KABARBURSA.COM - Penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika tidak hanya mengancam meningkatnya inflasi akibat impor barang dan memperburuk defisit APBN, tetapi juga berpotensi meningkatkan beban utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari setahun.
Menurut data terbaru yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) dikutip Kabar Bursa pada Kamis 4 April 2024 hari ini, jumlah utang luar negeri (ULN) Indonesia yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari setahun, berdasarkan sisa jangka waktu per akhir Januari 2024, mencapai USD70,72 miliar. Dengan menggunakan asumsi kurs tengah BI pada 3 April, yaitu Rp15.923/USD, nilai utang tersebut setara dengan Rp1.126,07 triliun.
Posisi utang valuta asing jangka pendek ini merupakan yang tertinggi setidaknya sejak data yang dipublikasikan sejak tahun 2013. Peningkatan ULN jangka pendek terutama disebabkan oleh kenaikan posisi ULN dari bank sentral dan swasta.
ULN bank sentral yang jatuh tempo kurang dari setahun mencapai US$6,36 miliar, naik 623 persen dibanding Januari 2023. Dibanding Desember, kenaikannya mencapai 24,4 persen. Hal itu ditengarai berkaitan dengan penerbitan sekuritas baru BI yang bertenor pendek untuk keperluan operasi moneter, yaitu SRBI, SVBI dan SUVBI.
Hingga 19 Maret 2024 lalu, BI menyebut nilai penerbitan SRBI telah mencapai Rp409,38 triliun, kemudian SVBI sebesar USD2,31 miliar dan SUVBI senilai USD387 juta.
Sementara posisi ULN Swasta jangka pendek mencapai USD52,53 miliar per Januari, naik 2,75 persen year-on-year dan bertambah USD1,4 miliar dibanding bulan sebelumnya.
"Hanya posisi ULN pemerintah yang turun untuk kategori utang jangka pendek. Per Januari lalu, berdasarkan jangka waktu sisa, posisi ULN jangka pendek pemerintah adalah USD11,82 miliar per Januari lalu, turun 22,4 persen year-on-year," tulis data BI tersebut.
Sejauh ini, ULN Indonesia didominasi oleh utang dalam denominasi dolar AS di mana persentasenya mencapai 66,5 persen dari total utang luar negeri. Alhasil, naik turunnya kurs dolar AS akan berpengaruh langsung terhadap besar kecil beban utang yang ditanggung perekonomian RI. Selain dolar AS, utang valas juga didominasi oleh mata uang asing lain seperti euro, yen Jepang, yuan China dan lain sebagainya.
Sementara utang luar negeri jatuh tempo dalam denominasi dolar AS yang nilainya besar tentu bisa mempengaruhi kondisi supply demand valas di pasar. Bila nilai yang jatuh tempo melonjak cukup besar di satu waktu ketika suplai valas di pasar tidak cukup banyak, nilai rupiah bisa tertekan permintaan dolar AS yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Menempuh upaya hedging valas lazim menjadi jalan keluar bagi debitur agar kebutuhan dolar AS untuk membayar utang jatuh tempo bisa dipenuhi dan diperkecil risiko biayanya.
Dalam penjelasannya, Bank Indonesia menilai struktur utang luar negeri RI tetap sehat. Indikasinya adalah rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang menurun menjadi 29,4 persen pada Januari dari 29,7 persen pada bulan sebelumnya. Selain itu, yang tak kalah penting, posisi ULN juga didominasi utang jangka panjang di mana nilainya mencapai 86,9 persen dari total ULN.
"Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah. Sedangkan ULN Swasta juga didominasi jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,1 persen dari total ULN Swasta," jelas Erwin Haryono, Asisten Gubernur Bank Indonesia yang membawahi Departemen Komunikasi bank sentral, dikutip Rabu 3 April 2024, kemarin.
Sampai akhir Januari lalu, total utang luar negeri RI mencapai USD405,73 miliar, setara dengan Rp6.464,9 triliun. Dari nilai utang sebesar itu, utang luar negeri pemerintah mencapai USD194,41 miliar, naik tipis 0,06 persen dibandingkan Januari 2023.
Sedangkan utang luar negeri bank sentral mencapai USD14,6 miliar, naik 56 persen year-on-year. Adapun utang luar negeri swasta pada Januari 2024 mencapai USD196,71 miliar, turun 2,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Kelompok swasta BUMN mencatat posisi utang luar negeri sebesar USD48,54 miliar. Turun dibanding Desember sebesar USD48,72 miliar. Bila dibanding Januari 2023, penurunannya lebih besar lagi karena pada periode tersebut posisi ULN perusahaan milik negara mencapai USD53,81 miliar.
Pada 2023 lalu, posisi ULN yang jatuh tempo kurang dari setahun setara dengan 17,2 persen terhadap total utang luar negeri RI. Sementara rasio utang luar negeri jangka pendek dibandingkan dengan nilai cadangan devisa RI mencapai 47,8 persen, tertinggi sejak kuartal IV-2022.