Logo
>

Menkeu Salahkan Sentimen Pasar: Ada Kendali Fiskal!

IHSG lebih dari 6 persen pada Selasa 18 Maret 2025 mendapat sorotan dari berbagai pihak. Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan sempat memberlakukan trading halt

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Menkeu Salahkan Sentimen Pasar: Ada Kendali Fiskal!
Hall Bursa Efek Indonesia di Bilangan SCBD, Jakarta Selatan. Foto: KabarBursa/Abbas

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih dari 6 persen pada Selasa 18 Maret 2025 mendapat sorotan dari berbagai pihak. Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan sempat memberlakukan trading halt setelah IHSG turun lebih dari 5 persen dalam satu sesi. Indeks sempat menyentuh level terendah di 6.011,84 sebelum akhirnya ditutup melemah 3,84 persen ke level 6.223,39.

    Menanggapi kondisi ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai pelemahan IHSG bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk sentimen negatif terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, Dosen Departemen Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai Sri Mulyani hanya menyoroti sentimen pasar tanpa membahas faktor fiskal yang berada dalam kendali pemerintah.

    “Sayang Sri Mulyani tidak menyinggung kondisi fiskal yang berada dalam kendalinya sebagai Menkeu. Semua hanya ditumpahkan pada sentimen pasar,” ujar Syafruddin kepada KabarBursacom di Jakarta, Rabu 19 Maret 2025.

    Pada perdagangan hari ini, Rabu 19 Maret 2025, IHSG kembali dibuka melemah tipis, turun 3,19 poin atau 0,05 persen ke level 6.220,20. Sepanjang sesi awal, indeks bergerak dalam rentang terbatas dengan level tertinggi di 6.233,24 dan level terendah di 6.210,98. Total volume transaksi tercatat mencapai 2,38 juta lot dengan nilai perdagangan sebesar Rp253,84 miliar dari 16.700 transaksi.

    Syafruddin menekankan bahwa kondisi fiskal berperan penting dalam pergerakan IHSG, mengingat pasar saham sangat sensitif terhadap stabilitas anggaran negara, defisit fiskal, kebijakan pajak, dan tingkat utang pemerintah. Jika investor melihat adanya risiko fiskal yang meningkat, mereka bisa kehilangan kepercayaan terhadap prospek ekonomi dan melakukan aksi jual, terutama terhadap saham-saham BUMN yang sangat terkait dengan kebijakan fiskal pemerintah.

    “Seharusnya yang dikatakan oleh Sri Mulyani adalah, Kami memahami bahwa pasar membutuhkan kepastian fiskal. Oleh karena itu, kami memastikan bahwa defisit anggaran tetap terkendali dan kebijakan fiskal akan diarahkan untuk mendukung stabilitas ekonomi serta menjaga kepercayaan investor,” tegasnya.

    PPadahal, lonjakan restitusi pajak sebesar 93,11 persen hingga Rp111,04 triliun telah menggerus penerimaan negara dan memperbesar risiko defisit fiskal. Menurutnya, jika pemerintah tidak segera memperjelas strategi untuk menutup defisit ini, investor akan semakin ragu terhadap stabilitas ekonomi. 

    "Pasar modal tidak hanya membutuhkan janji bahwa BUMN dikelola dengan baik, tetapi juga kepastian bahwa defisit fiskal tetap terkendali, nilai tukar Rupiah stabil, dan utang publik dikelola dengan hati-hati," terangnya 

    Karena itu, ia menilai pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan fiskal agar tidak membebani pertumbuhan BUMN yang sahamnya banyak dimiliki oleh investor di pasar modal.

    “Seharusnya Sri Mulyani mengevaluasi kebijakan fiskal untuk memastikan bahwa BUMN tetap memiliki ruang untuk bertumbuh tanpa terlalu terbebani oleh tekanan fiskal. Kami akan memastikan BUMN tetap sehat secara keuangan dan efisien dalam operasionalnya,” jelas dia.

    Pasalnya, saat ini, kepercayaan investor terhadap Indonesia mulai terguncang, sebagaimana tercermin dari pelemahan Rupiah dan meningkatnya yield obligasi negara. Pemerintah harus segera menegaskan langkah-langkah konkret, seperti menjaga penerimaan pajak bruto tetap kuat, mengontrol belanja negara, serta mencegah arus modal keluar lebih besar. Investor akan merespons tindakan nyata bukan sekadar pernyataan optimisme terhadap BUMN.  

    Jika pemerintah tidak segera memberikan kepastian fiskal yang jelas, IHSG berisiko semakin melemah, sementara investor akan semakin ragu untuk mempertahankan dana mereka di Indonesia. 

    "Pasar butuh kepastian, bukan retorika," tandas dia.

    APBN KiTa Februari 2025

    Melansir data dari Kementerian Keuangan dalam laporan APBN KiTa edisi Februari 2025, kinerja keuangan negara menunjukkan dinamika yang menarik dengan sejumlah sorotan penting. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyampaikan data ini dalam konferensi pers APBN KiTa yang digelar di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, pada 13 Maret 2025. 

    Hingga akhir Februari 2025, realisasi pendapatan negara mencapai Rp316,9 triliun atau 10,5 persen dari target APBN tahun ini. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 20,8 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, di mana pendapatan mencapai Rp400,4 triliun. 

    Di sektor perpajakan, penerimaan tercatat mencapai Rp240,4 triliun (9,7 persen dari target), yang terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp187,8 triliun (8,6 persen dari target) dan penerimaan kepabeanan serta cukai sebesar Rp52,6 triliun (17,5 persen dari target).

    Di sisi lain, defisit APBN pada Februari 2025 mengalami peningkatan, mencapai Rp31,2 triliun atau setara 0,13 persen dari PDB 2024, naik dari defisit Rp23,5 triliun (0,10 persen dari PDB) yang dilaporkan pada Januari. Pemerintah telah menetapkan target defisit APBN selama satu tahun penuh sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB.

    Selain itu, realisasi belanja negara untuk dua bulan pertama tahun 2025 tercatat sebesar Rp348,1 triliun atau sekitar 9,6 persen dari total alokasi anggaran. Angka ini juga mengalami penurunan, yakni sebesar 6,9 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp374,3 triliun.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.