KABARBURSA.COM – PT XLSMART Telecom Sejahtera Tbk (EXCL) membukukan lonjakan pendapatan semester I 2025 usai penggabungan usaha (merger) dengan Smartfren Telecom pada 16 April 2025. Namun, di balik pertumbuhan penjualan dan aset, kinerja laba justru berbalik rugi besar.
Berdasarkan laporan kinerja keuangan semester I, pendapatan konsolidasian mencapai Rp19,09 triliun, naik 12 persen dibanding periode sama 2024 sebesar Rp17,05 triliun. Kenaikan itu terutama ditopang integrasi pelanggan Smartfren dan kenaikan trafik data pasca-merger.
Namun secara bottom line, XL-Smartfren menanggung rugi bersih Rp1,22 triliun, berbanding terbalik dengan laba Rp1,03 triliun pada semester I 2024.
Penurunan kinerja disebabkan lonjakan beban infrastruktur dan depresiasi yang menembus Rp12,7 triliun, naik lebih dari Rp2 triliun dibanding tahun lalu.
Merger yang semestinya memperkuat sinergi jaringan di atas kertas justru meningkatkan beban operasional. Total aset naik tajam menjadi Rp113,43 triliun dari Rp86,18 triliun di akhir 2024, seiring pengakuan goodwill dan aset takberwujud baru dari hasil penggabungan.
Nilai goodwill membengkak menjadi Rp13,63 triliun, sementara aset takberwujud seperti lisensi spektrum naik dua kali lipat menjadi Rp13,31 triliun.
Kenaikan itu diikuti lonjakan liabilitas berbunga, termasuk pinjaman, sukuk, obligasi, dan liabilitas sewa, yang kini mencapai Rp62 triliun, melonjak hampir 45 persen dari posisi akhir tahun lalu.
Beban keuangan juga naik menjadi Rp1,86 triliun dari Rp1,54 triliun, mempersempit ruang laba operasional.
Laporan keuangan menunjukkan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) hanya Rp525 miliar, turun lebih dari 80 persen dibanding Rp2,95 triliun pada semester I 2024.
Padahal, arus kas operasi masih relatif kuat, mencapai Rp8,82 triliun, meski lebih rendah dibanding Rp10,24 triliun tahun sebelumnya.
Selain dampak merger, perusahaan juga menanggung rugi penurunan nilai investasi sebesar Rp802 miliar atas kepemilikan di PT Link Net Tbk (LINK). Nilai investasi tersebut kini tinggal Rp1,57 triliun dari sebelumnya Rp2,54 triliun.
Di sisi lain, pencatatan goodwill dari akuisisi Smartfren sebesar Rp6,71 triliun menambah kompleksitas keuangan perusahaan.
Dalam dokumen perusahaan, auditor independen PwC menyoroti penilaian atas goodwill dan izin spektrum sebagai area audit utama, mengingat risiko penurunan nilai tinggi di tengah peralihan teknologi 4G ke 5G dan tekanan makroekonomi.
Manajemen menyebut 2025 sebagai fase konsolidasi pascamerger. Proses integrasi jaringan, sistem TI, dan portofolio pelanggan masih berjalan hingga akhir tahun.
“Penggabungan XL dan Smartfren merupakan langkah strategis menuju operator terkuat kedua di pasar telekomunikasi Indonesia. Fokus kami adalah menata struktur biaya dan memaksimalkan efisiensi jaringan,” tulis keterbukaan informasi, dikutip Kamis, 6 November 2025.
Adapun, kas dan setara kas per 30 Juni 2025 tercatat Rp1,20 triliun, turun dari Rp1,39 triliun di akhir 2024. Di sisi lain, ekuitas naik menjadi Rp33,38 triliun dari Rp26,22 triliun karena penerbitan saham baru senilai Rp11,9 triliun untuk mendanai merger.
Namun peningkatan modal tersebut belum berbanding lurus dengan perbaikan likuiditas. Arus kas dari pendanaan justru negatif Rp5,33 triliun, seiring pembayaran dividen, bunga pinjaman, dan kewajiban sewa. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.