KABARBURSA.COM - Indeks saham Nasdaq berhasil menembus level psikologis 17.000 untuk pertama kalinya pada hari Selasa, terdorong oleh lonjakan saham Nvidia. Namun, indeks S&P 500 hanya naik sedikit sementara Dow Jones tertekan oleh kenaikan imbal hasil Treasury.
Saham Nvidia melonjak 7 persen, memberikan dorongan signifikan bagi saham emiten chip lainnya. Indeks sektor semikonduktor pun menguat 1,9 persen. Sektor teknologi menjadi yang paling kuat di antara indeks-indeks S&P 500 lainnya, sedangkan sektor kesehatan dan industri mengalami penurunan terbesar.
Harga saham di bursa AS melemah pada sesi perdagangan sore setelah imbal hasil Treasury AS naik ke level tertinggi dalam beberapa minggu terakhir, dipicu oleh lelang obligasi pemerintah yang kurang diminati.
"Kami mendapatkan dua hasil yang mengecewakan dan imbal hasil obligasi pun naik, sehingga pasar merespons negatif," ujar Quincy Krosby, kepala strategi global di LPL Financial. "Pasar tidak ingin melihat imbal hasil naik ke level yang dapat mengancam ekonomi, daya beli konsumen, dan rencana pelonggaran kebijakan moneter oleh Federal Reserve."
Investor kini menanti data inflasi AS yang akan dirilis minggu ini. Data tersebut dapat mempengaruhi ekspektasi investor terhadap potensi penurunan suku bunga oleh The Fed. Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi Inti AS untuk bulan April diperkirakan akan stagnan dibanding bulan sebelumnya. Indeks ini merupakan indikator inflasi yang dipantau oleh The Fed.
Indeks Dow Jones Industrial Average turun 216,73 poin (0,55 persen) ke level 38.852,86. Indeks S&P 500 naik tipis 1,32 poin (0,02 persen) ke level 5.306,04. Sementara itu, indeks Nasdaq Composite menguat 99,09 poin (0,59 persen) ke level 17.019,88.
Wall Street akhir-akhir ini sering mencetak rekor tertinggi didorong oleh ekspektasi bahwa bank sentral AS akan mulai menurunkan suku bunga tahun ini. Namun, ekspektasi tersebut masih fluktuatif karena para pembuat kebijakan The Fed masih waspada terhadap data ekonomi yang masih menunjukkan inflasi yang membandel.
Berdasarkan CME FedWatch Tool, peluang penurunan suku bunga minimal 25 basis poin hanya di atas 50 persen untuk bulan November dan Desember tahun ini. Peluang penurunan suku bunga di bulan September turun menjadi sekitar 46 persen dari sebelumnya di atas 50 persen seminggu yang lalu.
Fokus investor minggu ini juga akan tertuju pada sektor ritel, dengan beberapa peritel seperti Dollar General, Advance Auto Parts, dan Best Buy akan melaporkan kinerja keuangan mereka.
Perdagangan di bursa AS menggunakan sistem penyelesaian yang lebih singkat pada hari Selasa. Regulator berharap perubahan ini dapat mengurangi risiko dan meningkatkan efisiensi, namun diperkirakan akan menyebabkan peningkatan sementara gagal transaksi bagi investor.
Harga saham Apple naik setelah penjualan iPhone di China melonjak 52 persen pada bulan April dibandingkan tahun sebelumnya, berdasarkan perhitungan Reuters dari data industri. Namun, kenaikan saham Apple kemudian berkurang dan ditutup sedikit lebih tinggi pada level $189,99.
Harga saham GameStop melonjak sekitar 25,2 persen dan ditutup pada level $23,78. Akhir pekan lalu, retailer video game tersebut mengumumkan telah mengumpulkan dana sebesar $933 juta melalui penjualan 45 juta saham.
Pemegang saham Hess menyetujui merger senilai $53 miliar dengan Chevron. Harga saham Hess ditutup naik 0,4 persen, sedangkan harga saham Chevron naik 0,8 persen dan Exxon Mobil naik 1,3 persen.
Di bursa Nasdaq, jumlah saham yang turun melebihi jumlah saham yang naik dengan rasio 1,34 banding 1. Di bursa NYSE, rasio tersebut adalah 1,75 banding 1.
Indeks S&P 500 mencatat 24 saham yang mencapai titik tertinggi 52 minggu baru dan 11 saham yang mencapai titik terendah 52 minggu baru. Sementara itu, indeks Nasdaq Composite mencatat 93 saham yang mencapai titik tertinggi 52 minggu baru dan 107 saham yang mencapai titik terendah 52 minggu baru.
Total volume perdagangan saham di bursa AS mencapai 11,91 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 12,32 miliar saham untuk keseluruhan sesi perdagangan selama 20 hari perdagangan terakhir.
Inflasi yang Membandel
Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed telah merilis hasil Federal Open Meeting Committee (FOMC) minutes pada Kamis dini hari (23/5/2024) waktu Indonesia yang menunjukkan kekhawatiran dari para pengambil kebijakan tentang kapan saatnya untuk melakukan pelonggaran kebijakan.
Pertemuan tersebut menyusul serangkaian data yang menunjukkan inflasi masih lebih tinggi dari perkiraan para pejabat The Fed sejak awal tahun ini. Sejauh ini, The Fed masih menargetkan inflasi melandai 2 persen.
Para pejabat mengamati bahwa meskipun inflasi telah menurun selama setahun terakhir, namun dalam beberapa bulan terakhir masih kurang ada kemajuan menuju target 2 persen demikian isi risalah The Fed. Risalah juga menjelaskan bahwa sebagian pejabat menyatakan kesediaannya untuk memperketat kebijakan lebih lanjut guna mengatasi risiko inflasi yang masih panas.
Beberapa pejabat Fed, termasuk Ketua Fed Jerome Powell dan Gubernur Christopher Waller, sejak pertemuan tersebut mengatakan bahwa mereka masih meragukan langkah selanjutnya yang akan diambil adalah kenaikan suku bunga. FOMC dengan suara bulat memutuskan pada pertemuan tersebut untuk mempertahankan suku bunga acuan pinjaman jangka pendek di kisaran 5,25 persen-5,5 persen yang merupakan level tertinggi dalam 23 tahun terakhir.
Para peserta menilai bahwa mempertahankan kisaran target suku bunga dana federal pada pertemuan ini didukung oleh data antar-pertemuan yang menunjukkan berlanjutnya pertumbuhan ekonomi yang solid, ungkap risalah tersebut.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.