Logo
>

Masih Undervalued di Tengah Laba Naik, CTRA Tak Cantik?

CTRA mencatat laba naik 27 persen di 9M25 dan posisi keuangan kuat, tapi saham masih undervalued. Pasar menanti katalis baru agar rerating bisa terjadi di tengah lemahnya sentimen properti.

Ditulis oleh Yunila Wati
Masih Undervalued di Tengah Laba Naik, CTRA Tak Cantik?
Ilustrasi: Maket properti rumah di sebuah perumahan yang tengah dipamerkan di sebuah pusat perbelanjaan. Foto: KabarBursa

KABARBURSA.COM – Saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) pada perdagangan Jumat, 31 Oktober 2025, terkoreksi 2,75 persen ke level Rp885 per saham. Pelemahan ini terjadi meski laporan keuangan sembilan bulan pertama (9M25) menunjukkan kinerja yang solid secara fundamental. 

Fenomena ini mengindikasikan bahwa pergerakan saham CTRA saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor valuasi dan persepsi pasar ketimbang kelemahan operasional.

Sepanjang Januari–September 2025, CTRA membukukan laba bersih sebesar Rp1,62 triliun, naik 27,55 persen secara tahunan (yoy) dibandingkan Rp1,27 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

Pendapatan usaha juga meningkat 18 persen yoy menjadi Rp8,39 triliun dari Rp7,11 triliun. Kinerja ini menandakan keberhasilan CTRA menjaga momentum penjualan proyek dan mengoptimalkan efisiensi biaya, meski tekanan suku bunga tinggi masih membayangi sektor properti nasional.

Namun, jika dicermati lebih dalam, kenaikan laba CTRA belum sepenuhnya mencerminkan percepatan pertumbuhan organik yang kuat. Margin kotor memang meningkat menjadi Rp4,02 triliun, tetapi pertumbuhan beban langsung sebesar 18,1 persen dari Rp3,69 triliun ke Rp4,36 triliun menunjukkan tekanan biaya konstruksi yang masih besar. 

Dengan kata lain, peningkatan pendapatan lebih banyak berasal dari volume penjualan dan bukan dari ekspansi margin yang berkelanjutan.

Laba usaha naik menjadi Rp2,49 triliun, atau 21,4 persen lebih tinggi dari tahun lalu. Tetapi, kenaikan laba ini masih didorong oleh efisiensi proyek yang bersifat siklis dan bukan hasil diversifikasi pendapatan jangka panjang. 

CTRA memang berhasil memperbesar kontribusi proyek township dan segmen menengah ke atas, namun porsi recurring income dari pusat perbelanjaan, hotel, dan properti investasi masih tergolong kecil. 

Ini membuat profitabilitasnya sensitif terhadap fluktuasi pasar perumahan dan daya beli masyarakat.

Dari sisi neraca, total aset CTRA mencapai Rp46,19 triliun hingga akhir September 2025, sedikit turun dari Rp47,02 triliun di akhir 2024. Penurunan ini menandakan adanya realisasi proyek yang lebih cepat dibandingkan ekspansi baru, yang di satu sisi positif untuk arus kas, tetapi juga mengindikasikan moderasi pipeline pertumbuhan jangka menengah. 

Menariknya, total liabilitas berhasil ditekan dari Rp22,40 triliun menjadi Rp20,35 triliun. Ini menandakan penurunan leverage dan disiplin keuangan yang lebih baik. 

Dengan ekuitas meningkat ke Rp25,83 triliun, struktur permodalan CTRA saat ini tergolong sehat dengan DER di bawah 0,8x. Peningkatan ini memberi ruang cukup untuk pembiayaan ekspansi baru jika diperlukan.

Saham Bergerak di Bawah Tekanan

Namun di lantai bursa, saham CTRA justru terus bergerak di bawah tekanan. Dengan harga Rp885 per saham, kapitalisasi pasarnya sekitar Rp22,8 triliun, atau hanya 0,9 kali nilai bukunya (price-to-book value/PBV 0,9x) dan rasio P/E sekitar 9,7 kali. 

Secara valuasi, ini menempatkan CTRA di zona undervalued dibanding rata-rata sektor properti yang umumnya diperdagangkan di PBV 1,1–1,3x dan P/E 11–13x. 

Berdasarkan pendekatan nilai wajar fundamental, harga saham CTRA semestinya berada di kisaran Rp1.050–Rp1.100 per saham, mencerminkan potensi kenaikan sekitar 20–25 persen dari posisi saat ini.

Kendati demikian, pasar tampaknya masih ragu memberi rerating. Penyebab utamanya bukan pada performa keuangan, melainkan pada dinamika sektoral. Tingginya suku bunga KPR dan perlambatan transaksi residensial menekan sentimen sektor property.

Sementara, CTRA belum mampu menunjukkan katalis baru yang kuat seperti ekspansi besar, joint venture strategis, atau peningkatan signifikan pada recurring income. Investor juga melihat bahwa meski laba tumbuh, profitabilitasnya masih sangat bergantung pada proyek-proyek penjualan, bukan pendapatan berulang yang lebih tahan siklus.

Tekanan Jual Masih Dominan, Potensi Rerating Lambat

Secara teknikal, CTRA mulai memasuki area jenuh jual setelah anjlok dari level tertinggi Rp915 ke Rp885 dengan volume 436 ribu lot dan nilai transaksi Rp39,2 miliar. Orderbook menunjukkan tekanan jual masih dominan, dengan antrean offer mencapai 275 ribu lot berbanding 215 ribu lot di sisi bid.

Namun, adanya posisi beli tebal di area Rp880–Rp890 memperlihatkan minat akumulasi bertahap, terutama dari pelaku pasar yang melihat valuasi murah.

Dengan kondisi ini, saham CTRA dapat dikatakan undervalued secara fundamental tetapi belum cukup atraktif secara momentum. Harga wajar di kisaran Rp1.050–Rp1.100 baru bisa tercapai jika pasar mulai menilai kembali potensi margin dan stabilitas arus kas. 

Namun selama sentimen sektor properti masih lemah dan recurring income belum meningkat signifikan, rerating kemungkinan berlangsung lambat.

Secara keseluruhan, CTRA tetap menjadi salah satu emiten properti dengan neraca sehat dan laba stabil, tetapi konservatisme manajemen dan lambatnya monetisasi proyek membuat saham ini belum memancing euforia. 

Dalam jangka menengah, perbaikan margin dan strategi diversifikasi pendapatan menjadi kunci agar CTRA bisa keluar dari jebakan undervaluasi yang sudah bertahan cukup lama.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79