KABARBURSA.COM – Masa depan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) kembali menjadi perbincangan besar setelah muncul wacana penggabungan dengan Hutama Karya serta opsi perusahaan untuk kembali go private.
Dalam satu dekade terakhir, BUMN karya menjadi ujung tombak pembangunan infrastruktur. Perusahaan didorong untuk mempercepat ekspansi proyek strategis nasional, mulai dari jalan tol, jembatan, bendungan, hingga berbagai proyek konstruksi lain yang digarap serentak.
Namun lonjakan investasi yang tidak dibarengi imbal hasil cepat membuat neraca perusahaan tertekan berat. WSKT menjadi salah satu yang paling disorot setelah mengalami kemunduran kinerja, tingginya beban utang, dan masalah arus kas.
Pengamat pasar modal sekaligus Co Founder PasarDana, Yohanis Hans Kwee menilai situasi yang menimpa WSKT dan sejumlah BUMN karya sebenarnya merupakan konsekuensi dari ekspansi yang terlalu agresif di era sebelumnya.
“Sepuluh tahun kemarin pembangunan infrastruktur terlalu ekspansif, sementara tingkat pengembaliannya rendah,” ujar Hans di Jakarta dikutip Ahad, 9 November 2025.
Ia menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut saat ini membutuhkan kebijakan penyelamatan yang adil karena sebagian besar ekspansi dilakukan mengikuti instruksi negara.
“Perusahaan karya harus diselamatkan karena mengikuti arahan pemerintah untuk ekspansi,” katanya.
Menurut Hans, langkah penyelamatan harus dimulai dari penataan utang yang komprehensif. Restrukturisasi diperlukan agar perusahaan bisa kembali mengendalikan arus kas, merapikan portofolio proyek, dan memilih pekerjaan yang benar-benar mendatangkan pendapatan.
Penyelamatan WSKT tidak bisa dilakukan setengah-setengah karena efek domino ke sektor konstruksi dan perbankan sangat besar.
Isu go private juga menjadi bahan diskusi. Sejumlah pihak menilai opsi itu dapat memberikan ruang bagi pemerintah melakukan perbaikan internal tanpa tekanan pasar.
Namun pasar modal juga memiliki pandangan berbeda. Hans menyebut bahwa keputusan go private sepenuhnya tergantung pemerintah, tetapi ia menilai perusahaan yang sehat idealnya tetap berada di pasar modal.
“Kalau akhirnya harus go private itu pilihan pemerintah, tapi perusahaan bagus lebih baik tetap go public,” kata Hans.
Ia menambahkan bahwa keberadaan di bursa memberi disiplin tata kelola, transparansi, dan akses pendanaan lebih terbuka. Pasar publik juga memaksa perusahaan melakukan efisiensi dan penyehatan strategi.
Rencana penggabungan WSKT dengan Hutama Karya memunculkan pertanyaan baru tentang efektivitas konsolidasi sebagai solusi jangka panjang.
Merger BUMN karya berpotensi menghasilkan perusahaan besar dengan kapasitas proyek yang lebih kuat, tetapi sekaligus membawa risiko integrasi utang dan proyek mangkrak. Pasar menunggu apakah pemerintah benar-benar memiliki peta jalan yang jelas sebelum mengambil keputusan final.
Kondisi sektor konstruksi saat ini memperlihatkan pemulihan yang belum merata. Banyak proyek jalan tol mulai menghasilkan pendapatan, tetapi belum cukup kuat membayar seluruh beban ekspansi sebelumnya. Perbankan juga memperketat pembiayaan ke sektor konstruksi, membuat perusahaan harus lebih selektif.(*)