KABARBURSA.COM-Isu mengenai kemungkinan mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani dari Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Jokowi telah menjadi perbincangan hangat. Gagasannya pertama kali muncul dari Ekonom Senior, Faisal Basri.
Panggilan untuk mundur muncul karena Faisal Basri menilai bahwa pemerintahan Jokowi cenderung mendukung pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto, dan Gibran Rakabuming Raka, dalam Pilpres 2024.
"Terkadang, bujuk-membujuk kepada Bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan), Pak Basuki (Menteri PUPR Basuki Hadimuljono), dan beberapa menteri lainnya untuk mundur, bisa memberikan dampak yang dahsyat. Saya mendengar Bu Sri Mulyani mungkin yang paling bersedia untuk mundur secara moral. Pramono Anung (Sekretaris Kabinet) sudah terlihat bingung. Partai PDI Perjuangan terus mendukung Jokowi, ini memusingkan," ungkap Faisal beberapa waktu yang lalu.
Namun, Sri Mulyani sendiri belum pernah mengonfirmasi atau membantah isu tersebut. Dia hanya menyatakan bahwa selama ini dirinya hanya fokus bekerja.
"Saya bekerja, saya bekerja. Oke, terima kasih," ujar Sri Mulyani dengan singkat ketika ditanya mengenai kemungkinan pengunduran dirinya di Istana Negara pada Jumat (19/1/2024) lalu..
Penting untuk memahami bahwa potensi pengunduran Sri Mulyani, seorang figur yang akrab disapa Ani, telah menarik perhatian berbagai pihak. Pasalnya, manajemen keuangan negara bergantung pada tangannya.
Ronny P. Sasmita, Analis Senior dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), menyatakan bahwa dampak pertama yang signifikan adalah potensi penurunan kredibilitas keuangan pemerintah.
"Penurunan kredibilitas dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor, yang pada akhirnya dapat memicu keluarnya modal besar-besaran. Kredibilitas keuangan dan pengelolaan fiskal nasional yang baik selama ini, berkat peran Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, dapat terancam," jelasnya melansir CNNIndonesia, Minggu (3/2/2024)
Perekonomian Indonesia, yang selama ini dikenal memiliki fondasi yang kokoh, adaptif, dan perspektif di bawah arahan Sri Mulyani, bisa kehilangan keunggulannya. Kredibilitas keuangan nasional yang menurun mempengaruhi kemampuan fiskal negara dalam mengatasi tekanan ekonomi, baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri. Pandangan positif dari pelaku usaha nasional dan investor global terhadap pengelolaan keuangan nasional dapat berkurang.
Selain itu, kepercayaan investor, baik domestik maupun internasional, terhadap Surat Berharga Nasional (SBN) yang dianggap aman dan menguntungkan, dapat terancam. Kredibilitas fiskal nasional juga terkait dengan model pengelolaan anggaran negara di bawah kepemimpinan Sri Mulyani yang dianggap berkelanjutan dan memiliki disiplin tinggi.
Dampak kedua adalah potensi keluarnya modal yang lebih besar jika Sri Mulyani mengundurkan diri, yang akan berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah. Selain itu, dapat memperburuk prospek investasi, terutama di sektor finansial, ditandai dengan penurunan kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Secara keseluruhan, pengunduran diri Sri Mulyani dapat berdampak signifikan pada kepercayaan investor dan kepercayaan diri mereka untuk berinvestasi di Indonesia. Terutama pada bidang finansial seperti surat utang negara, surat utang korporasi, dan pasar modal, di mana ketidakpastian fiskal dianggap akan melemah tanpa kehadiran Sri Mulyani.
Direktur Center of Economic and Law (CELIOS), Bhima Yudhistira, menambahkan bahwa pengunduran Sri Mulyani dapat menyebabkan lonjakan imbal hasil surat utang karena turunnya peringkat utang pemerintah. "Risiko ketidakpastian dalam kebijakan fiskal dapat membuat investor lebih skeptis, mengharapkan imbal hasil yang lebih tinggi sebagai kompensasi risiko," katanya.
Dampak lainnya termasuk kurangnya kepercayaan investor terhadap kelanjutan mega proyek seperti IKN, yang selama ini didukung oleh APBN. Banyak investor yang sebelumnya menandatangani Letter of Intent (LoI) di IKN mungkin ragu untuk merealisasikan investasi mereka. Sebaliknya, mereka mungkin lebih cenderung untuk menarik diri, bukan lagi menunggu dan melihat.
"Secara keseluruhan, mundurnya Sri Mulyani juga dapat mengakibatkan guncangan capital outflow di pasar saham, menyebabkan pelemahan kurs rupiah yang signifikan. Hal ini juga dapat berdampak pada kerja sama internasional, seperti pendanaan Joint Energy Transition Partnership (JETP) untuk transisi energi, yang dapat terhambat karena kehilangan sosok yang dianggap kredibel di mata mitra negara maju," imbuhnya.
Bhima menyarankan dua solusi untuk mengurangi dampak potensial jika Sri Mulyani benar-benar mengundurkan diri. Pertama, Sri Mulyani sebaiknya mundur dengan cepat untuk mengakhiri spekulasi di pasar. "Investor membutuhkan kepastian, dan keputusan resmi dari Sri Mulyani untuk mundur dapat memberikan kejelasan," bebernya.
Kedua, Jokowi harus mencari pengganti Sri Mulyani yang memiliki kapasitas, terutama track record dalam kebijakan fiskal, dan memiliki koneksi di tingkat internasional. "Meskipun mencari pengganti pada saat yang genting mungkin sulit, namun beberapa kandidat yang memiliki kemampuan tersebut sebaiknya mulai dihubungi oleh pemerintah. Kehawatiran bahwa sosok pengganti Sri Mulyani memiliki kualitas," ucap dia.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.