Logo
>

Saham Bank Danantara Memerah, Begini Prediksi Analis

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Saham Bank Danantara Memerah, Begini Prediksi Analis
Ilustrasi Danantara. Foto: Kabar Bursa/Andrew Bernard

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kehadiran Daya Anagata Nusantara atau Danantara dinilai bisa memberikan dampak positif terhadap bank berbasis BUMN. Seperti diketahui, tiga bank BUMN yakni Bank Mandiri, BNI, dan BRI dikabarkan akan bergabung ke Danantara. 

    Analis Stocknow.id, Abdul Haq Al Faruqy mengatakan, pembentukan Danantara dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan profitabilitas bank-bank BUMN tersebut melalui pengelolaan aset yang lebih terintegrasi.

    "Dengan adanya konsolidasi ini, diharapkan operasional perbankan BUMN menjadi lebih optimal dalam mendukung proyek-proyek strategis nasional tanpa mengorbankan kinerja keuangan mereka," ujarnya kepada Kabarbursa.com, Jumat, 28 Februari 2025.

    Dari sisi profitabilitas, Abdul menilai bank-bank BUMN tetap menunjukkan daya tahan yang kuat meskipun sering terlibat dalam pembiayaan proyek nasional. Selama beberapa tahun terakhir, bank-bank tersebut masih mampu mempertahankan ROE yang stabil dan tinggi.

    Artinya, lanjut dia, keterlibatan dalam proyek strategis tidak secara otomatis menurunkan profitabilitas, justru dapat menjadi peluang untuk meningkatkan pendapatan jika dikelola dengan baik.

    "Dalam hal efisiensi, pengelolaan aset di bawah satu komando seperti Danantara memungkinkan optimalisasi operasional dan pengurangan biaya yang sebelumnya tersebar di berbagai institusi," jelas Abdul. 

    Menurut dia, model tersebut hampir serupa dengan Temasek Holdings di Singapura yang berhasil meningkatkan daya saing perusahaan-perusahaan negara melalui konsolidasi strategis. 

    "Dengan pendekatan ini, bank-bank BUMN memiliki peluang untuk meningkatkan efisiensi bisnis mereka dan memperluas daya saing baik di dalam negeri maupun secara global," tuturnya. 

    Sentimen ke Saham

    Saham perbankan BUMN sempat mengalami penurunan ketika Danantara resmi diluncurkan. Namun, Abdul memandang adanya Danantara bukan menjadi alasan utama saham perbankan BUMN anjlok. 

    "Tetapi, memang pada saat ini ketidakstabilan ekonomi global masih kurang baik yang disebabkan perang dagang antara AS dan negara eksportir," terangnya. 

    Terlebih lagi, lanjut dia, kebijakan tarif tersebut tidak menutup kemungkinan akan lebih banyak diterapkan oleh trump di kemudian hari. Hal ini dirasa bisa memancing para investor kabur dari EM dan invest di aset safe haven seperti emas.

    "Tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa memang keadaan ekonomi dan politik di Indonesia saat ini cukup prihatin, melihat bahwa deflasi terjadi di Indonesia sejak tahun 2024. Sehingga, ini juga menjadi salah satu penyebab mengapa asing kabur dari Indonesia khususnya Equity Market," pungkasnya. 

    Saham Bank BUMN Tertekan 

    Sementara itu merujuk data  Stockbit, saham perbankan BUMN seperti BMRI, BBNI, dan BBRI mengalami penurunan signifikan pada sesi I perdagangan Jumat, 28 Februari 2025. 

    BMRI berada di 4.570, turun 90 poin (-1,93 persen) dari harga sebelumnya. Saham ini sempat menyentuh level terendah di 4.550 sebelum mengalami sedikit pemulihan menjelang penutupan perdagangan.

    Adapun saham BBNI juga mengalami penurunan sebesar 310 poin (-7,14 persen) ke level 4.030. Saham ini sempat turun hingga 4.020, pada sesi I hari ini. 

    BBRI tidak luput dari tekanan jual, turun 240 poin (-6,61 persen) ke harga 3.390. Saham ini sempat anjlok ke 3.360 sebelum kembali menguat tipis di akhir sesi perdagangan sesi I.

    Ekonom Soroti Kekhawatiran Masyarakat soal Danantara

    Sebelumnya, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, menilai bahwa keberadaan Danantara bisa menjadi game changer dalam investasi BUMN yang selama ini dinilai belum optimal.

    "Porsi investasi BUMN masih rendah dibanding kebutuhan riil untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi enam persen per tahun," kata Nailul kepada Kabarbursa.com dikutip Kamis, 27 Februari 2025.

    Dengan adanya Danantara, diharapkan investasi BUMN bisa lebih masif dan berkualitas, sehingga berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.

    Terutama pembentukan Danantara, yaitu membuat BUMN lebih mandiri dari kepentingan birokrasi, bisa terganjal oleh wewenang Kementerian BUMN yang tetap besar. 

    "Di satu sisi, Danantara dirancang agar BUMN lebih otonom, tetapi di sisi lain, Kementerian BUMN masih memegang saham seri A, yang berarti pengangkatan direksi dan komisaris tetap berada di bawah kewenangan pemerintah. Ini berpotensi menimbulkan konflik kepemimpinan atau dual leadership di tubuh BUMN," tutur dia.

    Selain itu, Nailul menggarisbawahi adanya potensi politisasi dalam pengisian jabatan strategis di Danantara. Pernyataan presiden yang membuka peluang bagi mantan presiden menduduki posisi Dewan Pengawas Danantara bisa menimbulkan spekulasi tentang pengisian jabatan berdasarkan kepentingan politik, bukan kelayakan investasi. Ini bisa berdampak pada kualitas keputusan investasi ke depan.

    Terkait sumber pendanaan Danantara, Nailul menyoroti penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berisiko menimbulkan kontroversi. "Ada kekhawatiran bahwa uang pajak masyarakat digunakan untuk investasi yang tidak diawasi secara ketat. 

    Jika Danantara memiliki imunitas dari pemeriksaan langsung oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) atau KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), maka transparansi dan akuntabilitas menjadi pertanyaan besar," ujarnya.  

    Ketakutan paling utamanya adalah imunitas Danantara yang tidak bisa diperiksa secara langsung oleh BPK maupun KPK. Padahal setiap uang negara yang disuntik kepada kementerian dan lembaga (K/L) harus diperiksa oleh BPK dan KPK.

    Lebih lanjut, Nailul juga menyoroti dampak Danantara terhadap stabilitas sistem keuangan nasional, khususnya perbankan BUMN atau Himbara. Terjadi kekhawatiran juga adanya investasi gagal yang dapat merugikan nasabah Bank Himbara yang masuk ke Danantara. 

    "Belum ada kejelasan apakah Dana Pihak Ketiga (DPK) nasabah di bank-bank pelat merah akan masuk dalam aset yang dikelola Danantara. Jika benar, ini bisa menimbulkan kepanikan di kalangan nasabah, bahkan berpotensi memicu rush money di bank-bank Himbara," katanya.  

    Sejauh ini, Nailul menilai pemerintah belum memberikan pernyataan resmi terkait mekanisme operasional Danantara secara rinci, termasuk jaminan bahwa investasi yang dilakukan tidak membahayakan dana masyarakat di sektor perbankan. 

    Nailul menegaskan bahwa sebelum implementasi, diperlukan regulasi yang jelas agar keberadaan Danantara benar-benar membawa manfaat bagi ekonomi tanpa menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan.

    Sebanyak tujuh perusahaan yang digadang-gadang bakal menjadi bagian Danantara yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.