KABARBUSA.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengungkapkan kabar terbaru terkait izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang diajukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Saat ini, proses penerbitan izin tersebut sudah memasuki tahap administrasi dan diharapkan segera selesai dalam waktu dekat.
"Iya semuanya dalam proses administrasi. Ini mau buru-buru aja lho," ungkap Arifin ditemui di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu," kata Arifin saat ditemui di kawasan DPR RI, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024
Arifin menjelaskan bahwa penerbitan IUPK ini berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dia memastikan bahwa izin tersebut akan diterbitkan tahun ini.
"Rekomendasinya dari (Kementerian) Investasi. Izin tambangnya tetap pertambangan kan di kita. Kalau investasi kan izin semua dari BKPM," terang Arifin.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan lampu hijau bagi organisasi masyarakat keagamaan untuk mendapatkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024, yang merupakan perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. PP ini ditetapkan pada 30 Mei 2024 dan berlaku efektif pada tanggal diundangkan.
Hingga saat ini, baru Nadhlatul Ulama (NU) yang terlihat berminat dan telah mengajukan IUPK tersebut. Sementara itu, beberapa organisasi masyarakat lainnya memilih untuk tidak ikut serta dalam pengelolaan tambang.
Menteri Investasi/BKPM, Bahlil Lahadalia, menambahkan bahwa IUPK yang akan diberikan kepada PBNU mencakup Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Di samping itu, Arifin mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menyiapkan enam lahan eks PKP2B untuk dikelola oleh enam organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Eks perusahaan yang akan dikelola oleh ormas tersebut antara lain PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.
"Ini adalah upaya pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada organisasi masyarakat keagamaan yang memang nonprofit," ujar Arifin.
Arifin mengatakan, nantinya hanya disiapkan enam PKP2B yang dialokasikan kepada masing-masing ormas keagamaan, yakni secara spesifik NU, Muhammadiyah, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha.
"Satu agama satu, yang gede-gede organisasinya, pilarnya apa, misalnya muslim dua NU sama Muhammadiyah, karena gede dan historisnya sudah lama. Kemudian kalau Katolik KWI, Protestan PGI, terus ada Buddha, Hindu," ujarnya.
Izin Lima Tahunan
Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan ternyata hanya diberikan izin usaha pertambangan (IUP) selama lima tahun. Kebijakan ini ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Pasal 83A ayat 6 dalam peraturan tersebut menetapkan bahwa penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) akan berlaku selama lima tahun sejak berlakunya PP ini. Sesuai dengan ketentuan ini, ormas keagamaan memiliki kesempatan untuk memperoleh izin tambang lebih mudah hingga tahun 2029.
Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Sesditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Siti Sumilah Rita Susilawati, mengonfirmasi bahwa hal ini berlaku untuk WIUPK yang berasal dari wilayah bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).
Namun Rita menegaskan bahwa setelah lima tahun sejak berlakunya PP, WIUPK yang berasal dari wilayah eks PKP2B tidak lagi dapat diberikan secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan. Ini menandakan bahwa ormas keagamaan tidak lagi memiliki prioritas untuk mendapatkan izin pengelolaan tambang, meskipun mereka masih dapat mengurus WIUPK setelah 2029. Mekanisme pemberian izin setelah periode lima tahun tersebut akan disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada prinsipnya, kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas bagi berbagai pihak untuk terlibat dalam kegiatan pertambangan, serta untuk mendorong partisipasi aktif organisasi kemasyarakatan, termasuk ormas keagamaan, dalam pengelolaan sumber daya alam negara. Meskipun demikian, kebijakan ini juga mempertimbangkan aspek keamanan, keberlanjutan, dan keadilan dalam pemberian izin tambang, sehingga memastikan bahwa prosesnya berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.
Presiden Jokowi telah menegaskan pentingnya aturan ini dalam konteks pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan. Namun, ia juga menyoroti perlunya penerapan aturan yang ketat untuk menghindari penyalahgunaan izin tambang, serta untuk memastikan bahwa pemberian izin dilakukan dengan transparan dan bertanggung jawab. (yub/prm)