KABARBURSA.COM - Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, PT Vale Indonesia Tbk (INCO), perusahaan yang fokus pada tambang nikel, mencatatkan laba bersih sebesar USD6,19 juta atau sekitar Rp98,31 miliar dengan kurs Jisdor Rp15.873.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin, 1 Juli 2024, laba bersih INCO susut 96 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD168,71 juta.
Selama kuartal I-2024, pendapatan INCO hanya mencapai USD229,93 juta atau sekitar Rp3,64 triliun. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 36,68 persen dibandingkan dengan pendapatan kuartal pertama tahun 2023 yang mencatatkan USD363,18 juta.
Chief Financial Officer Vale Indonesia, Bernardus Imanto, menyatakan bahwa selama kuartal I-2024, INCO memproduksi 18.199 metrik ton nikel dalam matte, meningkat 8,52 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 16.769 metrik ton.
“Penurunan ini terutama disebabkan oleh harga realisasi rata-rata yang lebih rendah, dengan penyesuaian sebesar 41,62 persen,” kata Bernardus dalam keterangan resmi pada Selasa, 2 Juli 2024.
Penurunan pendapatan INCO juga disebabkan oleh hasil penjualan nikel kepada Vale Canada Limited (VCL) pada kuartal I-2024 yang turun ke level USD183,74 juta, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD290,38 juta. Senada, hasil penjualan nikel emiten bersandi INCO kepada Sumitomo Metal Mining Co Ltd (SMM) juga susut menjadi USD46,19 juta dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar USD72,79 juta.
Dengan pendapatan yang mengalami penurunan, beban pokok juga berkurang menjadi USD209,84 juta atau sekitar Rp3,33 triliun. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 8,06 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan beban sebesar USD228,24 juta.
Hingga Maret 2024, total liabilitas INCO mencapai USD325,44 juta, turun dibandingkan dengan akhir Desember 2023 yang mencatatkan USD361,46 juta. Rinciannya, liabilitas jangka pendek sebesar USD181,06 juta dan liabilitas jangka panjang sebesar USD144,37 juta.
Sementara itu, ekuitas per Maret 2024 tercatat sebesar USD2,56 miliar. Total aset INCO pada akhir Maret 2024 mencapai USD2,89 miliar, menurun dari posisi akhir 2023 yang sebesar USD2,92 miliar.
Pada perdagangan berjalan Senin, 1 Juli 2024, pukul 11:41 WIB, saham INCO direspon pasar dengan penurunan 0,47 persen ke level Rp4.200 per saham. Sementara itu, secara year-to-date, saham nikel ini juga terpantau melemah 3,61 persen.
Rights Issue INCO
Sebelumnya, INCO telah menetapkan harga pelaksanaan penerbitan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue saham sebesar Rp3.050 per saham. Dengan ini, perseroan mengumpulkan total dana sebesar Rp1,84 triliun. PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) mengalokasikan dana sebesar Rp1,46 triliun untuk menebus HMETD tersebut.
Perseroan menerbitkan sebanyak 603,44 juta saham INCO, setara dengan 5,73 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh, dengan harga pelaksanaan Rp3.050 per saham. Saat ini, HMETD INCO masih diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Berdasarkan prospektus, sebanyak 478,92 juta HMETD akan dieksekusi oleh PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) dengan total Rp1,46 triliun. HMETD tersebut terdiri dari porsi MIND ID sebanyak 120,68 juta unit dan pengalihan dari tiga pemegang saham lainnya: Vale Canada Limited sebanyak 264,26 juta HMETD, Sumitomo Metal Mining Co Ltd sebesar 90,68 juta HMETD, dan Vale Japan Ltd sebanyak 3,28 juta HMETD.
Setelah pelaksanaan rights issue saham ini, struktur pemegang saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) akan berubah. Kepemilikan saham Vale Canada Ltd akan turun dari 43,79 persen menjadi 35,94 persen, dan Sumitomo Metal Mining akan turun dari 15,03 persen menjadi 12,18 persen. Sebaliknya, kepemilikan MIND ID akan meningkat dari 20 persen menjadi 31,24 persen saham INCO.
Lonjakan Harga Nikel
Sementara itu, Analis Mirae Asset Sekuritas, Rizkia Darmawan, mengatakan bahwa sepanjang 2024, pendapatan INCO diperkirakan akan meningkat sebesar 20 persen. Hal ini disebabkan oleh kombinasi lonjakan harga nikel dan kemampuan INCO dalam mengelola biaya produksi.
“Kami meningkatkan asumsi harga nikel ke level USD18.150 hingga USD20.750 per ton. Kami memperkirakan harga akan tetap tinggi sekitar USD20.000 per ton menjelang akhir tahun,” kata Rizkia dalam risetnya.
Rizkia menjelaskan bahwa INCO menjaga perjanjian penjualan jangka panjang dengan Vale Canada Limited (VCL) dan Sumitomo Metal Mining Co Ltd (SMM), yang efektif menciptakan pasar tertutup untuk produksinya. Selain itu, INCO memiliki kemampuan untuk mengelola biaya produksi dengan mengubah sumber energi untuk peleburannya.
Setelah memenuhi komitmen divestasinya kepada MIND ID, INCO juga wajib menyelesaikan pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan hilirnya. Komitmen ini memperkuat prospek jangka panjang perusahaan. (*)