miliar pada 2026.
Selain kilang, TPIA juga memperkuat lini infrastruktur melalui anak usaha PT Chandra Daya Investasi (CDI) yang baru saja memperoleh suntikan modal sebesar USD185 juta dari Chandra Asri Group dan EGCO Group asal Thailand. Dana tersebut akan digunakan untuk memperluas portofolio proyek infrastruktur energi dan logistik yang terintegrasi, serta mempercepat rencana IPO anak usaha di sektor tersebut.
Secara neraca, total aset TPIA bertumbuh menjadi USD6,06 miliar (7 persen year to date/ytd), sementara ekuitas meningkat 4,3 persen menjadi USD3,05 miliar. Di sisi lain, utang berbunga melonjak 28,5 persen menjadi USD2,57 miliar, digunakan untuk pembiayaan ekspansi kilang, akuisisi, dan modal kerja. Sementara itu, arus kas operasi masih negatif USD318,7 juta, meski membaik dari posisi minus USD387,2 juta pada periode sama tahun lalu. Perusahaan juga tetap mempertahankan likuiditas tinggi, dengan kas dan surat berharga mencapai USD1,74 miliar.
“Meski rugi, pasar melihat bahwa transformasi bisnis TPIA bersifat struktural, bukan hanya siklikal. Ini mirip seperti tahapan awal beberapa perusahaan energi global yang berani melakukan ekspansi lintas negara meski belum profitable,” ujar Yehezkiel.
Saham TPIA: Rally Harga Ditopang Narasi Pertumbuhan
Saham TPIA melonjak 6,03 persen ke Rp8.350 dengan volume mencapai 19,42 juta saham, hampir menyamai rata-rata volume hariannya. Lonjakan ini terjadi di tengah respons pasar terhadap sentimen positif terkait pinjaman sindikasi senilai USD1 miliar dan proyeksi peningkatan pendapatan lima kali lipat dari ekspansi melalui Glencore dan akuisisi aset Shell di Singapura. Namun, reli harga ini terjadi di atas fundamental keuangan yang masih lemah dan merugi.
Berdasarkan data valuasi terbaru, TPIA mencatatkan kerugian bersih (EPS TTM) sebesar Rp11,42, dengan P/E ratio negatif -731,09 (TTM) dan -430,49 (annualised). Rasio negatif ini mengindikasikan bahwa perusahaan belum membukukan laba operasional berkelanjutan. Earnings yield juga negatif (0,14 persen), menandakan tidak adanya imbal hasil laba terhadap harga saham saat ini.
Valuasi pasar terhadap TPIA tergolong sangat premium. Price to sales ratio (P/S) sebesar 23,30 kali berada jauh di atas rata-rata sektor petrokimia global yang umumnya berada pada kisaran 1–3 kali. Price to book value (PBV) mencapai 16,74 kali, menunjukkan saham ini diperdagangkan 16 kali dari nilai buku, level yang biasanya hanya dijumpai pada saham teknologi disruptif atau platform digital, bukan pada industri bahan baku kimia yang padat modal.
Dari sisi arus kas, tekanan masih signifikan. Price to cash flow negatif (-424,24) dan price to free cash flow -94,80 memperlihatkan bahwa TPIA masih membakar kas dalam operasionalnya. Sementara itu, rasio EV/EBIT -669,06 dan EV/EBITDA 759 menunjukkan struktur biaya yang belum efisien serta belum optimalnya leverage aset terhadap profitabilitas.
Singkatnya, saham TPIA saat ini dihargai berdasarkan optimisme masa depan, bukan kinerja saat ini. Narasi pertumbuhan seperti integrasi aset kilang Singapura, kolaborasi internasional, dan IPO anak usaha menjadi motor pendorong ekspektasi pasar, meskipun kondisi keuangannya belum sepenuhnya pulih. Saham ini masuk kategori “growth story” berisiko tinggi, yang lebih cocok untuk investor bertoleransi risiko tinggi dan berorientasi jangka panjang.
Dari sisi teknikal, indikator mengonfirmasi tren bullish yang kuat. Ringkasan indikator menunjukkan status “Strong Buy”, dengan 6 sinyal beli dan 1 netral, tanpa sinyal jual. RSI(14) berada di 76,4, mengindikasikan kondisi overbought. Beberapa indikator lain juga mencerminkan kondisi jenuh beli, seperti STOCHRSI(14) di 100, CCI(14) di 260,8, dan Williams %R di -3,33. Ini menandakan bahwa dalam jangka pendek, saham TPIA sudah mengalami reli signifikan dan rawan koreksi teknikal.
Namun, MACD(12,26), ADX(14), ROC, dan Bull/Bear Power semuanya masih menunjukkan sinyal beli yang konsisten. Moving averages juga mendukung tren naik kuat: semua MA dari MA5 hingga MA200 memberikan sinyal beli, dengan harga saat ini berada jauh di atas seluruh rata-rata jangka pendek hingga panjang.
Sinyal tambahan dari pola candlestick memperkuat narasi bullish, dengan pola Three Outside Up dan Three Inside Up yang muncul berulang di berbagai timeframe. Meski demikian, pola bearish jangka menengah seperti Evening Doji Star dan Dark Cloud Cover dari Maret masih relevan untuk menjadi alarm koreksi jika sentimen berubah.

Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.
 
      