KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) telah memulai Rapat Dewan Gubernur (RDG) untuk periode Mei hari ini, Selasa, 21 Mei 2024. Hasil dari rapat tersebut, termasuk keputusan mengenai suku bunga acuan, akan diumumkan besok, Rabu, 22 Mei oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dan rekan sejawatnya.
Konsensus pasar yang dikumpulkan oleh Bloomberg menunjukkan perkiraan bahwa BI Rate akan tetap bertahan di level 6,25 persen dalam RDG bulan ini. Dari 36 analis/ekonom yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus tersebut, semuanya sepakat dengan perkiraan tersebut tanpa ada perbedaan pendapat.
Sebulan yang lalu, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk meningkatkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps). Keputusan ini mengejutkan, karena pasar memperkirakan bahwa BI Rate akan tetap stabil di level 6 persen.
"Kenaikan suku bunga ini dilakukan untuk mengokohkan stabilitas nilai tukar rupiah menghadapi potensi risiko global yang mungkin memburuk, sebagai langkah preventif dan proaktif untuk memastikan inflasi tetap berada dalam kisaran target 2,5 plus minus 1 persen pada tahun 2024 dan 2025," tegas Perry pada saat itu.
Setelah kenaikan BI Rate, rupiah tampak lebih stabil. Pada tanggal 24 April, saat BI Rate diumumkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada di level Rp16.155/USD. Kemarin, rupiah sudah turun di bawah Rp16.000/USD, yaitu Rp15.978/USD atau menguat sebesar 1,09 persen.
Tidak hanya itu, BI kini memiliki instrumen lain untuk menjaga stabilitas rupiah selain dengan menggunakan suku bunga. Sejak tahun lalu, BI telah menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai upaya untuk menarik arus modal asing yang pada akhirnya dapat menjaga stabilitas rupiah.
“Kami memperkirakan BI akan tetap mengintensifkan intervensi SRBI untuk menjaga stabilitas rupiah dengan menawarkan suku bunga tenor 12 bulan di kisaran 7,45-7,55 persen,” kata Lionel Prayadi dari Mega Capital Sekuritas.
Inflasi Melambat pada April
Dari sisi inflasi, terjadi perlambatan pada April. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi April berada di 0,25 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Lebih rendah dibandingkan Maret yang sebesar 0,52 persen mtm.
Sedangkan inflasi tahunan (year-on-year/yoy) tercatat 3 persen. Lebih rendah ketimbang Maret yang sebesar 3,05 persen yoy.
"Inflasi April lebih rendah dibandingkan Maret, yang bertepatan dengan awal Ramadan. Juga lebih rendah dibandingkan periode lebaran 3 tahun sebelumnya yaitu April 2023, Mei 2022, dan Mei 2021," ungkap Amalia Adininggar Widyasanti, Plt Kepala BPS.
Nilai tukar rupiah yang cenderung menguat dan laju inflasi yang melambat membuat BI tidak punya kebutuhan untuk menaikkan suku bunga acuan. Jadi tidak heran pasar sepakat bahwa BI Rate akan ditahan.
Bukan cuma pasar, BI sendiri sudah memberikan ‘kode keras’ bahwa suku bunga acuan tidak naik lagi. Dalam jumpa pers bulan ini, Gubernur Perry menegaskan kenaikan BI Rate bulan lalu sudah memadai.
"Data yang sekarang ada menunjukkan bahwa memang tidak ada lagi keperluan menaikkan BI Rate, tetapi semuanya data dependent. Dengan data yang sekarang, kami melihat kenaikan BI Rate dan SRBI itu cukup untuk memastikan stabilitas nilai tukar, inflow, juga inflasi. Semuanya tetap data dependent, hasilnya tunggu nanti saat RDG bulanan, sabar,” terang Perry.
Aliran Modal Asing
Perry juga menambahkan bahwa BI terus berupaya agar nilai tukar rupiah dapat menguat di bawah Rp 16.000 per dolar AS. Saat ini, pergerakan nilai tukar rupiah cenderung lebih moderat seiring dengan masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan domestik, baik ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) maupun ke SRBI. Menurut catatan BI, aliran modal asing ke pasar keuangan domestik mencapai Rp22,84 triliun pada minggu pertama dan kedua Mei 2024.
Sementara itu, aliran modal asing ke pasar SBN mencapai Rp8,1 triliun, terdiri atas inflow sebesar Rp5,74 triliun pada minggu pertama Mei 2024 danRp 2,36 triliun pada minggu kedua Mei 2024.
Selaras dengan itu, terjadi juga aliran masuk modal asing di SRBI sebesar Rp19,77 triliun, dengan Rp16,19 triliun pada minggu pertama Mei dan Rp3,58 triliun pada minggu kedua Mei 2024.
Namun demikian, Perry mencatat aliran modal keluar dari pasar saham sebesar Rp5,03 triliun. Namun, dia yakin aliran modal asing akan kembali masuk ke pasar saham seiring dengan prospek perekonomian Indonesia yang positif.