Logo
>

Mengukur Kekuatan Finansial NU untuk Miliki Jatah Tambang

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Mengukur Kekuatan Finansial NU untuk Miliki Jatah Tambang

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah membuka peluang bagi organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan ormas yang hendak mengelola tambang harus melewati proses perizinan penerbitan Izin Usaha Pertambangan yang dikeluarkan institusinya.

    Ketentuan ini diatur dalam Pasal 83 A ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024, yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

    "Izinnya juga ke sini (Kementerian ESDM), yang dialokasikan hanya untuk Ormas Keagamaan kan cuman ada 6 (agama)," kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM. Dikutip Rabu 6 Juni 2024. Adapun, enam agama yang dimaksud Arifin adalah enam agama yang diakui oleh pemerintah yaitu Agama Islam, Agama Kristen, Agama Katolik, Agama Hindu, Agama Buddha, dan Agama Khonghucu.

    Terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh ormas keagamaan sebelum mereka mendapatkan alokasi tambang dari pemerintah. Persyaratan tersebut meliputi kemampuan teknis, kemampuan finansial, hingga kapabilitas manajemen yang harus disiapkan oleh ormas keagamaan.

    Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu ormas keagamaan terbesar yang menjadi sorotan dalam kepemilikan jatah tambang negara ini. Meski hal baru, pengelolaan tambang oleh ormas agama dinilai sebagai langkah yang dapat mendorong perekonomian daerah dan memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat. Namun, seberapa kuatkah kemampuan finansial NU untuk mengambil bagian dalam pengelolaan tambang ini?

    Sumber keuangan NU untuk memiliki basis finansial yang cukup kuat. Berdasarkan laporan yang dibahas dalam Muktamar NU ke-34, organisasi ini mengelola keuangan yang cukup signifikan.

    Ketua Komisi Organisasi Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama, Andi Najmi Fuaidi, mengatakan pihaknya memiliki perangkat organisasi yang mencakup badan khusus berorientasi keuntungan, baik materi maupun sosial.

    “Misalnya soal perangkat organisasi yang di dalamnya ada badan khusus. Badan khusus ini adalah sebuah badan yang berorientasi pada keuntungan, baik profit yang bersifat materi maupun sosial. Itu letaknya ada di badan khusus,” jelas Andi dikutip dari NU Online, Rabu, 5 Juni 2024.

    Rumah Tangga NU

    Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU, terdapat sejumlah ketentuan yang mengatur sumber keuangan organisasi ini. Menurut Pasal 97 Anggaran Rumah Tangga NU, sumber keuangan dan kekayaan Nahdlatul Ulama diperoleh dari beberapa pos utama, yakni: uang pangkal, iuran bulanan (i'anah syahriyah), sumbangan, wakaf, serta usaha-usaha lain yang dikelola oleh badan usaha milik NU atau kerja sama dengan pihak lain​​.

    Mengenai i’anah syahriyah, iuran ini merupakan uang yang dibayarkan oleh anggota setiap bulan, namun hingga kini belum bersifat wajib. Ke depan, menurut Andi, iuran bulanan ini akan diwajibkan.

    "Kalau kedua ini bisa dilaksanakan, kemandirian NU bakal lebih dari cukup. Hitung-hitungan kasarnya, kalau uang pangkal itu 10 ribu per orang, NU mengambil basis data anggota cukup 50 juta orang, maka akan ada pemasukan sekitar Rp500 miliar," kata Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU itu.

    Jumlah tersebut belum termasuk iuran bulanan. Jika 50 juta anggota NU diwajibkan membayar iuran Rp5 ribu setiap bulan, NU akan memperoleh pendapatan sebesar Rp250 miliar per bulan. “Kemandirian NU dalam berkhidmat akan sangat bisa ditopang oleh dua hal ini (uang pangkal dan i’anah syahriyah atau iuran bulanan),” kata Andi.

    Aset dan Kekayaan 

    Selain dari iuran dan sumbangan, NU juga memiliki kekayaan berupa aset tetap yang terdiri dari tanah, bangunan, dan berbagai fasilitas lain yang tersebar di seluruh Indonesia. Kekayaan ini, menurut Pasal 98, harus dicatat sebagai kekayaan NU sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum dan diaudit setiap tahun oleh akuntan publik​​.

    Kekayaan yang dikelola oleh NU juga tidak hanya bersifat sentralistik. Pasal 99 mengatur distribusi uang pangkal dan iuran bulanan untuk membiayai kegiatan dari tingkat ranting hingga pusat. Sebanyak 40 persen untuk anak ranting, 20 persen untuk ranting, 15 persen untuk wakil cabang, 10 persen untuk cabang/cabang istimewa, 10 persen untuk wilayah, dan 5 persen untuk pusat​​. Pengelolaan keuangan yang desentralistik ini menunjukkan bahwa NU memiliki struktur finansial yang tersebar, namun tetap terintegrasi.

    Namun, dengan potensi besar ini, tantangan yang dihadapi NU untuk mengelola tambang tidaklah kecil. Mengelola tambang memerlukan modal besar, keahlian teknis, dan manajemen yang profesional. Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari PBNU mengenai minat mereka untuk terlibat langsung dalam pengelolaan tambang. Namun, potensi dan kapabilitas finansial yang dimiliki NU, jika dikelola dengan baik, dapat menjadi modal besar untuk mengambil peran dalam sektor ini.

    Organisasi masyarakat yang mampu mengelola tambang seharusnya memiliki pengalaman panjang dalam sektor ekonomi dan bisnis. Sejauh ini NU diketahui tak pernah mengelola bisnis sumber daya alam ini.

    Tantangan berat dari Kementerian ESDM yang mensyaratkan kemampuan teknis dan finansial menjadi ujian bagi NU jika ingin serius terjun ke sektor tambang. Namun, jika NU berhasil memenuhi persyaratan tersebut, peluang besar terbuka untuk mengoptimalkan manfaat ekonomi bagi umat.

    Adaptasi dan Cepat Belajar

    Melihat sejarah panjang NU dalam mengelola berbagai institusi pendidikan, sosial, dan ekonomi, ada optimisme bahwa organisasi ini mampu beradaptasi dan belajar cepat dalam bidang baru seperti pertambangan. Terlebih dengan melimpahnya populasi NU yang tersebar di penjuru wilayah Indonesia.

    Mantan Wakil Ketua Lembaga Perekonomian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jaenal Effendi, pernah mengatakan jumlah penduduk NU yang bedar ini bisa dimanfaatkan dengan baik.

    “Jumlah warga NU yang besar kalau bisa dimanfaatkan dengan baik, maka akan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi bangsa,” katanya.

    Menurutnya, potensi-potensi ekonomi warga NU yang bisa dikembangkan tersebar di berbagai sektor, antara lain perikanan, peternakan, pertanian, perbankan syariah, ekonomi digital, dan industri kreatif.

    Dengan dukungan anggota yang luas dan jaringan yang kuat di seluruh Indonesia, NU memiliki modal sosial dan finansial yang cukup untuk mengembangkan sayapnya di sektor pertambangan. Namun, keberhasilan ini sangat bergantung pada kesiapan manajemen dan strategi yang matang serta kesediaan untuk menggandeng mitra strategis yang memiliki keahlian di bidang ini. (alp/prm)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).